Membantah Klaim Jembatan Suramadu sebagai Biang Kerok Berbagai Masalah di Surabaya

Membantah Klaim Jembatan Suramadu sebagai Biang Kerok Berbagai Masalah di Surabaya Mojok.co

Membantah Klaim Jembatan Suramadu sebagai Biang Kerok Berbagai Masalah di Surabaya usplash.com

Beberapa hari lalu, Terminal Mojok mengangkat tulisan terkait Jembatan Suramadu. Judulnya, Bukan Orang Madura, Jembatan Suramadu Lebih Layak Dijadikan Kambing Hitam Atas Kemarahan Orang Surabaya. Di dalam tulisan tersebut, penulis menyalahkan Jembatan Suramadu atas stigma negatif yang menimpa orang Madura di Surabaya. 

Sedikit gambaran, kebanyakan warga Surabaya menganggap sumber kejahatan di kota adalah olah orang Madura. Bahkan, ada julukan “orang Meksiko” untuk orang-orang Madura yang tinggal di Surabaya. Bukan hal yang baik memang, tapi begitulah realita yang terjadi di lapangan. 

Di dalam tulisan itu dibahas, kehadiran Jembatan Suramadu justru menjadi biang kerok benturan-benturan antara orang Surabaya dan orang Madura. Jembatan sepanjang 5.438 meter itu sebenarnya punya tujuan yang baik yakni menjadi penghubung vital dan mempercepat akses antara Surabaya dan Madura. Harapannya, kemudahan akses dengan Surabaya yang lebih maju dan punya kondisi ekonomi yang baik bisa berdampak positif pada Madura. 

Kenyataannya tidak demikian. Jembatan yang dibuka pada 2009 itu nyatanya belum bisa menjadi pemersatu antara Madura dan Surabaya. Di sisi lain, kondisi ekonomi dua daerah itu masih berbeda jauh. Kondisinya masih sama dengan masa ketika jembatan belum dibangun. Lantas, benarkah jembatan ini adalah biang kerok atas ketegangan sosial yang terjadi?

Ketegangan sosial yang sudah ada sejak lama

Banyak yang mengaitkan ketegangan sosial ini dengan faktor budaya dan sejarah yang sudah ada jauh sebelum Jembatan Suramadu dibangun. Misalnya, ada stereotip dan persepsi negatif yang sering muncul antara masyarakat Madura dan Surabaya. Apakah Anda pernah merasakannya? Mungkin Anda pernah mendengar komentar-komentar atau lelucon yang kurang pantas yang bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Dr. Rachmat Kurniawan, seorang pakar sosial, menekankan bahwa ketegangan yang ada lebih kepada masalah komunikasi dan pemahaman antarbudaya. Jadi, kita seharusnya tidak menyalahkan jembatan sebagai penyebabnya. Sebaliknya, jembatan ini seharusnya bisa menjadi kesempatan untuk membangun dialog dan saling pengertian antara kedua komunitas. Hanya saja yang terjadi di lapangan tidak demikian, lantas apa sebabnya? 

Kriminalitas, apakah benar Jembatan Suramadu penyebabnya? 

Sekarang, mari kita bahas isu kriminalitas. Beberapa orang mengklaim bahwa setelah Jembatan Suramadu dibuka, angka kriminalitas di wilayah tersebut meningkat. Namun, menurut Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol. Firman Wijaya, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa jembatan ini berkontribusi terhadap peningkatan kriminalitas.

Pikirkan sejenak, banyak faktor yang memengaruhi angka kriminalitas, seperti kesenjangan ekonomi dan kesempatan kerja. Jembatan Suramadu justru bisa membantu mengatasi masalah ini dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap peluang ekonomi.

Lantas, apa yang bisa kita lakukan

Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk meredakan ketegangan sosial dan mengurangi angka kriminalitas? Jawabannya terletak pada kerja sama dan dialog. Mari kita bersama-sama mengadakan kegiatan yang melibatkan kedua komunitas. Bagaimana jika kita mengadakan festival budaya atau acara olahraga yang melibatkan orang dari Surabaya dan Madura? Dengan cara ini, kita bisa saling mengenal dan mengurangi prasangka yang mungkin ada.

Selain itu, pemerintah dan organisasi masyarakat sipil juga terus berupaya memperbaiki keadaan melalui program pelatihan kerja dan peningkatan pendidikan. Apakah Anda ingin terlibat dalam program semacam itu? Ini bisa menjadi langkah positif untuk membangun hubungan yang lebih baik antara kedua komunitas.

Jembatan Suramadu justru menjadi simbol harapan

Menurut saya, Jembatan Suramadu bukanlah biang kerok atas berbagai ketegangan dan masalah yang terjadi di Surabaya. Tidak juga seperti yang dituliskan dalam Bukan Orang Madura, Jembatan Suramadu Lebih Layak Dijadikan Kambing Hitam Atas Kemarahan Orang Surabaya. Sebaliknya, jembatan ini adalah simbol dari harapan dan kesempatan. Mari kita manfaatkan keberadaan jembatan ini untuk menjalin hubungan yang lebih baik dan saling mendukung satu sama lain.

Dengan pendekatan yang positif, kita bisa mengubah narasi yang negatif menjadi sesuatu yang membangun. Apakah kalian siap untuk mengambil langkah menuju perubahan? Mari kita buat Surabaya dan Madura menjadi lebih baik bersama-sama!

Penulis: Dewa Syahputra
Editor: Kenia Intan

BACA JUGA Jembatan Suramadu: Penghubung Antarpulau Sekaligus Portal Mesin Waktu

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version