Beberapa hari lalu, Terminal Mojok mengangkat tulisan terkait Jembatan Suramadu. Judulnya, Bukan Orang Madura, Jembatan Suramadu Lebih Layak Dijadikan Kambing Hitam Atas Kemarahan Orang Surabaya. Di dalam tulisan tersebut, penulis menyalahkan Jembatan Suramadu atas stigma negatif yang menimpa orang Madura di Surabaya.
Sedikit gambaran, kebanyakan warga Surabaya menganggap sumber kejahatan di kota adalah olah orang Madura. Bahkan, ada julukan “orang Meksiko” untuk orang-orang Madura yang tinggal di Surabaya. Bukan hal yang baik memang, tapi begitulah realita yang terjadi di lapangan.
Di dalam tulisan itu dibahas, kehadiran Jembatan Suramadu justru menjadi biang kerok benturan-benturan antara orang Surabaya dan orang Madura. Jembatan sepanjang 5.438 meter itu sebenarnya punya tujuan yang baik yakni menjadi penghubung vital dan mempercepat akses antara Surabaya dan Madura. Harapannya, kemudahan akses dengan Surabaya yang lebih maju dan punya kondisi ekonomi yang baik bisa berdampak positif pada Madura.
Kenyataannya tidak demikian. Jembatan yang dibuka pada 2009 itu nyatanya belum bisa menjadi pemersatu antara Madura dan Surabaya. Di sisi lain, kondisi ekonomi dua daerah itu masih berbeda jauh. Kondisinya masih sama dengan masa ketika jembatan belum dibangun. Lantas, benarkah jembatan ini adalah biang kerok atas ketegangan sosial yang terjadi?
Ketegangan sosial yang sudah ada sejak lama
Banyak yang mengaitkan ketegangan sosial ini dengan faktor budaya dan sejarah yang sudah ada jauh sebelum Jembatan Suramadu dibangun. Misalnya, ada stereotip dan persepsi negatif yang sering muncul antara masyarakat Madura dan Surabaya. Apakah Anda pernah merasakannya? Mungkin Anda pernah mendengar komentar-komentar atau lelucon yang kurang pantas yang bisa menimbulkan perasaan tidak nyaman.
Dr. Rachmat Kurniawan, seorang pakar sosial, menekankan bahwa ketegangan yang ada lebih kepada masalah komunikasi dan pemahaman antarbudaya. Jadi, kita seharusnya tidak menyalahkan jembatan sebagai penyebabnya. Sebaliknya, jembatan ini seharusnya bisa menjadi kesempatan untuk membangun dialog dan saling pengertian antara kedua komunitas. Hanya saja yang terjadi di lapangan tidak demikian, lantas apa sebabnya?
Kriminalitas, apakah benar Jembatan Suramadu penyebabnya?
Sekarang, mari kita bahas isu kriminalitas. Beberapa orang mengklaim bahwa setelah Jembatan Suramadu dibuka, angka kriminalitas di wilayah tersebut meningkat. Namun, menurut Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol. Firman Wijaya, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa jembatan ini berkontribusi terhadap peningkatan kriminalitas.
Pikirkan sejenak, banyak faktor yang memengaruhi angka kriminalitas, seperti kesenjangan ekonomi dan kesempatan kerja. Jembatan Suramadu justru bisa membantu mengatasi masalah ini dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap peluang ekonomi.
Baca halaman selanjutnya: Lantas, apa yang …