Kejadiannya memang sudah lewat beberapa hari lalu. Bahkan mungkin beberapa orang juga sudah ada yang lupa. Tapi kelucuan dan komedinya masih bertahan sampai sekarang. Bukan, ini bukan soal debat Capres/Cawapres atau tentang buzzer yang tiap hari nyebokin junjungannya. Ini adalah tentang banjir yang melanda salah satu tempat di Kota Malang, yaitu di Jembatan Soekarno-Hatta atau Jembatan Suhat Malang.
“Jembatan Suhat banjir? Kok bisa?”
Nah, itulah pertanyaan sekaligus komedinya. Kok bisa, sebuah jembatan setinggi itu, jembatan yang tiap hari dilalui pengendara, jembatan yang katanya sudah dibangun drainase, bisa banjir? Dan memang begitu kejadiannya. Jembatan Suhat benar-benar banjir. Bukan banjir yang tinggi, sih, tapi yang namanya banjir, apalagi banjirnya di jembatan, ya tetap aneh namanya.
Daftar Isi
Kok iso?
Ini terjadi di akhir Desember 2023 hingga awal Januari 2024. Ada dua buah video yang beredar di Twitter (saya masih malas menyebutnya X) yang menunjukkan banjir di Jembatan Suhat. Video pertama diunggah oleh salah satu musisi Kota Malang, Steffani BPM (@steffaniBPM) pada 31 Desember 2023, dan video kedua diunggah oleh warganet bernama Puji Riyanto (@Paserbumi_NT) pada 2 Januari 2024. Kedua video tersebut memperlihatkan keadaan yang sama: Jembatan Suhat Malang banjir setinggi kira-kira se-mata kaki orang dewasa.
Ketika dua video itu naik dan menyebar, respons orang-orang, khususnya orang-orang Malang, nyaris serupa, “Kok iso Jembatan Suhat banjir?”
Semua mempertanyakan mengapa bisa terjadi banjir di Jembatan Suhat. Semuanya heran. Bahkan ada yang mempertanyakan apakah Jembatan Suhat ini sudah ada drainasenya.
Saya pun sama. Saya juga heran kok bisa Jembatan Suhat ini banjir. Sebagai warga Malang Raya, saya mengira bahwa Jembatan Suhat itu adalah tempat yang mustahil untuk banjir. Jembatan Suhat itu dibangun di atas sungai, dan jarak antara sungai dan jembatannya juga sangat tinggi. Secara logika, mustahil banget kalau sampai banjir. Tapi kedua video tersebut malah menunjukkan sebaliknya. Dan lucunya lagi, sungai di bawah Jembatan Suhat malah tidak banjir.
Drainase Suhat yang bobrok
Kalau ingin merunut penyebab banjir di Jembatan Suhat Malang, maka inti permasalahannya adalah drainase yang buruk, bahkan bisa dibilang drainasenya bobrok. Padahal, daerah Jalan Soekarno-Hatta ini dekat dengan Sungai Brantas. Secara logika, daerah ini punya drainase alami yang setidaknya mampu mencegah terjadinya banjir.
Bahkan Jembatan Suhat yang lokasinya tepat di atas Sungai Brantas harusnya lebih mudah dalam urusan drainase. Ketika ada hujan, maka air yang ada di Jembatan Suhat ini bisa langsung teralirkan ke bawah, yaitu langsung ke Sungai Brantas. Tapi kenyataannya tidak begitu. Ketika Malang diguyut hujan dari akhir 2023 hingga awal 2024, Malang tetap banjir, Jembatan Suhat tetap banjir.
Aneh, bukan? Ya jelas aneh banget. Padahal, pada Agustus 2023, Pemkot Malang sudah merencanakan akan membangun drainase di kawasan Soekarno-Hatta (Suhat). Pembangunan drainase ini akan mencakup sepanjang Jalan Suhat, yaitu mulai Patung Pesawat, hingga Jembatan Suhat. Pembangunan drainase di kawasan Suhat ini diperkirakan akan memakan biaya mencapai 350 miliar rupiah.
Saya tidak tahu bagaimana progres pembangunan drainase ini. Mungkin sudah selesai, mungkin juga masih dalam proses pembangunan. Tapi kalau kawasan Suhat, terutama Jembatan Suhat, masih banjir, saya ragu pembangunan drainase ini sudah selesai. Pun sebaliknya, kalau pembangunan drainasenya sudah selesai, kok bisa kawasan Suhat, khususnya Jembatan Suhat ini masih banjir? Jangan-jangan, ah, saya nggak mau berspekulasi yang macam-macam dulu.
Persetan banjir, yang penting heritage dan estetika
Dengan adanya banjir di Jembatan Suhat Malang serta bobroknya sistem drainase yang ada, ini semakin memperkuat dugaan saya dan mungkin banyak warga Malang lainnya terkait Pemkot Malang. Bahwa Pemkot Malang memang tidak menaruh kepedulian yang besar terhadap banjir dan ancaman bencana lainnya. Pemkot Malang lebih peduli terhadap heritage dan estetika yang tidak ada urgensinya.
Pemkot Malang, terutama Wali Kotanya, Sam Sutiaji, nyatanya lebih peduli dengan perombakan kawasan Kayutangan dengan alibi heritage dan estetika yang entah apa dasarnya. Sebuah perombakan yang entah apa tujuannya. Nggak jelas. Hasilnya, Kayutangan menjadi daerah yang nggak jelas, baik soal identitas maupun soal lalu lintas.
Pemkot Malang kelihatan banget menyepelekan soal banjir ini. Sebelum banjir di Jembatan Suhat, Kota Malang sudah berkali-kali dilanda banjir. Coba saja kalian googling dengan kata kunci “banjir di Kota Malang”. Maka kalian akan menemukan bahwa nyaris di setiap Kecamatan, selalu ada daerah yang pasti banjir, apalagi ketika intensitas hujan sedang tinggi.
Tentu hal ini tidak bisa dimaklumi begitu saja. Banjir tetap bisa diantisipasi meski intensitas hujan sedang tinggi. Gimana mengatasinya? Ya daerah resapan airnya dijaga, jangan dibuat bangunan di atasnya. Sistem drainasenya juga harus bagus dan mumpuni. Setidaknya itu saja. Kalau dua hal itu sudah terpenuhi, maka banjir akan dengan mudah diantisipasi.
Banjirnya Jembatan Suhat harusnya jadi pukulan telak
Tapi kenyataannya kan tidak begitu. Kota Malang sudah mulai kehilangan daerah resapan air. Punya daerah resapan air malah dibangun mall, dibangun apartemen, dibangun gedung dsb dsb. Sistem drainase di beberapa wilayah di Kota Malang juga buruk. Ditambah lagi Pemkot Malang yang seakan nggak peduli dengan urusan per-banjir-an duniawi ini. Ya nggak heran kalau banjir akan jadi langganan.
Maka ketika Jembatan Suhat Malang dilanda banjir, itu harusnya jadi pukulan telak bagi Pemkot Malang. Ini adalah puncak komedinya. Ini juga menunjukkan bahwa mereka memang nggak becus mengurus perkara banjir ini. Kelihatan banget, kok, ketika Jembatan Suhat banjir, Pemkot Malang nggak ada tuh gercep-gercepnya. Macak budge atau gimana saya nggak tahu, ya. Kan yang penting bagi Pemkot Malang adalah heritage dan estetika yang nggak jelas itu. Benar begitu, kan, Sam?
Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Banjir dan Macet, Dua Sejoli yang Bikin Ngalam Bernasib Malang