Tentu ini sekadar kekhawatiran saya sebagai seorang warga asli, dan sah-sah saja kalau dianggap berlebihan. Pariwisata adalah salah satu faktor yang menyebabkan sebuah tempat dikenal. Magelang pun tak mau ketinggalan seperti wilayah lain yang gencar menggalakkan pariwisata dan rajin memoles citra. Orang-orang mulai datang untuk berinvestasi, ikut memeriahkan pariwisata. Mungkin hal itu juga yang menarik minat orang-orang yang ingin pindah dan pensiun di Magelang.
Bentang alam dan citra yang ditampilkan Magelang, semua itu saya kira mampu menarik minat banyak orang. Namun, harga tanah, yang sekarang saja sudah dianggap tinggi bagi warga asli, tentu akan makin naik jika banyak yang ikut memeriahkan dan meromantisisasi keindahan Magelang. Dan saya kira akan berbahaya jika makin banyak orang luar yang membeli tanah di sini yang mungkin dianggapnya sangat murah itu. Sawah yang beralih fungsi tentu boleh dianggap hal biasa, namun itu tak serta merta bisa dianggap sebagai kemajuan. Jika pembangunan yang dilakukan justru bukan untuk warganya, tentu itu bukan kemajuan.
Magelang adalah kawasan yang cocok untuk pensiun, itu pasti. Namun, apa yang akan terjadi pada warga asli jika banyak yang datang ke sini? Apakah kami akan makin sejahtera atau justru terusir?
Mungkin saya berlebihan, mungkin itu memang benar. Tapi, siapa yang mau kotanya bernasib sama dengan kota-kota lain yang katanya berbudaya dan murah itu? Magelang sepertinya sedang menuju ke arah sana juga dan sepertinya tak terelakkan, atau malah mungkin sudah terjadi. Untunglah, Magelang punya tetangga yang lebih menggairahkan, lebih berbudaya, fasilitasnya lebih komplet, dan tentu saja lebih ramah. Setidaknya, tetangganya itu mampu menunda orang-orang untuk segera memenuhi Magelang.
Penulis: Bayu Kharisma Putra
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Menjelaskan Soal Magelang dan Segala Kesalahpahaman yang Menyertai.