Jalan Basuki Rahmat-Malang dan sekitarnya yang lebih dikenal dengan kawasan Kayutangan sekarang jadi sensasi. Kemarin-kemarin, ramai gara-gara sepanjang jalan ini disulap jadi Malioboro KW super dan ada telephone box ala Inggris. Sekarang, mau ada uji coba satu arah yang diumumkan Pemkot Malang dengan skema yang memusingkan.
Nggak cuma Jalan Basuki Rahmat, uji coba jalan ini bakal merembet ke jalan lainnya, sekali lagi dengan skema yang memusingkan. Saya nggak bisa menjelaskannya seperti apa, ngelu ndasku! Pokoknya baca saja di IG resmi Pemkot Malang.
Jadi deja vu dengan Malioboro, tapi nggak ada poros imajiner dan penataannya, jauh dari cetak biru atau aslinya. Rencananya, mau diadakan uji coba mulai 20 Februari 2023, jam 5 pagi dan bakal dievaluasi bakal lanjut atau stop.
Problematik!
Pemkot Malang ini susah dipahami, jauh lebih rumit daripada pacarmu yang bilang “terserah” saat ditanya mau makan apa dan di mana. Proyek Kayutangan (si paling) Heritage saja sudah problematik, mulai dari konsep dan sumber dananya, apalagi mau dibuat 1 arah. Ini apalagi mau dibikin 1 arah, maksudnya apa coba? Saya, mungkin kalian semua yang baca ini pasti sudah mengepul otaknya.
Masyarakat sudah protes sejak awal soal wacana Kayutangan jadi 1 arah, buktinya banyak kritik di postingan IG resmi Pemkot Malang. Tapi, memang pemkot sini keukeuh, akhirnya masyarakat pasrah, dicoba dulu, nanti bakal ketahuan hasilnya bagaimana. Memang, di sini selalu menganggap jalan 2 arah jadi biang kemacetan dan solusinya adalah 1 arah.
Sebenarnya, kebijakan ini nggak bakal bisa mengatasi, yang ada malah bikin jalan Kota Malang ruwet. Selain itu, masalah terbesarnya adalah kebanyakan volume kendaraan, bukan soal jalan 2 arah. Sudah jadi rahasia umum, kalo 1 titik jalan di Kota Malang macet, yang kena dampak hampir 1 kota.
Ada hal penting, harga BBM tambah naik, konsumsi lebih besar kalo memutar jalan kalo terlewat 1-2 tempat di Kayutangan. Ini bakal kasihan yang BBM-nya nggak banyak-banyak amat, salah alamat saja harus memutar dari awal, mana SPBU jauh lagi.
Baca halaman selanjutnya
Trauma satu arah
Wali Kota Sutiaji ini, dulu waktu mendampingi Abah Anton pada periode 2013-2018 pernah blunder soal Jalan DI Panjaitan atau Betek. Katanya sama kayak untuk Kayutangan, dulu buat mengurai kemacetan, entah kajiannya waktu itu bagaimana.
Alih-alih sukses, kebijakan tersebut menuai pisuhan warga Kota Malang gara-gara malah bikin ruwet karena salah sedikit harus memutar. Nggak cuma ruwet, jalan searah malah bikin usaha masyarakat setempat malah sepi. Parahnya lagi, jalan searah hasil kebijakan gagal itu malah dijadikan arena kebut-kebutan, warga banyak yang protes.
Harusnya Sutiaji belajar dari masa lalu, meski waktu itu jadi wakil wali kota, tetapi setidaknya harusnya paham masalah dulu itu. Eh, lha ini kok malah mau diulangi lagi. Padahal Kayutangan adalah sentra ekonomi. Dan faktor ekonomi bakal pelik dan terkait dengan kebijakan 1 arah seperti kasus di Betek beberapa tahun silam. Toko sepi, warung juga sepi, nggak efektif, sampai akhirnya kebijakan 1 arah kawasan tersebut nggak dilanjutkan lagi.
Dilogika saja, kalo jalan protokol jadi 1 arah, peluang dapat pengunjung di salah 1 toko bakal berkurang separuh. Apalagi Jalan Basuki Rahmat yang sebenarnya jalan umum dan sentra ekonomi non pariwisata, bakal sepi jalannya.
Bisa-bisa Kayutangan malah dijadikan arena kebut-kebutan kayak Betek di era wali kota sebelumnya saking sepinya. Saya tahu yang mengeluarkan keputusannya Dishub Kota Malang, tapi wali kota juga tahu, wong pengumumannya di akun resmi pemkot.
Mending urus yang lain
Daripada mengurusi Kayutangan yang sebenarnya nggak urgen banget, ada yang jauh lebih penting.
Misal, Jalan sekitar Pasar Gadang rusak lagi, air PDAM di beberapa titik keruh, macet, parkir liar, jalan banyak yang berlubang, banjir, dan masih banyak lagi. APBD yang dikeluarkan untuk masalah tadi bakal jauh lebih penting daripada uji coba yang nggak bakal menghasilkan dampak positif sama sekali.
Atau, kembangkan Kampung Heritage Kayutangan yang mulai termarjinalkan gara-gara terlalu fokus urus Malioboro KW. Yang jelas, mereka yang mengkritik bukan berarti selalu berprasangka negatif, tapi dulu pernah jadi korban blunder kebijakan jalan 1 arah.
Sudah banyak kota menunjukkan, bahwa keputusan menjadikan jalan satu arah jauh lebih banyak mudaratnya. Dan kalau masih ditiru tanpa persiapan ya hasilnya sama saja.
Penulis: Mohammad Faiz Attoriq
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pembangunan Kayutangan Malang yang Krisis Identitas