Jalan rusak di Klaten, seperti yang pernah saya bilang, itu abadi. Gara-gara truk kelebihan muatan, kata “abadi” yang awalnya adalah sebuah ungkapan, malah menjelma kenyataan
Saya tak percaya saya akan menulis tentang jalan rusak di Klaten, lagi.
Tidak, saya tidak akan menyalahkan pemerintah Klaten atau siapalah yang bertanggung jawab tentang kondisi jalanan Kabupaten ini. Saya sendiri prihatin, hanya dalam waktu kurang dari setahun, saya harus menulis tentang kondisi jalan yang mengenaskan ini, lagi.
Pada 1 Maret 2023, saya menulis tentang kondisi jalan sekitar Jembatan Mundu hingga POM bensin yang benar-benar jelek. Kini, jalan itu diperbaiki. Saya harus apresiasi ini. Meski masih beton cor tanpa aspal, tapi, jalan itu kini bisa dilewati dengan lancar. Tapi, setelah jalan tersebut, sekitar Makam Ki Ageng Pandanaran ke selatan, kondisi jalannya memprihatinkan.
Padahal, jalan tersebut tahun lalu baru saja diperbaiki. Tak sampai setahun, jalannya sudah rusak lagi.
Pada titik ini, saya jadi kasihan dengan pemerintah Klaten. Ya gimana nggak kasihan, orang jalan baru diperbaiki dengan serius (kayaknya) udah rusak lagi. Kalau jalan itu diperbaiki asal-asalan (seperti sebelumnya), tulisan ini akan berisi tentang sumpah serapah. Masalahnya, penyebab rusaknya jalan tersebut bukan karena pengerjaan yang kacau, tapi faktor eksternal.
BTW, masalah pengerjaan jalan, bisa dibantah. Saya bukan orang yang paham hal ini, jadi saya menilai lewat apa yang saya lihat saja.
Apa penyebab sebenarnya jalan Klaten ini rusak lagi? Kalau menurut saya, sih, gara-gara banyaknya truk kelebihan muatan yang melewati jalan tersebut.
Daftar Isi
Truk kelebihan muatan, penyebab jalan rusak di Klaten?
Tiap kali melewati jalur Klaten-Jogja (Cawas-Bayat-Wedi-Srowot, keknya itulah), nggak jarang saya ketemu truk besar penuh dengan muatan. Tak jarang juga saya melihat truk tersebut kewalahan berjalan karena memang muatannya kelewat besar. Dilihat dengan mata telanjang saja tahu.
Tapi apakah truk-truk tersebut punya andil dalam rusaknya jalan? JELAS PAKE BANGET.
Biar paham rusaknya kek mana, saya kasih sematan twit berisi gambar jalan rusak di Klaten.
Tiap weekend aku kudu lewat jalan seperti ini. Kalau hujan deras, jelas nggak keliatan. Padahal ini jalan belum lama diperbaiki lho.
Oh iya, ini di Klaten. pic.twitter.com/3qFfDUVC4z
— Rizky Prasetya (@rizkyXprasetya) November 18, 2023
BTW, itu foto pertama sudah diperbaiki… dan rusak lagi. Rusaknya malah makin parah, soalnya aspal yang baik-baik saja sekarang udah ikutan bergelombang.
Sebenarnya ya rute tersebut kerap dilewati truk dari dulu. Wong memang jalur alternatif paling dekat dan lancar. Jadi harusnya, truk nggak bisa disalahkan. Masalahnya adalah, volume truk yang melintas meningkat. Yang saya lihat selama 12 tahun melintas jalan tersebut, tahun kemarin jumlah truk yang melintas meningkat, terbanyak malah. Dan Januari ini, rasa-rasanya tak ada penurunan.
Jelas beban yang diterima oleh jalan tersebut meningkat ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Wajar jika jalan akhirnya “menyerah” dan mulai rusak sana-sini gara-gara beban yang di luar batas.
Jika Anda berargumen harusnya jalan dirancang untuk menerima beban yang begitu besar, itu masuk akal. Tapi saya yakin, siapa pun pasti kaget melihat lonjakan truk yang melintasi rute Klaten-Jogja tersebut. Sebagai contoh, iring-iringan 3-5 truk bermuatan besar itu jadi pemandangan wajar untuk sekarang. Dulu, jarang banget. Kadang dua bulan sekali saya baru lihat.
Maka dari itu, menyalahkan pihak yang merancang juga bukan hal yang bijak. Soalnya, nggak ada yang nyangka juga.
Baca halaman selanjutnya
Proyek tol Jogja-Solo, biang jalan rusak di Klaten?
Proyek tol
Dulu, Pemkab Klaten bilang kalau jalan rusak di Klaten itu disebabkan oleh truk uruk tol. Dulu saya sedikit menyangkal hal tersebut karena jalan rusak di Klaten memang sudah ada jauh sebelum tol tersebut digarap. Tapi, ketika sudah ada perbaikan, jalanan kembali rusak. Gara-gara fakta yang tertangkap mata itulah, saya akhirnya percaya dan tak lagi menyangkal.
Jalanan ambles, bahkan cekung, sekarang jadi pemandangan wajar. Jalanan cekung tersebut begitu berbahaya buat pengendara motor, karena jika dilewati dengan kecepatan agak tinggi, katakanlah 60 KM/jam saja, motor bisa hilang kendali.
Betul, jalanan memang nggak jadi berlubang, tapi ya itu masalahnya. Oleh karena jalan nggak berlubang, jadi nggak terlihat mana yang perlu dihindari. Nggak kaget jika kita tiba-tiba kehilangan kendali karena jalan yang terlihat baik-baik saja, ternyata cekung. Kondisi aspal masih baik, cuman permukaannya yang cekung. Kan ngeri bagi yang matanya minus.
Ditambah penerangan jalan yang benar-benar kurang. Duh, makin berbahaya. Nah, kalau ini sih, Pemkab bisa disalahin.
Pemkab Klaten pusing tujuh keliling
Saya jadi nggak enak sama Pemkab Klaten. Saya sering kritik mereka, dan kini, saya tahu betapa dilemanya jadi mereka. Mau perbaiki jalan, kok nanti rusak lagi dilewati truk kelebihan muatan. Kalau nggak diperbaiki, kok ya kebangeten. Dan ketika musim hujan sudah mulai, makin bahaya itu jalan kalau nggak diperbaiki.
Melarang truk lewat, kok ya nggak mungkin. Menyalahkan sopir truk, jelas makin nggak mungkin. Mereka jelas tahu kalau mereka bawa beban di luar batas, tapi punya pilihan apa coba? Mereka pekerja, manut sama yang ngasih kerjaan aja kan? Memang nggak ada yang bisa disalahkan, wong artikel ini memang bukan perkara menyalahkan, tapi perkara ruwetnya realitas yang ada.
Menyalahkan proyek tol Jogja-Solo juga makin nggak mungkin. Nggak bisa, tepatnya. Jadi ya, kalau jadi Pemkab Klaten, pasti pusing sekarang.
Jalan rusak di Klaten, seperti yang pernah saya bilang, itu abadi. Dan saya rasa, kata “abadi” yang awalnya adalah sebuah ungkapan, malah menjelma kenyataan.
Solusinya memang terlihat jelas. Harusnya truk nggak membawa muatan yang berlebihan. Seharusnya, Pemkab Klaten membuat jalan yang tak mudah hancur digilas truk segede Optimus Prime sekalipun. pihak pembuat tol Jogja-Solo harusnya tahu diri dan segera memperbaiki jalan rusak di Klaten.
Tapi, itu situasi yang ideal. Realitas, nyatanya selalu jauh dari hal-hal yang ideal. Dan seringnya, selalu jauh di bawah hal-hal yang ideal.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Klaten, Kota Indah yang (Sialnya) Terjepit Jogja dan Solo