Berbicara soal Lempuyangan, yang terlintas di pikiran orang pasti 2 hal saja. Pertama, tentang Stasiun Lempuyangan Jogja yang legendaris. Kedua, Jalur Perlintasan Langsung (JPL) 51 yang ikonik karena berada di bawah kolong jembatan layang.
Namun, di sini, saya tidak akan membahas 2 hal itu. Saya akan melainkan membahas mengenai JPL, tetangga dari JPL 51, yaitu JPL 52 Tukangan. JPL 52 Tukangan mempunyai nama lain, yaitu Jalan Lempuyangan.
Sebentar, di sini saya harus menegaskan bahwa Jalan Lempuyangan yang saya maksud bukan ruas jalan di depan stasiun. Iya, nama jalan di depan stasiun memang sama. Namun, baik arah, tujuan, dan keramaian yang terjadi sangat berbeda.
Jalan Lempuyangan yang saya maksud adalah potongan dari Jalan Yos Sudarso. Dulu, jalan ini menjadi jalur alternatif berkendara dari arah utara (UGM atau Kotabaru, misalnya) dan hendak menuju ke arah selatan Kota Jogja.
Jadi, kamu bisa masuk dari sisi selatan Stadion Kridosono, mengikuti jalanan yang berkelok membentuk huruf “S”, belok kiri, lalu belok kanan. Kamu akan sampai di Jalan Hayam Wuruk.
Daftar Isi
Momen buruk di Jalan Lempuyangan (JPL 52 Tukangan)
Kok bisa banyak orang mempunyai momen manis dengan JPL 52 Tukangan? Saya sebaliknya karena selalu mendapatkan momen buruk di Jalan Lempuyangan ini.
Bagi saya, Jalan Lempuyangan ini anomali, menjadi sumber masalah, dan gampang bikin emosi. Hampir setiap lewat sini, pasti ada saja hal-hal buruk yang bikin emosi saya memuncak. Saya yakin, pasti pengendara lain di Jogja juga setuju dengan statement saya ini dan punya keresahan serupa.
Kenapa Jalan Lempuyangan Jogja ini bisa menjadi sangat menyebalkan. Izinkan saya menjelaskan.
#1 Kondisi Jalan Lempuyangan Jogja sudah yang jauh dari kata layak
Selama musim hujan mengguyur wilayah Jogja saat ini, kondisi jalan di perlintasan JPL 52 ini rusaknya semakin parah. Bahkan, hampir di seluruh titik di perlintasan mengalami degradasi yang memprihatinkan. Kerusakannya bukan sekedar rusak biasa, tapi hingga aspalnya berlubang dan hancur.
Kondisi ini memaksa saya, setiap lewat Jalan Lempuyangan, harus berhati-hati. Kalau asal lewat saja, yang ada saya bisa kaget karena efek goncangan dan motor saya bisa-bisa rusak karena melintas di jalan yang jelek seperti itu.
Saya malah pernah melihat seorang pengendara motor melakukan aksi manuver zig-zag di Jalan Lempuyangan ini. Aksi berbahaya ini dia lakukan demi menghindari lubang di perlintasan JPL 52 yang sangat besar.
#2 Musibah bagi pengendara yang menanti jika ada kereta lewat
Masalah lain yang muncul gara-gara JPL 52 ini adalah kemacetan yang di luar nalar ketika ada kereta api hendak lewat. Memang, saya mengerti jika ada kereta hendak melintasi, suatu perlintasan pasti akan menimbulkan sedikit antrean dan kemacetan. Tapi buat kasus di Jalan Lempuyangan ini, situasinya tidak masuk akal.
Sebagai gambaran kasus, ketika palang kereta di JPL 52 turun, antrean yang muncul dari arah utara bisa meluas hingga Jalan Yos Sudarso di Kridosono. Masih untung jika durasi kereta yang akan lewat singkat. Kalau ternyata lebih lama dan lalu lintas sedang padat, antrean kendaraan yang terjadi bisa menyebabkan area jalan di pertigaan Gacoan Kotabaru lumpuh total.
Ini baru dari arah utara. Di sisi selatan JPL 52, kondisinya bisa serupa. Di sana ada persimpangan jalan dari arah Lempuyangan dan Tukangan Jogja.
Jadi kamu bisa membayangkan sendiri betapa menderitanya orang-orang yang terjebak dalam kondisi itu. Apalagi saya yang kerap melintasi Jalan Lempuyangan.
Tapi apa boleh buat, kondisi jalan di sekitar JPL 52 itu termasuk kecil dan sempit. Makanya, mau tidak mau, kemacetan akan menjadi parah apabila ada kereta yang melintas.
#3 Rambu lalu lintas sekadar pajangan
Sebagai informasi, di JPL 52 Jalan Lempuyangan itu ada rambu yang melarang pengendara dari arah utara untuk berjalan langsung ke selatan menuju arah Tukangan. Aturan ini juga berlaku bagi pengendara dari arah Tukangan. Pokoknya nggak boleh putar balik menuju arah stasiun. Rambu-rambu yang tertera pun sudah sangat jelas dan terlihat menurut saya.
Tapi kenyataannya, masih banyak oknum-oknum meresahkan yang kerap melanggar rambu itu. Alhasil, arus lalu lintas kadang menjadi lebih macet dan nggak karuan. Lebih sialnya lagi, sering ada yang nyaris tertabrak akibat ulah pengendara yang sembrono ini.
Untungnya saja saya belum pernah menjadi korbannya. Hal ini juga menjadi bukti bahwa kesadaran pengendara di Indonesia soal mematuhi rambu-rambu lalu lintas masih sangat kurang.
Jadi kalau disuruh mikir solusinya apa? Saya jelas tidak tahu, karena itu tupoksi Pemkot Jogja dan jajarannya. Tapi yang jelas, kalau saya disuruh menghindari lewat JPL 52 Jalan Lempuyangan ini ya saya tidak bisa karena ini rute terbaik saya menuju kampus sehari-hari. Itu.
Penulis: Georgius Cokky Galang Sarendra
Editor: Yamadipati Seno
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.