Saya Jadi Rajin Jalan Kaki Gara-gara Nggak Mau Lagi Bayar Parkir ke Tukang Parkir yang Sebenarnya Nggak Berjasa Amat

Kampus Elit, Parkir Sulit tukang parkir liar

Kampus Elit, Parkir Sulit (Pixabay.com)

Rasa-rasanya sudah cukup banyak tulisan yang membahas mengenai tukang parkir yang semakin meresahkan. Keluhan tentang profesi satu ini entah kenapa tak pernah selesai. Tak ada ketegasan, tak ada yang berani menegakkan aturan.

Saya, dan mungkin kalian, merasa kesal harus menyisihkan uang recehan untuk tukang parkir yang tidak cukup berjasa. Sepengamatan saya, banyak ditemui kang parkir yang santai-santai, tapi baru jadi si paling ketika kita mau cabut. Satset ketika minta duit doang, abis itu peduli setan kita mau ketabrak atau gimana saat keluar dari parkiran.

Yang lebih menyebalkan adalah, banyak kasus tukang parkir tidak mau tanggung jawab atas kejadian tak menyenangkan di tempat yang mereka “kelola”. Langsung lepas tanggung jawab dan membebankannya kepada si pemilik kendaraan. Lha terus bayar parkir buat apa coba kalau gini?

Saking kesalnya, saya bikin daftar tempat yang ada tukang parkirnya, lalu saya hindari. Misal, ATM. Saya menghindari ATM dengan cara tarik tunai di minimarket untuk seminggu ke depan. Untuk kebutuhan yang lain, sebisa mungkin saya cari yang dekat kosan dan bisa ditempuh dengan jalan kaki atau bersepeda.

Menghindari tukang parkir adalah jalan ninjaku

Mungkin, jika ada hal yang positif dari keberadaan tukang parkir, adalah memotivasi saya untuk jalan kaki atau bersepeda.

Dengan berjalan kaki dan bersepeda, niscaya kita akan terbebas dari “tagihan” tukang parkir. Rasa-rasanya, mereka nggak mungkin dan sebaiknya nggak narik uang ke orang yang pake sepeda. Ngono ya ngono, ning yo ojo ngono. Sejauh ini saya sih nggak ditarik parkir kalau pake sepeda.

Kecuali akhirnya mereka (makin) tidak punya malu. Ha itu beda cerita.

Mungkin jalan saya ini bisa kalian tiru. Selain irit, jalan kaki dan bersepeda ini menyehatkan. Ya mungkin awal-awal nggak terbiasa dan mrengkel di kaki, tapi percayalah, mending betis sakit ketimbang kudu keluar buat parkir.

Pelit adalah kunci kewarasan!

Kalian bisa jadi bilang, ini cara yang kelewat pelit. Apa susahnya sih ngasih dua ribu doang, pikir kalian begitu. Tapi, coba hitung, kalau saya kerja (beraktivitas) 20 hari sebulan, dan parkir minimal dua kali, saya keluar 80 ribu hanya untuk naruh motor yang kadang cuman sekejap. Kalau per orang sekurang-kurangnya keluar 80 ribu, ya boncos. Apalagi saya pekerja UMR, uang sekecil dua ribu rupiah pun berharga.

Selama perkara parkir ini nggak segera dibereskan, ya maaf-maaf saja, keluar uang ya berat. Apalagi tukang parkir yang ada nggak berjasa amat buat kelangsungan parkir. Mau nata motor aja alhamdulillah. Coba liat parkir di minimarket, emangnya pada ditatain? Kebanyakan sih nggak. Padahal ya kita tahu, parkir di minimarket itu harusnya gratis. Begitu disuruh bayar, ha kok begini amat kerjanya.

Apalagi parkir di ATM. Duh, ambil uang semenit kelar, tetep aja disuruh bayar.

Jadi, cara saya bisa ditiru. Badan makin bugar, plus nggak perlu bayar. Rasakan sendiri sensasinya di badan, dan kesehatan keuangan karena nggak perlu lagi keluar uang. Tapi, jangan lupa sunscreen ya, biar nggak kenapa-napa kulitnya. Semangat!

Penulis: Shila Nurita
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Alasan Kita Tidak Perlu Bayar Tukang Parkir Nirkontribusi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version