Jalan Berlubang padahal Baru Diperbaiki: Fenomena yang Perlu Dipertanyakan

lubang di jalan jalanan rusak jalan berlubang mojok

lubang di jalan jalanan rusak jalan berlubang mojok

Sebagai orang yang memiliki rumah jauh dari pusat kota, melewati jalan raya dengan jarak lebih dari 20 KM dalam sehari sudah menjadi makanan sehari-hari buat saya. Sejak 2017, saya yang saat itu duduk di bangku SMA pun sudah terbiasa melakukan perjalanan bareng pacar sendirian. Sejak saat itu pula, ada satu hal yang cukup mengganggu dan sampai sekarang pun saya masih sering menanyakan hal ini ke teman-teman saya. Hal tersebut adalah jalan berlubang yang saya lewati tiap hari.

Sudah nggak terhitung lagi berapa kali jalan raya yang saya lalui setiap hari harus diperbaiki saking seringnya rusak. Saya pribadi jadi mikir, “apa nggak ada solusi yang bisa bikin jalan cuman diperbaiki sekali, tapi hasilnya bisa awet bertahun-tahun?” Pasalnya jalan yang saya lewati ini memang salah satu jalan yang dilewati kendaraan besar dan kalau sampai jalan berlubang ini dilewati kendaraan besar, bisa celaka. Kalau kalian dari Yogyakarta pasti tahu Jalan Wates yang memang menjadi jalur kendaraan besar seperti bis ataupun truk angkutan material. Sekarang, jalan tersebut pun juga sudah menjadi jalur ke Bandara NYIA yang tentunya berpotensi menambah volume kendaraan yang lewat di jalan tersebut tiap harinya.

Saya pun nggak pengin sekadar menyalahkan dan menuduh pemerintah nggak becus dalam menangani hal semacam ini, tetapi saya pribadi sebagai orang yang nggak begitu paham soal konstruksi lebih mempertanyakan apakah ada solusi yang lebih efisien dibandingkan harus menambal jalan berlubang secara terus menerus. Sebab, kebanyakan teman saya pun juga merasakan hal yang sama terkait permasalahan ini dan memang permasalahan serupa juga terjadi di jalan lain seperti ringroad (kalau di Yogyakarta) khususnya pada jalur motor.

Hal serupa tentunya juga terjadi di banyak wilayah selain di kota tempat saya tinggal. Saya juga yakin bahwa banyak orang merasakan bahwa ada jalan yang seringkali berlubang walaupun belum lama diperbaiki. Solusi untuk jalan berlubang yang dilakukan selama ini adalah menambal lubang tersebut dengan aspal.

Setiap dilakukan perbaikan jalan berupa penambalan lubang yang memerlukan waktu sekitar tiga sampai lima hari, jalan tersebut bisa kembali rusak hanya dalam kurun waktu satu hari apabila terjadi hujan lebat dan hal seperti itu sudah sering terjadi berdasarkan pengamatan saya.

Saya paham bahwa kondisi cuaca seperti hujan dan faktor volume kendaraan yang terlalu berat memang bisa menyebabkan jalan menjadi lebih rentan untuk rusak, tetapi apakah memang nggak ada satu formula tertentu mengenai campuran aspal yang bisa menjadikan jalan menjadi lebih awet? Paling nggak bisa awet dan nggak perlu diperbaiki dalam kurun waktu minimal satu tahun.

Jika memang ada, apakah memang anggaran yang dikeluarkan akan jauh lebih mahal daripada melakukan penambalan jalan setidaknya tiga kali dalam setahun? Saya pikir kalau memang lebih mahal sekalipun, perbaikan jalan yang dilakukan secara optimal akan lebih efektif dari segi waktu, tenaga, maupun daya tahan jalan itu sendiri. Memang yang saya katakan terdengar ndakik-ndakik untuk seorang yang nggak paham soal konstruksi, tetapi dari artikel yang saya baca memang ada beberapa faktor yang mendasari suatu jalan bisa menjadi lebih awet.

Jalan raya yang memang menjadi jalan primer akan lebih baik apabila diprioritaskan dari segi kualitasnya. Selain meningkat dari segi keamanan, tentunya kualitas jalan yang baik juga bisa menjadi wajah dari suatu kota bagi wisatawan. Kota dengan kualitas tata kota dan akses jalan yang baik tentunya akan mendapat tempat tersendiri di hati para wisatawan.

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada blio yang telah merancang sebuah jalan ini untuk kepentingan umum dan para pekerja konstruksi yang telah bekerja keras dalam membangun fasilitas jalan raya hingga bisa saya lewati setiap hari, saya tetap berterima kasih dan bersyukur bisa menggunakan fasilitas tersebut.

Akan tetapi, saya merasa perlu mempertanyakan hal ini karena apabila memang dirasa ada sebuah solusi yang lebih efektif untuk memperbaiki jalan agar nggak perlu sampai dilakukan berkali-kali, tentunya hal tersebut akan lebih bermanfaat untuk berbagai pihak dan tentunya akan lebih menghemat anggaran, waktu, maupun tenaga.

BACA JUGA Burjo di Solo Adalah Culture Shock Pertama Saya dan tulisan Muhammad Iqbal Habiburrohim lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.
Exit mobile version