Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Istilah “Adoh Ratu Perek Watu”, Penyebab Orang Malu Menuturkan Bahasa Ngapak

Sri Wulandari oleh Sri Wulandari
15 Juli 2023
A A
Penyakit Orang Ngapak yang Malu Menuturkan Bahasa Ngapak

Penyakit Orang Ngapak yang Malu Menuturkan Bahasa Ngapak (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Dengan populasi yang begitu banyak dan wilayah yang luas, masyarakat Jawa tumbuh dengan ciri khasnya masing-masing. Keragaman budaya di setiap wilayah turut melahirkan keragaman bahasa yang lekat di masyarakat. Beberapa dialek bahasa Jawa yang populer diantaranya adalah bahasa Jawa dialek Jogja-Solo atau yang biasa dikenal sebagai bahasa Jawa “alus”, bahasa Jawa Suroboyoan yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Jawa Timur, dan bahasa ngapak yang lazim digunakan oleh masyarakat eks-Karesidenan Banyumas.

Setiap bahasa berkembang dengan dinamikanya, namun ada yang unik dari bahasa ngapak. Sudah jadi rahasia umum penutur bahasa ngapak cenderung enggan menggunakan bahasanya sendiri jika tidak berada di wilayah Banyumas. Sudah banyak pula yang menyoroti fenomena “malu” berbahasa ngapak melalui berbagai artikel yang berseliweran di berbagai media termasuk beberapa esai tentang bahasa ngapak yang pernah saya baca di Mojok.

Miris memang, melihat sekelompok masyarakat merasa malu dengan bahasanya sendiri. Lalu sebenarnya apa sih yang menyebabkan penutur bahasa ngapak merasa malu?

Bahasa ngapak dianggap kampungan

Salah satu penyebabnya adalah stigma bahasa ngapak sebagai bahasa yang kuno dan kampungan. Anak-anak muda tidak mau berbahasa ngapak karena takut dinilai ndeso dan tidak gaul. Bahkan pernah saya baca komentar “cantik-cantik kok ngapak?” di postingan salah seorang pengguna media sosial yang mengupload konten berbahasa ngapak. Seolah-olah menjadi orang ngapak adalah suatu hal yang salah. Sedikit kelewatan memang.

Tetapi tidak bisa dimungkiri, stigma ini muncul bukan tanpa alasan. Jika menilik latar belakang sejarahnya, wilayah Banyumas pernah berada di bawah pemerintahan Mataram. Namun demikian, lokasi yang cukup jauh dari pusat kerajaan Mataram yang berada di Solo atau Surakarta menjadikan perbedaan budaya yang berkembang. Saking jauhnya, wilayah Banyumas disebut sebagai Mancanegara Kulon oleh penduduk Mataram. Memang secara geografis wilayah Banyumas berada jauh di sebelah barat atau kulon Surakarta.

Adoh ratu, perek watu

Warga Banyumas pun menyadari kondisi ini sehingga muncul istilah “adoh ratu perek watu” yang secara kasar diartikan sebagai jauh dari raja dekat dengan batu. Istilah ini menggambarkan bagaimana penduduk Banyumas hidup jauh dari pusat kekuasaan. Jadi memang benar dahulu wilayah Banyumas merupakan daerah pinggiran, yang maksudnya berada jauh dari pusat pemerintahan. Hal ini kemudian mengakibatkan wilayah Banyumas tidak terlalu banyak terpengaruh segala dinamika perubahan kebudayaan yang terjadi di keraton sebagai pusat pemerintahan.

Perbedaan yang signifikan mulai terjadi saat era pemerintahan Sultan Agung. Saat itu terjadi perkembangan pesat di bidang sastra yang salah satu hasilnya adalah muncul tataran bahasa jawa ngoko-krama. Bahasa jawa “baru” ini disinyalir berkembang di lingkungan keraton yang otomatis berpengaruh ke wilayah di sekitaran keraton.

Wilayah Banyumas yang cukup jauh dari pusat kekuasaan Mataram hampir tidak mendapat pengaruh dari pembaharuan bahasa yang dilakukan Sultan Agung. Jadilah penduduk Banyumas tetap menggunakan bahasa Jawa yang saat ini kita kenal sebagai bahasa ngapak.

Baca Juga:

Jogja Bikin Muak, Purwokerto Bikin Menyesal: Kisah 2 Kota yang Menjadi Korban Jahatnya Romantisme karena Mengaburkan Realita yang Ada

Enaknya Hidup di Kecamatan Kembaran Banyumas: Dekat Kota, tapi Masih Asri dan Banyak Makanan Enak

Tataran bahasa yang baru diperlukan di lingkungan keraton karena di sana ditinggali oleh masyarakat dengan kedudukan sosial yang berbeda. Mulai dari masyarakat biasa, abdi dalem, hingga keluarga kerajaan. Bahasa kromo inggil digunakan untuk menghormati orang dengan kedudukan yang lebih tinggi dan bahasa ngoko digunakan untuk berbicara antar sesama. Hal ini tentu tidak akan terlalu penting bagi penduduk Banyumas. Mereka berada sangat jauh dari raja dan keluarga kerajaan yang harus dijunjung tinggi dan dihormati.

Tak ada yang lebih unggul

Dari sini bisa kita lihat betapa dinamis perkembangan budaya dan bahasa. Tidak ada satu pun bahasa yang lebih unggul atau lebih rendah dari bahasa lainnya. Setiap bahasa termasuk bahasa ngapak lahir dengan latar belakang dan cerita yang sangat berarti, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya. 

Bahasa ngapak berhasil bertahan sebagai saksi sejarah dan kebudayaan di Banyumas sehingga perlu dijaga dan dibanggakan. Bukan tidak mungkin bahasa ngapak akan hilang suatu saat nanti jika penutur terutama generasi mudanya malu menggunakan bahasanya sendiri. Maka penting bagi orang ngapak untuk mengetahui latar belakang sejarah mereka agar semakin tumbuh rasa handarbeni akan bahasanya sendiri. Apalagi bahasa ngapak merupakan sisa peninggalan bahasa jawa pertengahan yang masih lestari hingga saat ini.

Penulis: Sri Wulandari
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Perbedaan Bahasa Ngapak dengan Bahasa Jawa Bandek yang Perlu Diketahui

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 15 Juli 2023 oleh

Tags: adoh ratu perek watubahasa ngapakbanyumasmataramstigma
Sri Wulandari

Sri Wulandari

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung.

ArtikelTerkait

Menyebut Tempe Goreng Tepung sebagai Tempe Mendoan, Seburuk-buruknya Penghinaan! terminal mojok.co

Mendoan Itu Harus Lemes, Bukan Garing!

15 Agustus 2021
Purwokerto, Kota Kecil Rasa Jakarta: Semakin Mahal dan Kekinian padahal Dompet Warganya Pas-pasan

Kelam di Balik Gemerlap Purwokerto: Upah Pekerja di Bawah UMR, Lembur pun Tak Dibayar dengan 1001 Alasan

12 Juni 2025
nasi gandul bukan oseng pepaya mojok

Miskonsepsi Warga Banyumasan tentang Nasi Gandul: Dikira Sayur Daun Pepaya, padahal Bukan

25 Juni 2021
Jalur Hutan Krumput, Penghubung Banyumas-Cilacap yang Melatih Kesabaran dan Menyimpan Misteri

Jalur Hutan Krumput, Penghubung Banyumas-Cilacap yang Melatih Kesabaran dan Menyimpan Misteri

2 Oktober 2023
5 Alasan Orang Banyumas Susah Bikin Move On terminal mojok.co

5 Alasan Orang Banyumas Susah Bikin Move On

1 Juli 2023
Purwokerto Adalah Daerah yang Paling Susah Didefinisikan (Pexels)

Purwokerto Adalah Daerah Paling Aneh karena Bukan Kota, Kurang Pas Disebut Kabupaten, Apalagi Menjadi Kecamatan. Maunya Apa, sih?

15 Januari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

5 Alasan Danau UPN Veteran Jatim Adalah Tempat Nongkrong Paling Romantis Sekaligus Paling Mlarat

2 Desember 2025
Ketika Warga Sleman Dihantui Jalan Rusak dan Trotoar Berbahaya (Unsplash)

Boleh Saja Menata Ulang Pedestrian, tapi Pemerintah Sleman Jangan Lupakan Jalan Rusak dan Trotoar Tidak Layak yang Membahayakan Warganya

3 Desember 2025
Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.