Udara hari-hari ini begitu panas. Anomali cuaca yang memuakkan ini bikin hidup makin tak menyenangkan. Dan panasnya udara hari-hari ini diperparah dengan persaingan capres yang mulai menggila. Tapi ada satu tokoh yang tak tersengat panas, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono, yang biasa kita panggil AHY.
Belakangan, entah kenapa, AHY tak sevokal dulu. kita tahu, ia tergabung di “poros ketiga”, dan masa-masa ini, harusnya, dia bisa lebih vokal. Tapi, suaranya entah menguap ke mana.
Saya melihat, setelah pindah koalisi yang pro pemerintah AHY tidak terdengar lagi kritik tajamnya. Tapi, itu sudah urusan lain. Politik memang amat cair. Kalau memandangnya masih putih-hitam, selamat, Anda baru saja membodohi diri sendiri.
Ketika masa pemerintahan Jokowi mendekati ujung, nama AHY santer terdengar sebagai calon cawapres, mendampingi Anies Baswedan. Tapi, cairnya politik bikin sesuatu yang terlihat set in stone bisa saja berubah. Seperti yang kita tahu, akhirnya Cak Imin lah yang menjadi pendamping Anies. Tentu saja ini bisa dibilang pukulan yang besar untuk Demokrat. Partai yang “biasanya menang”, akhirnya tak menjadi yang paling depan.
Tentu ini sulit untuk AHY. Tak bisa dimungkiri, dia dihantui kesuksesan ayahnya, dan banyak yang berharap padanya. Tapi, bisa apa jika seperti ini yang terjadi?
Baca halaman selanjutnya