Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Film

#InstantReview: ‘Bumi Manusia’ (2019) Sutradara Hanung Bramantyo

Ardyan M. Erlangga oleh Ardyan M. Erlangga
21 Agustus 2019
A A
film hanung

film hanung

Share on FacebookShare on Twitter

Sha Ine Febriyanti berhasil menjadi Ontosoroh. Darsam mencuri perhatian. Pemeran Annelies bersinar menjelang klimaks. Minke masih terasa Iqbaal di sana-sini.

Poin plusnya, tiga jam durasi tidak pernah terasa kepanjangan.

Pola dramatisasinya ’Hanung banget’—warna prop dan kostum harus mencolok, emosi karakter disorot lewat medium shot dan fokus pada wajah (terutama saat mereka berteriak/mengucapkan dialog penting), serta selalu ada gerak lambat menggambarkan kerusuhan/kerumunan manusia.

Ada pilihan kreatif tim Falcon yang mengganggu. Misalnya sisipan lagu ‘Ibu Pertiwi’ yang bikin emosi atau adegan seks yang kikuk seperti di novelnya. Padahal dibikin lebih passionate gapapa juga kali. Klasifikasinya toh untuk dewasa.

Tiap adegan pengadilan terasa buru-buru. Selain itu rasanya penonton yang tidak sigap (atau belum membaca novelnya), bakal bingung memahami substansi kasus yang menyeret Minke dan keluarga Mellema ke hadapan majelis hakim, karena gerak plot demikian gegas.

Kentara sekali Hanung berupaya menghasilkan versi penyederhanaan (simplified) ‘Bumi Manusia’. Saya ingat tugas awal kuliah dulu, dosen mengizinkan kami membaca versi simplified novel-novel kanon macam ‘Wuthering height, ‘A Tale of Two Cities’, sampai ‘The Scarlet Letter’. Dosen tahu kemampuan bahasa kami masih minim, jadi novel asli baru diwajibkan setelah tahun kedua kuliah.

Novel simplified biasanya mempertahankan gagasan utama, minim kalimat majemuk bertingkat, subplot hilang, dan deskripsi rumit dipangkas. Target pembacanya anak atau remaja, supaya mereka tak gentar membaca sastra yang terlanjur dikanonkan.

Namanya juga penyederhanaan, pasti butuh pengorbanan. Saya penginnya ada porsi lebih transformasi Sanikem menjadi Ontosoroh (karena itu bagian yang paling saya sukai, sekaligus rasanya paling filmis, dari ‘Bumi Manusia’). Harapan itu tak kesampaian.

Baca Juga:

3 Rekomendasi Film Indonesia yang Relevan dengan Hiruk Pikuk Negara Saat Ini

Film Jumbo Adalah Anomali, Akankah Jadi Tren Baru Dunia Perfilman Indonesia?

Andai lanjutan tetralogi ikut difilmkan, saya berharap subplot Surati anak Sastro Kassier digarap serius. Perjalanan hidup Surati yang tertular cacar demi merebut kembali harga dirinya adalah salah satu cerita sampingan terbaik sepanjang karir Mbah Pram.

Jika target Falcon menggaet fans Iqbaal sekaligus memperkenalkan gagasan Pram dalam novel pembuka Tetralogi Buru pada awam, poin itu memang tercapai. Di Depok, saya nonton bareng banyak anak SMA.

Cewek sebelah saya hingga separuh film konsisten tanya ke pacarnya, “gundik apaan dah?”, sementara si cowoknya blo’on juga, geleng-geleng doang. Gatel pen nyeletuk. Tapi mereka tidak pernah tertidur lho, menangis jelang klimaks, bahkan tepuk tangan usai kredit muncul di layar. Saya kemudian tersadar, sebanyak-banyaknya pembaca Pram, yang belum terpapar karyanya jauh lebih banyak.

Saya rasa, film ini tidak sekeji itu mereduksi ‘Bumi Manusia’ jadi cinta-cintaan remaja belaka, sebagaimana dikhawatirkan banyak orang. Debat makna menjadi modern muncul sesekali, sementara politik bahasa dan rasisme sistem kolonial jadi konflik utama.

Tersemainya ide nasionalisme di kepala Minke turut disinggung. Saya mengapresiasi keputusan Hanung dan Salman Aristo mempertegas bahwa ‘nama asli’ Minke adalah ‘Tirto Adhie’; sehingga penonton awam yang belum pernah membaca buku Pram tertarik melacak kiprah ‘sang pemula’ itu.

Berbekal strategi simplified tadi, Hanung memosisikan filmnya sebagai gerbang awal—mempersilakan penonton awam membaca tetralogi jika ingin memperoleh konteks, nuansa, dan gagasan Pram lebih lengkap. Plus, film ini hendak merespons persoalan identitas di Indonesia kiwari.

Sekian pendekatan Hanung itu tidak akan termaafkan 50 persen pembaca setia karya-karya Pram. Jika ambisi film ini adalah diterima sekira 15 persen penggemar Tetralogi Buru yang masih mau menonton dengan ekspektasi terjaga, seperti disampaikan Hanung dalam wawancara menarik bersama Warning Magz, harapan kecil itu tentu saja tercapai.

Catatan: Tulisan ini dimuat ulang dari status Facebook penulis.(*)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 31 Januari 2022 oleh

Tags: bumi manusiaFilm Indonesiahanung bramantyominke
Ardyan M. Erlangga

Ardyan M. Erlangga

ArtikelTerkait

40 Film Indonesia Favorit dalam Satu Dekade

3 Film Indonesia yang Dipuji di Festival Film Internasional, tapi Kalah Tenar di Dalam Negeri

27 Agustus 2021
Sewu Dino: Kenapa Film Indonesia (Terkesan) Alergi Pakai Bahasa Daerah yang Utuh? (Pixabay.com)

Sewu Dino: Kenapa Film Indonesia (Terkesan) Alergi Pakai Bahasa Daerah yang Utuh?

3 April 2023
jakarta selatan

Here’s Bumi Manusia for Millenials Jakarta Selatan

19 Agustus 2019
bupati klaten

Begini Jadinya Jika Kisah Heroik Bupati Klaten Difilmkan

3 Mei 2020
Realitas Film Indonesia

Realitas Film Indonesia

2 Mei 2019
3 Orang yang Sebaiknya Nggak Nonton Film Pengabdi Setan 2 Communion Terminal Mojok

3 Orang yang Sebaiknya Nggak Nonton Film Pengabdi Setan 2: Communion

6 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba! (Pixabay)

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba!

18 Desember 2025
Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

Opel Blazer, Motuba Nyaman yang Bikin Penumpang Ketiduran di Jok Belakang

23 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025
Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

Jalur Wlingi-Karangkates, Penghubung Blitar dan Malang yang Indah tapi Mengancam Nyawa Pengguna Jalan

17 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.