Sejatinya, masyarakat pada era modern saat ini sudah tidak asing lagi menggunakan media sosial entah untuk berkomunikasi dengan kerabat jauh atau dengan orang-orang baru dari berbagai belahan dunia. Di Indonesia sendiri, pengguna media sosial kian tahun kian meningkat dari berbagai platform yang tersedia seperti Facebook, WhatsApp, Line, Snapchat serta dua platform yang masih menjadi primadona yaitu Instagram dan Twitter.
Dari laporan berjudul Essential Insights Into Internet, Social Media, Mobile and E-Commerce Use Around The World tanggal 30 Januari 2018, dari total populasi Indonesia sebanyak 265,4 juta jiwa, pengguna aktif medsos mencapai 180 juta dengan penetrasi 49%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia senang untuk terlihat lebih ekspresif dalam dunia maya, namun masih terlihat adanya perbedaan yang signifikan dari para pengguna medsos dalam menyikapi dunia maya tersebut terlebih pada dua platform raksasa yang masih digandrungi masyarakat khususnya remaja-remaja pada saat ini. Instagram dan Twitter, mana dari kedua platform tersebut yang penggunanya lebih pintar?
Dalam ranah Instagram, remaja mulai dari usia sekolah, mahasiswa hingga ibu-ibu serta bapak-bapak yang trendy, saling berlomba mengunggah potret diri atau dengan kawan-kawan sepermainannya demi mendapat sorotan publik (like dan comment) terbanyak. Tak jarang mereka pun giat merekam bagaimana aktivitas kehidupannya yang begitu menyenangkan melalui fitur Instagram Story.
Informasi yang di dapat dari berbagai negara pun lebih cepat masuk dan lebih mudah dilihat ketimbang platform lain yang notabene sudah hampir ditinggalkan. Dari hasil survei WeAreSocial.net dan Hootsuite, Instagram merupakan platform medsos dengan total pengguna mencapai angka 800 juta pada Januari 2018. Instagram memang platform pengunggah foto yang terbilang elegan dan selalu ter-update sehingga tentu saja pada era ini masyarakat dari berbagai lapisan pasti memiliki satu akun Instagram.
Berbeda dengan ranah Twitter, mungkin remaja-remaja di era milenial sudah tidak asing lagi dengan salah satu platform jadul ini. Sama seperti Facebook yang dahulu berjaya pada masanya, Twitter pun sudah berjaya pada tahun 2010 hingga 2014, namun kini Twitter mulai banyak diakses kembali walau tidak se-ramai dahulu. Twitter kini cenderung digunakan untuk membuat ulasan-ulasan panjang yang menarik, mereka menyebutnya Thread.
Twitter yang dahulu hanya menyediakan 140 karakter pun kini sudah bisa membuat ciutan dengan panjang batas maksimal 280 karakter bahkan dapat menyambungkan tweet-tweet nya, sehingga warganet bisa menumpahkan keluh kesahnya alias curhatannya. Lantas bila ditanya tempat ternyaman mana bagimu untuk curhat panjang kali lebar tetapi tidak mudah diketahui oleh lingkungan yang kamu kenal? Maka jawabannya adalah Twitter.
Dari sebuah laporan yang ditujukan pada para pemegang saham, Twitter menyebutkan ada 126 juta pengguna aktif setiap harinya selama kuartal empat 2018 lalu. Platform jadul yang satu ini akan selalu ter-upgrade dari tahun ke tahun.
Saatnya menentukan manakah yang lebih baik? Dunia Instagram sendiri memiliki julukan “anak-anak borjuis” karena remaja-remaja millenial giat memperlihatkan bagaimana glamornya aktifitas yang sedang mereka jalani. Tak jarang mereka yang sebenarnya dalam kehidupan nyata tidak begitu glamor, mereka mempunyai cara tersendiri untuk menunjukkan bahwa ia dapat pergi ke mana saja, bergaul seperti anak muda lainnya dan mengikuti tren yang kekinian.
Berbeda dengan dunia Twitter, dimana para penghuni Twitter lebih senang untuk menjadi diri sendiri sehingga julukan “kentang” atau dalam artian penampilan yang tidak menarik (cantik atau tampan) dalam dunia maya satu ini sudah menjadi hal biasa. Julukan mereka pun berbanding terbalik dengan Instagram yaitu “sobat missqueen”. Namun ada pula penghuni Twitter yang hanya mengaku-ngaku dirinya seperti “kentang” ternyata dalam kehidupan nyata ia berpenampilan menarik dan bukanlah seorang “sobat missqueen”.
Betapa lucunya ketika para netizen dari kedua platform ini saling menyerang satu sama lain memperlihatkan diri mana yang lebih baik. Terkadang jika kita temukan seseorang yang terlihat seperti orang-orang gaul berkeliaran di Twitter dengan memamerkan wajahnya, netizen dari ranah Twitter akan menghujatnya dan menyuruhnya untuk kembali ke dunia Instagram. Dan ada juga mereka yang hanya mengunggah quotes-quotes dan kejenakaan tertentu akan dihujat kembali dan disuruh untuk pulang ke dunia Twitter. Orang-orang dari ranah dua platform ini saling menghujat dan membanggakan masing-masing platform yang selalu mereka gunakan.
Tetapi tidak separah itu, ketika ada suatu kasus yang sangat viral terjadi seperti kasus Justice For Audrey, warganet yang berasal dari dua platform tersebut saling merangkul dalam menegakkan keadilan untuk Audrey. Menyerang pelaku yang tengah mengunggah boomerang Instagram dengan tanpa rasa bersalah, tertawa dan menganggap hal yang Audrey alami adalah hal biasa. Hujatan demi hujatan pelaku terima dari netizen berbeda dunia ini. Walau pernah saling menyerang, kekompakkan antara netizen dari dua platform ini takkan pernah terhenti demi menegakkan suatu kebenaran dan dalam menyebarluaskan informasi apa yang tengah terjadi khususnya di bumi pertiwi ini. Walaupun pada akhirnya, Justice For Audrey menjadi sebuah prank bagi mereka. Tetapi, sudah terlihat kan bagaimana kompaknya netizen Indonesia?
Tentu dengan adanya perbedaan, manusia akan dapat menghargai indahnya toleransi antar netizen dari platform yang berbeda. Sebagai warganet, kita perlu memahami literasi media yang baik sehingga dapat menggunakan media sosial sebagaimana mestinya dan sebijak-bijaknya. Antara Instagram dan Twitter, kembali kepada diri masing-masing, apakah sudah bijak dalam menggunakan media tersebut atau belum?