Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Insiden Anak Minta Warisan dan Pentingnya Kesiapan Saat Memutuskan Punya Anak

Bachtiar Mutaqin oleh Bachtiar Mutaqin
2 Agustus 2021
A A
warisan balas budi kepada orang tua mojok

balas budi kepada orang tua mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Rasa-rasanya saya belum yakin apakah dimampukan untuk memberikan warisan berupa harta dunia dalam jumlah yang banyak untuk anak saya.

Tempo hari usai makan malam anak pertama saya yang masih TK bertanya ke Ibunya, “Bu, nanti sebelum kamu meninggal, aku bakalan dikasih apa?”

Saya yang sedang khusyuk minum teh pun jadi tersedak mendengar pertanyaan yang sangat tidak terduga tersebut. Saya menatap istri dan responnya sudah dapat ditebak. Kaget dan diam. Saya sih menduga batinnya sedang terkoyak. Kalau ini adalah salah satu adegan sinetron, kamera sudah pindah fokus ke wajah istri dan samar-samar terdengar suaranya, “Asem ik, cah cilik minta warisan”. Hahaha.

Beberapa saat kemudian suara istri yang lemah lembut memecah keheningan di meja makan kami, “Memangnya kamu tau dari mana kalau orang mau meninggal harus ngasih sesuatu?”

Anak saya segera mengambil salah satu buku di ruang baca dan kemudian dia berkata, “Ini lho, rajanya ngasih emas permata kepada anak-anaknya sebelum dia meninggal”.

Alhamdulillah, batin saya. Bisa repot dan panjang urusannya nanti kalau istri mengira pertanyaan barusan adalah akal-akalan saya. Lagian tanya hal begituan kok yo dalam situasu situasi yang sangat embuh seperti sekarang ini to, Nduk. Bapak Ibumu kan jadi mak-deg kaget. Huft.

Situasi di meja makan kami akhirnya membawa ingatan saya pada salah satu episode dalam serial The Simpsons. Saat itu Homer Simpson sedang berdiskusi dengan anak lelakinya, Bart Simpson. Homer berkata kepada Bart, “Son, if you really want something in this life, you have to work for it. Now quiet! They’re about to announce the lottery numbers”.

Ingin rasanya saya mengucapkan kalimat yang sama kepada Si Sulung. Tapi, takutnya nanti dijawab lagi oleh dia, “Ya tapi kan aku ndak minta dilahirkan. Bapak Ibu harus tanggung jawab dengan amanah yang diberikan Tuhan dong! Lagian hidup ini kan cuma perkara memilih dan mengambil keputusan. Kalian sudah memutuskan untuk punya anak, tanggung jawab dengan segala risikonya dong!” Terus dia buat utas di Twitter, di-retweet sama so-called influencer njuk jadi viral. Blaik…

Baca Juga:

Mindfulness Parenting Mengajari Saya untuk Tidak Menurunkan Trauma kepada Anak Masa Depan Saya

4 Hal Menyebalkan yang Membuat Ibu-ibu Kapok Pergi ke Posyandu

Tapi memang benar, sedari awal menikah, keputusan kami untuk mempunyai anak merupakan hasil kesepakatan bersama dan dengan kesadaran penuh akan segala konsekuensinya. Tentu saja karena kami menyadari bahwa proses merawat dan mendidik anak adalah kegiatan pembelajaran yang tidak ada hentinya.

Fujiko F. Fujio melalui Doraemon juga pernah menulis bahwa “membuat” manusia itu merepotkan. Kalau sudah jadi, ada kewajiban untuk memberi kebahagiaan dan orang tua harus bertanggung jawab seumur hidupnya.

Tentu saja apa yang disampaikan oleh Fujiko lewat perantara Nobita dalam panel buatannya adalah salah satu alasan kenapa ada beberapa pasangan yang memutuskan untuk menunda atau tidak segera punya anak. Dan itu nggak masalah karena setiap orang tentu punya pertimbangannya sendiri.

Masih ingat toh akan kisah Mas Raphael Samuel? Seorang pebisnis yang tinggal di Mumbai, India.

Pada 2019, dia pernah berencana menuntut keluarganya lewat jalur hukum karena menganggap Ibunya telah melahirkan dirinya tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Kasus ini pada akhirnya tidak dapat diproses karena nggak ada pengacara yang bersedia mewakili Mas Samuel di pengadilan. Meskipun demikian, media sudah menyoroti hal tersebut dan Mas Samuel sukses menyampaikan apa yang selama ini dia yakini tentang anti-natalisme.

Saya dan istri bukan termasuk penganut anti-natalisme, bukan pula pengikut aliran menikah-harus-punya-anak (dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya). Ya posisinya di tengah-tengah saja lah. Moderat.

Bagi kami, perkara mempunyai anak atau tidak adalah urusan internal dan sudah masuk ke ranah privat masing-masing keluarga. Bukan urusan kami dan nggak mau bertindak sebagai agen promosi juga. Emangnya kalau kami manas-manasin kenalan yang baru nikah untuk segera punya anak njuk segala biaya yang mungkin timbul bakalan kami bayari? Lak ya ndak to? Mikir keluarga sendiri saja sudah mumet. Lha gimana, tiga miliar per anak je…

Menurut kami, yang selama ini sering menjadi masalah adalah naluri untuk mendapatkan keturunan ini kemudian dinormalisasi, bahkan pada beberapa kasus diglorifikasi, sehingga berakhir sebagai suatu tekanan sosial di masyarakat. Seolah-olah pasangan yang sudah menikah kemudian tidak segera punya anak adalah kesalahan besar. Padahal kita nggak pernah tahu ada kisah dan alasan apa di balik semua itu.

Di sisi lain, pada beberapa kasus di keluarga dengan banyak anak, sebenarnya mereka sudah menyampaikan kalau tidak ingin punya anak, atau misalnya sudah cukup dengan tiga anak saja. Akan tetapi mereka tidak memahami bagaimana kiat-kiat yang tepat untuk mencegah atau menunda kehamilan.

Salah satunya tentu saja terkait dengan hambatan dalam keterbukaan pendidikan seks sedari dini di sekolah. Lha gimana, pada level pengambil kebijakan masih terbawa wacana dari kelompok tertentu yang melihat pendidikan seks hanya sekadar isu moral belaka, bukan sebagai kebutuhan utama.

Saya jadi teringat sebuah kisah yang sudah melegenda. Jadi dalam suatu pertemuan desa, seorang penyuluh program Keluarga Berencana memperagakan cara menggunakan kondom dengan jempolnya. Satu tahun berlalu ada seseorang yang mendatanginya dan protes, kenapa kok istrinya masih hamil padahal tiap kali berhubungan intim sudah menggunakan kondom. Ternyata selama ini Si Suami benar-benar mencontoh apa yang disampaikan oleh Si Penyuluh dahulu: memakai kondom pada jempol.

***

Sebagai pasangan yang memutuskan untuk mempunyai anak, maka tugas kami sebagai orang tua salah satunya adalah mendidik dengan cinta dan membahagiakan mereka tanpa mengharapkan balasan. Termasuk menyiapkan segala sesuatunya untuk masa depan mereka.

Pertanyaan anak sulung saya tadi pun sempat membuat ngelu, apakah cara membahagiakan mereka adalah dengan menyiapkan warisan berupa harta dunia yang melimpah? Nggak mungkin dong berharap sepenuhnya ke masyarakat? Edan po?

Masalahnya, rasa-rasanya saya belum yakin apakah dimampukan untuk memberikan warisan berupa harta dunia dalam jumlah yang banyak untuk mereka. Selama ini yang dapat kami berikan baru dalam bentuk kesan dan pengalaman. Yah, mudah-mudahan masih ada kesempatan bagi saya dan istri untuk menyusun rangkaian kisah yang indah, tidak perlu megah, tapi layak untuk dikenang dan ditancapkan dalam ingatan mereka sebagai warisan.

BACA JUGA Plis Deh, Salah Sebut Singkatan SD sebagai Tamparan Pendidikan Itu Terlalu Berlebihan dan tulisan Bachtiar Mutaqin lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 27 September 2021 oleh

Tags: AnakGaya Hidup TerminalkeputusankesadarankesepakatanParentingwarisan
Bachtiar Mutaqin

Bachtiar Mutaqin

Bapak-bapak yang malas mandi.

ArtikelTerkait

Level Prestisius Anak 2000-an Dilihat dari Jenis Koleksi Kertas Binder Mereka terminal mojok.co

Level Prestisius Anak 2000-an Dilihat dari Jenis Koleksi Kertas Binder Mereka

23 Juli 2021
rekomendasi warkop untuk warga kediri fast bar skripsian di coffee shop home brewer kopi cafe kafe coffee shop mojok

5 Rekomendasi Warkop untuk Warga Kediri

2 Juli 2021
Alasan Paling Mashok yang Perlu Dipertimbangkan untuk Nggak Beli Barang Branded dan Mahal terminal mojok

Alasan Paling Mashok yang Perlu Dipertimbangkan untuk Nggak Beli Barang Branded dan Mahal

9 Juni 2021
3 Jenis Orang yang Bikin Saya Malas Belanja di Supermarket terminal mojok

3 Jenis Orang yang Bikin Saya Malas Belanja di Supermarket

15 Juni 2021
Tips Jual Barang Bekas biar Lakunya Pas terminal mojok.co

Tips Jual Barang Bekas biar Lakunya Pas

3 Agustus 2021
Marlboro Kretek Itu Sebenarnya Enak, meskipun Tembakaunya Kadang Nggak Merata dan Kurang Padat terminal mojok

Marlboro Kretek Itu Sebenarnya Enak, meskipun Tembakaunya Kadang Nggak Merata dan Kurang Padat

18 Juni 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

Culture Shock Orang Lamongan Menikah dengan Orang Mojokerto: Istri Nggak Suka Ikan, Saya Bingung Lihat Dia Makan Rujak Pakai Nasi

2 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

3 Sisi Lain Grobogan yang Nggak Banyak Orang Tahu

4 Desember 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.