Di Indonesia, ada beragam ajang pencarian bakat. Dalam ajang tersebut, sudah tentu ada peserta yang bakal tereliminasi. Nah, di antara acara semacam itu, ada yang menentukan peserta yang dieliminasi berdasarkan keputusan juri. Ada juga yang menggunakan sistem polling SMS atau sejenisnya untuk menentukan peserta yang dieliminasi.
Menurut pandangan saya, proses mengeliminasi peserta sebaiknya hanya dilakukan oleh juri-juri yang benar-benar kompeten. Bukan berdasarkan polling SMS. Sebab, menggunakan sistem polling SMS justru membuat proses eliminasi menjadi nggak objektif. Lalu, mengapa demikian?
#1 Adanya semangat kedaerahan yang kuat
Seumpama ada acara kompetisi stand up comedy yang menggunakan sistem polling SMS untuk menentukan peserta yang akan dieliminasi. Di antara para peserta, misalnya ada peserta asal Kepulauan Bangka Belitung yang sukses mengocok perut para penonton dan mengundang decak kagum juri. Misalnya juga ada peserta asal Jawa Barat yang nggak begitu sukses mengocok perut penonton, lalu dikritik tajam oleh para juri.
Nah, meski peserta asal Kepulauan Bangka Belitung tampil lebih baik dari peserta asal Jawa Barat, tetap saja peserta asal Kepulauan Bangka Belitung nggak akan bisa lolos. Sebab, penduduk Bangka Belitung nggak sebanyak penduduk Provinsi Jawa Barat. Penduduk Kepulauan Bangka Belitung berjumlah sekitar 1,4 juta. Sedangkan penduduk Jawa Barat berjumlah sekitar 49 juta.
Seharusnya dalam proses eliminasi dengan sistem polling SMS, penonton memilih peserta murni berdasarkan kemampuannya, bukan berdasarkan asal daerahnya. Sayang kan kalau ada peserta yang bagus, tapi harus pulang hanya karena kurang pemilih.
Saya juga sebetulnya nggak sreg dengan perkataan peserta yang meminta penduduk asal peserta ini untuk memilihnya pada polling SMS. Biasanya, dalam acara pencarian bakat yang menggunakan sistem polling SMS, peserta mengucapkan demikian.
Contohnya, ada peserta yang berasal yang Bandung. Biasanya, peserta ini berkata, “Ayo semua warga Bandung dan semua Jawa Barat, jangan lupa pilih saya.” Nah, gimana kalau ada peserta yang berasal dari provinsi atau daerah yang jumlah penduduknya sedikit? Sekali lagi, seharusnya penonton memilih peserta murni berdasarkan karena kemampuannya. Bukan berdasarkan asal daerahnya.
#2 Ada hal-hal lain yang disukai penonton dari peserta
Seumpama ada ajang kompetisi menyanyi menggunakan polling SMS untuk menentukan peserta yang akan dieliminasi. Di antara para peserta, ada seorang peserta yang punya wajah ganteng sekali, tapi kemampuan menyanyinya pas-pasan. Seumpama juga ada peserta yang kemampuan menyanyinya bagus, tapi wajahnya nggak begitu ganteng.
Nah, bukan nggak mungkin, peserta yang ganteng tapi kemampuan menyanyinya pas-pasan akan lolos dari eliminasi. Sedangkan peserta yang kemampuan nyanyInya bagus tapi wajahnya nggak ganteng akan tereliminasi.
Peserta yang ganteng ini lolos bukan karena kemampuannya menyanyi, tapi karena wajah gantengnya. Dengan kata lain, para penonton, khususnya kaum hawa, memilihnya pada poliing SMS bukan karena kemampuan menyanyinya, melainkan karena wajah gantengnya. Acara kompetisi menyanyi bertujuan untuk menghasilkan penyanyi hebat, bukan untuk mencari cowok ganteng.
Itulah alasan kenapa acara pencarian bakat sebetulnya nggak cocok menggunakan sistem polling SMS atau sejenisnya. Sekali lagi, menggunakan polling SMS menjadikan proses eliminasi malah menjadi nggak objektif. Kalau proses eliminasi benar-benar ingin objektif, memang harus dilakukan oleh juri-juri yang kompeten. Bila ada peserta yang menjadi juara ajang pencarian bakat karena pollling SMS, kualitas juaranya seharusnya kita pertanyakan, bahkan kita ragukan.
BACA JUGA Menelususi Acara Pencarian Bakat yang Paling Sukses di Indonesia dan tulisan Rahadian lainnya.