Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Gunung Kidul Saat Disambut Ulat Jati

Wiyono Agung Sutanto oleh Wiyono Agung Sutanto
23 Mei 2019
A A
ulat jati gunung kidul

ulat jati gunung kidul

Share on FacebookShare on Twitter

Gunung Kidul kaya akan kearifan lokal—termasuk diantaranya berburu ulat jati. Karena daerah kapur adalah lahan subur untuk tumbuhnya hutan jati. Termasuk adanya ulat yang hidup berdampingan dengan pohon ini. Hal ini menjadi daya tarik dan keunikan tersendiri bagi daerah ini.

Daun jati itu  menjadi hidangan lezat ulat-ulat jati. Layaknya  pesta gratisan saat pembukaan kuliner di kotaku kemarin. Daun  itu  dengan cepatnya disantap  ulat—yang  jumlahnya hingga mencapai jutaan—hingga tak bersisa sama sekali dan habis tinggal  tangkai dan ranting pohon.

Tampak kotorannya berserakan di tanah. Korban kerakusannya  saat menggantas dedaunan jati. Bahkan hingga area yang luas  di sepanjang ladang dan tepian desa. Daun itu jadi bolong -bolong tinggal kerangka daunnya. Pertanda telah dihabiskan ulat ini. Bahkan sepohon itu yang tak ada sisa sama sekali.

***

Habisnya dedaunan sebagai stok makanan ulat-ulat itu yang segera meninggalkan pohon jati dan mencari persinggahan  di tanah—turun menggunakan sulur yang mirip  laba-laba. Inilah pemandangan yang membuat jijik bagi warga desa,

Ribuan ulat  jati itu  turun ke bumi untuk mencari tempat bertapa. Ulat itu akan mengubah rupa  yang nantinya  jadi kupu-kupu cantik. Menurut Mbah Lami proses ini adalah bagian metamorfosis yang dalam perjalanannya banyak rintangan.

Dalam perjalanan ini ada yang  menghentikan lajunya. Termasuk ulah tangan manusia  saat mendekati diri. Karena  jijik dan risih menempel di badan, maka banyak warga yang segera memencet ulat-ulat itu hingga mati.

Alasannya jijik. Sebagaimana  yang dialami keponakan Mbah Lami dari kota Klaten. Baginya hal ini adalah pemandangan yang membuat gilo alias ngeri karena jijik. Dalam pikirannya terselip rasa takut dan geli hingga campur jadi satu.

Baca Juga:

3 Kuliner Blora yang Eksotis, tapi Malah Jarang Masuk Daftar Kuliner Buruan Wisatawan

3 Hama Perusak Tanaman yang Bisa Jadi Ladang Cuan di Gunungkidul

“Hiiiiii…” jerit beberapa warga yang merasa geli.

Rasa jijik itu menyeruak saat  melintasi jalan kampung Sambeng—yang saat dikunjungi di sini sedang banyak tumbuh jatinya dan bergelantungan ulat warna hitam di sepanjang jalan.  Rasanya kian tak nyaman saat sampai di rumah saudaranya yang dikerubuti ulat ini—tahu-tahu malah nempel di kepalanya.

“Pada pating glantung!”

Warga luar daerah mengatakan kengerian melihat peristiwa ini.

“Ora popo.”

Warga setempat menenangkan karena melihat  anak perempuannya takut. Termasuk melihat ulat itu pada menempel di dinding.

“Ma, itu! Ma, itu!”

Rupanya kian tak nyaman saja.

Ada lagi ketika warga bermotor dan menerjang gelantungan ulat yang di jalan.

“Awas! Awas itu!”

Ia  menjerit menghindari gelantungan ulat.

Mbah Lami memberikan pemahaman kepada cucu-cucunya itu.

“Mereka itu akan cari tempat bertapa.”

“Kok begitu to Mbah?”

“Lha iya untuk merubah dirinya agar berubah wujud jadi cantik. Seekor kupu-kupu yang menawan hati nantinya.”

***

Ulat-ulat itu seringkali berjalan mendekati kerumunan orang duduk. Termasuk siang itu ketika ada yang sedang mengadakan arisan trah. Bagi keluarga di Sambeng pemandangan ini sudah bukan hal yang aneh.

“Bagi warga di sini merupakan  berkah besar.”

Setiap musim ulat merupakan panen keuntungan. Soalnya bila hewan itu sudah berbentuk kepompong atau enthung akan bernilai puluhan ribu.

Di samping itu juga yang melihat santapan  lezat. Warga memburu ulat itu—mereka diburu hingga habis. Hal ini dilakukan warga setempat yang berada di sekitar tempat tumbuhnya jati.

“Harganya 75 ribu rupiah perkilonya. Malah kadang pada awalnya nimbus 100-an ribu lebih.”

Seorang ibu yang gemar cari enthung bahkan rela tinggalkan pekerjaan ke ladang atau ke pasar. Jalaran saat musim ini adalah sebagai masa menambang uang.

Bahkan pagi ini saat ke Kantor Pos bertemu warga Jambu yang kirim paket.

“Ini isinya apa, Mbak?” pak Pos bertanya kepada nasabah.

“Enthung, Pak.”

“Dikirim ke mana?”

“Bogor, Pak.”

“Harga?”

“Dua ratus ribu.”

Terlihat bahwa ini adalah sebuah harga yang menjanjikan—bahkan mampu menarik perhatian warga. Dari kerja di ladang beralih ke perburuan enthung. Tak jarang mengangkat tempat ulat itu membentuk kepompong. Dibawa pulang dan disisir per daun untuk dicari kepompongnya.

Ulat itu senantiasa mencari tempat yang nyaman. Bagi para pencari yang sudah paham mereka mudah saja mencari tempat tujuan yang banyak ulatnya, yaitu di bawah pohon jati yang bertumpuk daun-daun kering yang rontok sebelum musim ulat.

“Dibawa pulang saja sampah itu,” seorang warga memberikan ide.

Daun di ladang itu diambil dimasukkan karung. Sampai rumah tinggal dibongkar. Mbah Jo bisa menjumputi entung sambil duduk di rumah dan sambil wedangan.

Rumah jadi tempat nyaman bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Tapi seringkali para lansia ini juga tak mau ketinggalan pada ikutan mencari ulat. Beliau-beliau ini biasanya mencari di tempat yang nyaman dan bila hujan pun tetap bisa mendapatkan banyak hasil.

Kepompong itu telah menempel di sela daun kering. Mereka mencari-cari di tiap daunnya ditemukan sampai puluhan enthung—layaknya berburu emas. Dicari dengan mengorek di sela daun itu. Baginya ini adalah  sumber penghasilan dan bahan makanan istimewa.

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: Gunung KidulHamaMusim KemarauUlat Jati
Wiyono Agung Sutanto

Wiyono Agung Sutanto

ArtikelTerkait

4 Candi di Gunungkidul yang Perlu Dikunjungi Mahasiswa Sejarah Terminal Mojok semanu

Derita Tinggal di Bawah Kaki Bukit Semanu Gunungkidul: Jalan Gelap, Penuh Lubang, dan Ulat Jati Bergelantungan

11 April 2023
3 Kuliner Blora yang Eksotis, tapi Jarang Diburu Wisatawan (Unsplash)

3 Kuliner Blora yang Eksotis, tapi Malah Jarang Masuk Daftar Kuliner Buruan Wisatawan

27 Juni 2025
Lamun Sumelang: Film Pendek Soal Bunuh Diri di Gunung Kidul terminal mojok.co

Lamun Sumelang: Film Pendek Soal Bunuh Diri di Gunungkidul

25 Desember 2021
Bediding, Ketika Siang Panas dan Malam Dingin Banget MOJOK.CO

Bediding, Ketika Siang Panas dan Malam Dingin Banget

28 Juli 2020
Kawasan Bukit Patuk Gunungkidul: Jalur yang Memanjakan Mata sekaligus Sumber Derita Para Pengendara imogiri alun-alun gunungkidul

3 Hama Perusak Tanaman yang Bisa Jadi Ladang Cuan di Gunungkidul

15 Desember 2024
Kucing Liar Adalah Hama Terminal Mojok

Kucing Liar Adalah Hama

12 Desember 2022
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

15 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

18 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.