Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Iklim Intimidatif Media Sosial Bikin Saya Takut Dicap Feminis

Nar Dewi oleh Nar Dewi
6 Agustus 2020
A A
sekarang banyak perempuan takut dicap feminis mojok.co

sekarang banyak perempuan takut dicap feminis mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa waktu yang lalu, saya menulis sebuah artikel di Mojok berjudul “Stigma soal Ukuran Payudara yang Bikin Emosi”. Ketika saya sedang menikmati tulisan saya yang dimuat itu (ehem), sebuah komentar menarik perhatian saya. Si empunya komentar itu menyebut bahwa suka tidak suka, tulisan saya itu adalah tulisan seorang feminis. Iya, saya dicap feminis.

Kenapa komentar ini muncul? Ya, karena dalam tulisan itu, saya menggaris-bawahi bahwa saya tidak mau disangka feminis. Tapi, setelah membaca komentar itu, saya jadi mikir sendiri. Kenapa juga saya harus menekankan kalau saya bukan feminis? Memangnya feminis itu dosa ya? Memangnya Feminisme dilarang undang-undang juga kayak korupsi, kolusi, dan nepotisme?

Cuma setelah saya inget-inget, rasanya bukan cuma saya lho yang suka menekankan diri bukan feminis.

Sering saya membaca utas atau artikel dari orang-orang di dunia maya yang berbicara soal hak-hak perempuan. Tapi setelah itu yang bersangkutan menggaris-bawahi bahwa dirinya bukan feminis. Saya tidak tahu apa alasan yang bersangkutan emoh dicap feminis. Tapi secara pribadi, saya merasa kurang sreg disebut feminis karena ilmu dan praktik saya sangat kurang. Kalau ditanya tokoh-tokoh feminis dengan teorinya, saya pasti melongo. Siapa itu Simone de Behaviour eh Beauvoir? Nawal El-Saadawi? Apa saja teori mereka? Ah, mbuh.

Konsep-konsep Feminisme yang sedang tren seperti mansplaining dan manspreading juga rasanya asing buat saya. Sudahlah bahasanya terlalu mentereng, konsepnya pun kadang bikin saya bingung untuk diterapkan. Jadi, ya akhirnya cuma bisa “Ooo” aja ketika ada temen feminis yang membahas itu.

Nah, selain tidak pernah memahami Feminisme secara kffah, saya juga tak pernah mengikuti kegiatan-kegiata Feminisme. Women March pun saya tak pernah ikut. Dulu sewaktu masih lajang, tiap ada kesempatan libur, pasti saya manfaatkan untuk jalan-jalan ke mal.

Kini ketika sudah berkeluarga, hari libur selalu saya habiskan dengan anak dan suami biarpun di rumah saja. Tak ada alokasi waktu untuk berdiskusi atau berdemonstrasi bersama para feminis. Makanya saya merasa tidak nyaman disebut feminis.

Saya juga merasa sangat amat remeh di depan kenalan-kenalan saya yang feminis beneran. Kebetulan, saya kenal dengan beberapa aktivis perempuan yang kerjaannya membantu masalah KDRT sampai turun aksi terkait dengan kebijakan pemerintah. Buset deh… kalau lihat perjuangan temen-temen saya itu, saya pasti malu sekali karena saya sering egois mementingkan keperluan sendiri.

Baca Juga:

Drama Cina: Ending Gitu-gitu Aja, tapi Saya Nggak Pernah Skip Menontonnya

Konten “5 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” Adalah Bentuk Pembodohan

Profesi dan jenis pekerjaan saya juga tak membantu banyak. Saya yang merupakan seorang ibu rumah tangga sangat jauh dari bayangan orang mengenai sosok feminis yang biasanya wanita karier. Interaksi dengan feminis di dunia maya juga membuat isu ini jadi perkara sensitif. Sebab bukan sekali dua kali saya mendapati akun-akun yang menyebut diri feminis itu merendahkan ibu rumah tangga. Hiks, padahal, temen-temen feminis di dunia nyata baik-baik aja tuh sama saya yang IRT.

Singkat kata, saya merasa gelar feminis itu terlalu berat. Dilan mungkin kuat, tapi saya mah apa. Dan bertambah semakin berat karena pandangan orang yang sangat negatif ke feminis dan Feminisme. Banyak yang menganggap feminis kurang asyik, kurang santai, terlalu galak, dan lain sebagainya. Ada juga yang menyebut feminis sudah kebablasan dan tidak sesuai dengan norma di Indonesia.

Feminis juga sering dianggap sebagai pembenci laki-laki. Malah pernah juga saya menemukan postingan WA yang menganggap feminis itu tukang seks bebas dan aborsi. Astagfirullah.

Coba bayangkan. Kamu tuh mau ngomong soal marital rape yang menyakitkan. Tapi sama orang-orang kamu dikonotasikan sebagai seorang perempuan nakal. Kamu dianggap ngikutin budaya barat dan mau merusak budaya Indonesia. Gila tidak?

Saya yakin bukan cuma saya yang takut dianggap yang tidak-tidak seperti ini. Tapi, meski saya sering enggan disebut feminis, pada 90 persen kesempatan, saya hampir selalu sepakat dengan para feminis. Saya sepakat dengan ide-ide mereka soal marital rape, masalah stigma pakaian perempuan, dan lain sebagainya.

Melihat perjuangan kenalan-kenalan saya, juga membuat saya kagum ke para feminis. Saya sering diceritakan soal si X yang dipukuli suaminya, sampai si Y yang dipaksa berhubungan intim sampai trauma. Jadi terlepas dari label, saya sepakat dengan kakak yang mengomentari tulisan saya bahwa ide-ide Feminisme pasti ada di kepala seorang perempuan. Suka tidak suka, perempuan pasti memiliki kadar Feminismenya sendiri.

BACA JUGA Pahitnya Menjadi Feminis Nanggung yang Tidak Diakui Sister Feminis dan Ukhti Fillah dan tulisan Nar Dewi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 6 Agustus 2020 oleh

Tags: FeminisFeminismeMedia Sosial
Nar Dewi

Nar Dewi

IRT suka nulis

ArtikelTerkait

bekal untuk suami feminazi sejarah bekal makanan feminisme mojok.co

‘Bekal untuk Suami’ Nggak Akan Diprotes kalau Menghilangkan Kata ‘Suami’

30 Juni 2020
Kasta Media Sosial Itu Semu, Berhenti Berdebat Soal Siapa yang Paling Asyik terminal mojok.co TikTok alay Twitter darkjokes

Facebook dan 3 Stigma yang Dilekatkan kepada Anak Muda yang Masih Menggunakannya

30 Juni 2020
Bukan TikTok Atau X, Platform Media Sosial Paling Toxic Adalah LinkedIn

Bukan TikTok Atau X, Platform Media Sosial Paling Toxic Adalah LinkedIn

7 Agustus 2024
Bagaikan Template, Berikut Tipe Postingan New Mom di Media Sosial yang Sering Kita Temui terminal mojok

Bagaikan Template, Berikut Tipe Postingan New Mom di Media Sosial yang Sering Kita Temui

2 Agustus 2021
Ragam Celoteh ala Kaskuser yang Terus Saya Amalkan media sosial kaskus forum terbesar di indonesia nostalgia kenangan emoticon thread agan jual beli mojok

Mengenang Kejayaan Kaskus Beserta Emoticonnya yang Bikin Saya Susah Move On

30 April 2020
Patrick Star dalam SpongeBob SquarePants Sebenarnya Orang Kaya yang Pura-pura Bodoh demi Bisa Bahagia

Patrick Star dalam SpongeBob SquarePants Sebenarnya Orang Kaya yang Pura-pura Bodoh demi Bisa Bahagia

1 Februari 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.