Sebagai dosen IAIN Kediri, saya merasa senang dan bangga. Saya juga mengirim apresiasi untuk mahasiswa IAIN Kediri yang tulisannya berhasil nangkring di Terminal Mojok, Salah satunya tulisan Muhammad Izzat Qurtubi yang berjudul “Dosa IAIN Kediri dalam Proses Pembangunan Gedung Baru: Mau Menggusur Pedagang atau Warga Setempat? Pusing!”
Judul tersebut “menarik” dari sisi jurnalistik karena agak provokatif. Siapa saja yang membaca judul itu, tetapi tidak mau memahami isi artikel, akan langsung menuduh IAIN Kediri telah membuat kebijakan yang salah. Khususnya dalam proses pembangunan gedung baru yang berada pas di selatan gedung lama. Alasannya, karena penulisan kata “dosa” di judul tidak menggunakan tanda kutip. Meskipun di dalam artikel sudah menggunakan tanda petik ganda.
Nah, di sini saya perlu menyeimbangkan fakta. Bahwa tidak ada satu pun data konkret dan valid dalam tulisan itu yang bisa membuktikan IAIN Kediri terlibat, apalagi berdosa pada proses pembangunan gedung baru. Kecuali memang ada informasi yang beredar di masyarakat, tetapi pihak kampus sudah membantah. Satu lagi, kampus sendiri tidak membangun gedung baru di atas tanah sengketa. Sekali lagi, tidak di atas tanah sengketa.
IAIN Kediri tidak menyimpan dosa
Memang, pembangunan yang dilakukan setelah penggusuran dan menggunakan tanah bekas penggusuran sebagai akses jalan, memang berpotensi menimbulkan kecurigaan. Namun, kita perlu mencatat bahwa gedung baru berada di luar tanah sengketa. Selain itu, di tanah sengketa bekas penggusuran sudah ada plang yang mengiklankan tanah tersebut dijual dalam bentuk kavling. Bahkan lengkap dengan nama pemilik sahnya, yaitu Emi Hanafiyah beserta kontak personnya.
Jadi menurut saya sudah klir bahwa IAIN Kediri tidak menyimpan dosa dalam peristiwa ini. Saya memaklumi rasa berutang budi Mas Izzat pada masyarakat Ngronggo. Apalagi masyarakat Ngronggo telah banyak membantu mahasiswa sehingga memunculkan heroisme untuk menyuarakan aspirasi lewat tulisan. Aksi ini sangat bagus, termasuk bagi kampus sendiri karena kritisisme mahasiswa ibarat pupuk organik yang dapat menyuburkan iklim intelektual kampus.
Mengkritik dengan cara yang baik, benar, dan indah
Akan tetapi, keberpihakan pada masyarakat seyogianya disertai keberimbangan. Jangan sampai keberpihakan menghalangi kejernihan dalam melihat dan menyikapi persoalan. Saya setuju rasa utang budi pada masyarakat menimbulkan simpati, bahkan empati, Namun, apa harus dengan menjadikan kampus sebagai tertuduh semata tanpa data dan fakta.
Ngritik kampus boleh bahkan harus asalkan dengan cara yang baik, benar, dan indah. Benar itu ada data dan fakta. Indah itu bahasanya, pilihan kata, dan rangkaian kalimatnya. Jika menyampaikan kritik dengan cara yang baik, benar, dan indah maka tujuan utama akan tercapai, yaitu kemaslahatan. Lebih-lebih jika bisa disampaikan secara jenaka.
Untuk Mojok, saya menyayangkan penggunaan foto ilustrasi tulisan Muhammad Izzat Qurtubi yang kurang pas. Caption foto menerangkan IAIN Kediri, tetapi fotonya, setelah saya menelusuri lewat Google Lens, adalah gedung di Jepang. Semoga tulisan ini dimuat sebagai klarifikasi dan penyeimbang informasi agar publik tidak larut dalam opini yang menyudutkan IAIN Kediri. Terima kasih.
Keterangan redaksi: Terminal Mojok, sebagai kanal User Generated Content (UGC) menggunakan foto yang sifatnya bebas hak cipta. Foto tersebut menjadi ilustrasi yang menggambarkan isi tulisan. Jadi, tidak selalu menggunakan foto sesuai dengan kondisi sebenarnya. Terima kasih.
Oleh: Muhammad Zuhdi
Editor: Yamadipati Seno
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.