Pada pertengahan 2014, bapak saya memutuskan untuk membeli motor Honda Tiger bekas. Tepatnya, pada STNK, tertera jenis Tiger GL-200R buatan tahun 2011. Motor tersebut dibeli dari temannya bapak saya, yang katanya dijual murah karena sedang butuh uang cepat. Kebetulan, bapak saya saat itu sedang butuh motor, maka dibelilah motor tersebut. Sebenarnya sebelum membeli motor Tiger bekas, saya menyarankan bapak saya agar membeli motor matic saja.
“Tinggal di Jakarta yang macet, motor yang paling cocok digunakan untuk kebutuhan sehari-hari ya motor matic, tinggal gas, dan rem. Tidak perlu capek-capek pencet kopling,” saya menyarankan bapak saya.
“Yang pakai motor kan bukan kamu, lagi pula hitung-hitung ngebantu teman,” bapak membalas saran saya, sekaligus menutup pembicaraan.
Beberapa minggu setelahnya, motor Honda Tiger tersebut resmi menjadi milik bapak. Setelah motor Tiger tersebut sampai di rumah, saya lihat-lihat, keren juga. Mulai dari desain lampunya yang asimetris, hingga warnanya.
Bentuk stang dari motor Honda Tiger sendiri juga tidak terlalu melebar. Saat duduk, posisi kaki juga tidak terlalu mengangkang. Dengan kapasitas mesin 200 cc, rasanya motor ini telah memberikan sensasi berkendara yang nyaman bagi saya. Lantaran saya suka menunggangi motor Tiger tersebut, akhirnya sayalah yang menggunakannya untuk kegiatan sehari-hari.
Masalah pertama yang saya hadapi ketika menggunakan motor Tiger datang ketika saya harus servis rutin motor tersebut. Harga suku cadang original-nya cukup menguras kantong. Harga suku cadangnya bisa dikatakan lebih mahal, jika dibandingkan motor sejenis. Namun, mahalnya harga suku cadang masih bisa disiasati dengan menggunakan suku cadang yang bukan keluaran Honda.
Masalah lainnya yang saya temukan adalah tingginya biaya pajak motor Tiger. Namun, karena pajak sudah ada hitung-hitungannya, jadi untuk masalah ini saya tidak protes atau mengeluh. Kalau tidak mau bayar pajak Tiger, ya tidak usah beli Tiger, pakai Mio saja.
Bertahun-tahun saya merasa nyaman sekali menggunakan motor ini. Baik untuk keperluan sehari-hari, apalagi untuk perjalanan jauh. Hingga datanglah suatu masa, di mana muncul masalah utama.
Suatu pagi di pertengahan 2019, saya mencium bau bensin menyengat dari halaman rumah. Ketika saya mengeceknya, ternyata bau bensin tersebut keluar dari motor Tiger yang saya gunakan.
Saya membawa motor Honda Tiger saya ke bengkel resmi Honda. Setelah dicek oleh mekanik, memang ada kebocoran pada tangki bensin motor Tiger tersebut. Terasa jelas, ada sedikit basahan bensin, pada sisi samping bawah tangki. Satu-satunya solusi yang ditawarkan oleh bengkel resmi Honda adalah menggantinya dengan tangki bensin baru.
Masalahnya, harga tangki Tiger ditambah dengan biaya jasa pemasangan bisa mencapai Rp2 juta. Tangki tersebut juga tidak tersedia di bengkel, maka harus dipesan terlebih dahulu. Bengkel tersebut menjelaskan, kurang lebih baru tersedia sebulan kemudian. Sesaat, mekanik yang menangani motor Tiger saya sepertinya sadar dengan apa yang saya pikirkan.
“Tangki Tiger emang gini, Mas. Makanya kalau pake Tiger harusnya tangkinya diperhatikan betul. Bensin jangan sampai kosong-kosong banget, sekali-kali juga kuras, Mas,” kata mekanik.
“Gitu ya, Mas. Selain beli tangki baru ada solusi lain nggak, Mas?” tanya saya.
“Cari bengkel las tangki aja, Mas. Ntar tangkinya ditambal,” kata mekanik.
Akhirnya, saya kembali pulang ke rumah dengan keadaan kusut. Setelah sampai rumah, saya googling terkait permasalahan tangki motor Tiger. Ternyata benar, apa kata mekanik yang saya temui. Tangki Tiger memang rawan masalah. Banyak juga ternyata yang memiliki masalah serupa seperti saya.
Saya juga akhirnya menemukan bengkel yang memiliki jasa las tangki bensin. Beberapa hari kemudian, saya mengunjungi bengkel tersebut. Ketika sampai depan bengkel, salah satu mekaniknya sudah bisa menebak keluhan tangki motor Tiger saya. Lantaran sudah sore, saya disarankan untuk pulang dan meninggalkan motor Tiger tersebut di bengkel. Nanti, saya akan dikabari jika sudah selesai. Saya juga meninggalkan nomor WhatsApp saya kepada mekanik bengkel tersebut, untuk mengabari waktu pengambilannya.
Keesokan harinya, saya dikabari bahwa motor Honda Tiger saya bisa diambil sore. Saya juga harus membawa bensin beberapa liter. Katanya, bensin dalam tangki motor saya harus dibuang karena kotor.
Biaya yang dikeluarkan untuk las tangki memang tidak mahal. Biayanya tidak mencapai Rp200 ribu. Selain itu, ada juga bekas besi tambalan pada tangki motor tersebut. Akhirnya, masalah terkait kebocoran tangki bensin selesai untuk beberapa bulan.
Kenapa hanya beberapa bulan? Ya, karena bocor lagi, dan lagi. Pasalnya, sekali tangki bocor yang disebabkan karat dan keropos, kemungkinan akan muncul kembali kebocoran di tempat yang berbeda. Ini membuat saya harus berkali-kali pergi ke bengkel untuk las tangki. Sial.
Hingga saat ini saya sedang berdoa semaksimal mungkin. Semoga ada keajaiban agar motor Tiger ini bisa disulap menjadi motor custom bergaya café racer. Amiiin.
BACA JUGA Yamaha Vixion: Motor yang Mudah Dicintai dan Bikin Nyaman Pengendaranya dan tulisan Muhammad Ikhsan Firdaus lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.