Entah siapa yang salah, iklan sering membuat kita salah paham. Kitanya yang kurang cerdas atau si pembuat iklan yang terlalu cerdas menipu calon pembeli membuat kemasan yang ciamik.
“Mobil boros gini dibilang irit, apa ini namanya bukan penipuan?” desak seorang pelanggan sambil menyodor-nyodorkan brosur mobil ke petugas penerima servis pekan lalu.
Ini bukan pertama kalinya saya menjumpai kasus penipuan mengenai konsumsi bahan bakar. Sudah banyak pelanggan tertipu dengan angka-angka dari hasil uji yang dilakukan produsen mobil. Namun, sebenarnya siapa yang menipu? Hampir semua brand mobil ternama berani mengklaim seberapa irit produk andalan mereka. Terkadang ada perbandingan yang cukup aneh antar brand. Masa mobil dengan cc lebih besar malah dibilang lebih irit? Bagaimana cara ngitungnya, sih?
Daripada berspekulasi tanpa kejelasan, ada baiknya kita perlu mempelajari patokan mereka dalam mengambil nilai, yaitu MID (Multi Information Display) khususnya bagian rata-rata konsumsi bahan bakar. Agar kesalahpahaman tidak lagi terjadi.
Seperti pekan lalu saat saya ke bengkel ada orang tertipu dengan iklan. Dia marah besar, sampai menggebrak meja. Uh, takut! Alah paling masalah sepele, pikir saya saat itu. Jangan buru-buru marah, dong! Pastikan aja dulu tekanan angin ban cukup atau nggak? Pastikan pula ada roda yang macet akibat rem atau komponen baring roda yang rompal atau nggak? Pastikan juga jangan pakai bensin Ron 88, Bos! Minimal Ron 92 lah biar bertenaga!
Bukannya menerima setelah diberi pejelasan oleh petugas, orang itu malah semakin marah sambil melemparkan brosur yang digenggamnya ke muka petugas itu. Anjay! Saya jadi penasaran mobil apa yang sebenarnya dikeluhkan. Dan seberapa boros sih? Mental kepo saya pun kumat.
Akhirnya saya mencoba mendekati bapak-bapak tersebut dan mengajaknya duduk. Saya optimis bisa memahami kondisi beliau karena kami memiliki keluhan yang sama untuk kendaraan masing-masing.
Saat itu saya dan bapak tersebut menjadi pusat perhatian di ruang pendaftaran servis. Semua mata melihat ke arah kami berdua tanpa sepatah kata pun. Mata mereka seolah berbicara pada kami berdua, saking sepinya kondisi ruangan itu setelah diamuk oleh beliau. Keheningan terpecah oleh suara langkah kaki, salah seorang mengambilkan brosur yang sudah tergeletak di lantai seakan menohok kami: Buang sampah pada tempatnya, dong!
Saya terima brosur itu, eh tidak cuma brosur, di gulungan itu juga ada beberapa tabloid otomotif. Ah, mungkin itu beberapa tabloid yang menuliskan seberapa irit mobil Honda Brio bapak ini. Seperti kasus-kasus pada umumnya bahwa kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Saya akhirnya mulai mengerti seberapa ambyar hati si bapak ini. Setidaknya, saya pernah menjadi korban janji juga, dulu pas masih di bangku sekolah.
Bagaimana tidak tercengang coba? Di brosur dan tabloid itu tertulis mobil bisa sampai menempuh rata-rata 31 km per liter bensin, sementara nyatanya konsumsi rata-rata bahan bakar di MID mobil bapak ini tertera 9 km/l doang. Jauh banget dong dengan kenyataannya?
Mobil ini baru 6 bulan pakai yang dibelinya nyicil dengan uang muka ringan banget. Sementara odometer menunjukkan angkanya belum sampai 1.000 km, sengaja jarang dipakai keluar biar irit bensin. Mana pula sedang wabah covid-19 yang kudu serba mengirit pengeluaran. Bukan begitu, Pak?
Bagaimana mungkin bisa menunjukkan angka irit bila pembaginya saja kecil? Normalnya 6 bulan itu mobil sudah menempuh jarak kurang lebih 10.000 km.
Aduh, Bapak! Bukan begini cara mengirit bensin! Saya pengin teriak yang kenceng di telinga bapak ini, tapi ya mana mungkin? Sehingga saya cuma bisa menghela napas panjang sambil berharap ada orang yang bisa menyadarkan beliau. Kasihan beliau. Seorang yang sedang merasa tertipu itu memikul beban berat loh, Bos! Berat banget! Honda Jazz saya aja bisa nempuh 12 km/l.
Sebenarnya saya penasaran, bagaimana cara bapak ini mengendarai mobilnya? Kok bisa-bisanya konsumsi bahan bakar Honda Brio sebegitu borosnya? Ini mobil baru yang gagal atau bapak ini yang gagal paham?
Rasa penasaran saya pun terbayar ketika seorang montir muda, ganteng, dan berkulit putih menghampiri kami. Lalu mengajak kami mengecek keadaan mobil bapak itu. Saya yang tadinya berniat mau servis Honda Jazz terpaksa urung sebab saya lebih tertarik dengan kasus si bapak. Oh, saya terlanjur kena genjutsu! Alhasil, saya ikut mendampingi beliau untuk menyelidiki info kece ini.
Montir ganteng itu memulai menganalisa dengan menunjukkan data Air Fuel Ratio Alpha pada sebuah monitor, yaitu rasio antara bahan bakar dan udara. Hasilnya 100% yang berarti ideal banget. Maklum mobil baru, Bos!
“Data menunjukkan mobil Honda Brio bapak baik-baik saja,” terang montir itu dengan tenang, teramat tenang sambil senyum.
“Bagaimana bisa Anda bilang ini mobil baik-baik saja, sementara MID menunjukkan konsumsi bahan bakar 9 km/l? Bukan kah itu boros? Apakah MID pada Honda Brio tidak akurat?” tanya saya agak baper.
Sambil senyum, montir itu menjawab dengan pertanyaan, “Boros? Saya pikir tidak, Mas!”
Anjay! Jawabannya nggateli. Bukannya menanggapi produk Honda Brio yang sedang diragukan kualitasnya, ia malah menentang pernyataan saya yang jelas-jelas logis. Tatapan penuh percaya diri itu yang membuat saya down. Montir gila.
“Seandainya pedal gas saya injak, maka data alpha ini akan berubah tidak lagi menunjukan angka 100%, nggak percaya?” tanya doi sambil memulai menginjak pedal gas.
Bener, data itu berubah berkisar 70% sampai 130% berganti-gantian sangat cepat. Lalu maksudnya apa itu?
Data itu menunjukkan kebutuhan mesin atas bahan bakar yang selalu berubah-ubah tergantung oleh kondisi. Seandainya data alpha tetap stabil 100% maka besar kemungkinan mesin bakal batuk-batuk saat pedal gas diinjak spontan, karena jumlah bahan bakar tidak dibikin lebih banyak. Sementara saat pedal gas diinjak spontan memang membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak untuk mengimbangi udara yang masuk, akibat troutle membuka lebar. Semua itu sudah ada rumusnya di pelajaran Dasar Otomotif pas STM.
Sekadar info, semakin kecil nilai alpha maka semakin besar rasio bensin terhadap udara. Sebaliknya, semakin besar alpha maka semakin kecil rasio bensin terhadap udara. Tentu rasio alpha ini berbeda dengan rasio konsumsi bahan bakar yang ditampilkan pada MID di dashboard kendaraan.
Kurang lebih seperti itu penjelasan montir ganteng tadi. Sengaja saya tulis dengan bahasa manusia, sebab bahasa montir tadi sulit dipahami oleh manusia awam macam kita. Kecuali satu paragraf yang ingin saya sampaikan utuh sebagai penutup.
“Boros itu seperti ketika kita makan banyak, tapi tidak produktif. Jangan diartikan boros bila begitu Anda menginjak pedal gas, mobil Anda mau melesat kayak jet! Sebanyak apa pun bahan bakar yang dibutuhkan, selama terbayar dengan kecepatan dan tenaga, itu bukan boros!” ujarnya super sekali.
Saya melihat si bapak mengangguk-anggukan kepala. Antara beliau paham atau mulai terhipnotis oleh ketampanan montir itu.
Akhirnya si bapak diceramahi oleh sang montir mengenai kiat-kiat mengemudikan mobil yang irit berdasarkan MID. Banyak sekali triknya dan tidak akan saya bahas sekarang. Yang membuat saya makin tercengang dan berjanji dalam hati untuk tidak mudah lekas marah adalah pengakuan si bapak.
“Saya nggak ke mana-mana, Mas. Wong masih musim corona gini. Saya paling manasin mobil doang, ya setiap pagi minimal sejam lah.” Ungkap si bapak dengan polosnya.
Duh, Pak! Pantes. Ya pantes konsumsi rata-rata bahan bakar 9 km/l, mobilnya jalan aja kagak! Kejadian itu berulang berapa kali dalam enam bulan terakhir coba? Terlebih lagi pedal gasnya cuma dipanteng di tempat. Jangan bilang sambil di-blayer-blayer juga! Oh tidak! Saya hampir guling-guling di lantai bengkel karena saking gemesnya sama bapak ini.
BACA JUGA Kelas Menengah Ngehe Tak Usah Bimbang Pilih Brio Baru Atau BMW Seken dan tulisan Erwin Setiawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.