Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Hidup Memang Berat, tapi Nescafe 8 Ribu Bikin Semua Terasa Ringan

Assyifa Furqon Gaibinsani oleh Assyifa Furqon Gaibinsani
14 November 2025
A A
Hidup Memang Berat, Nescafe 8 Ribu Bikin Semua Terasa Ringan (Unsplash)

Hidup Memang Berat, Nescafe 8 Ribu Bikin Semua Terasa Ringan (Unsplash)

Share on FacebookShare on Twitter

Aku tidak tahu siapa arsitek jenius yang pertama kali mikir buat jualan Nescafe dingin di booth pinggir jalan. Tapi, demi deadline tugas statistika yang sudah kelewat tenggat, aku mau bilang. Ia adalah pahlawan tanpa tanda jasa, seorang “filsuf jalanan” yang memahami geografi emosi orang Indonesia.

Tiap kali aku melihat booth Nescafe, biasanya terbuat dari fiberglass murahan dan ditemani kulkas kecil berisik, di bawah sinar matahari pukul dua siang, itu bukan sekadar jualan kopi. Itu kayak liat oase di tengah padang deadline. Sebuah mercusuar yang bilang, “Hei, istirahat dulu, kepalamu udah mau meledak.”

Secara harfiah, kopinya dingin. Es batunya memenuhi gelas plastik yang gampang basah di tangan dan meninggalkan sisa air di celana. 

Tapi anehnya, setiap kali cairan cokelat manis itu menyentuh lidah, kepalaku yang panas karena mikirin rumus korelasi dan standard deviation langsung adem. Hati yang tadinya mumet mendadak punya jeda, seolah ada suara pelan yang berbisik, “Yaudahlah, hidup nggak seberat itu. Besok lagi aja dipikir.”

Di sinilah letak anomali yang selalu menarik perhatianku. Ada gap tipis antara sesuatu yang dingin tapi ternyata menghangatkan. Antara yang receh tapi ternyata bermakna lebih dari sekadar kafein.

Logika tropis dan keterpaksaan yang nyaman

Coba deh jujur. Mungkin karena kita hidup di negeri tropis yang default-nya panas. Ya mataharinya, aspal, juga panas di pikiran yang dituntut serba cepat oleh sistem. Bikin kopi panas jadi nggak laku-laku.

Bayangkan, siapa yang kuat minum kopi hitam panas mengepul pas jam pulang kerja? Di jalanan yang sudah teriak-teriak panas dari knalpot yang macet dan pikiran yang penuh utang revisi tugas. Minum kopi panas saat itu sama saja dengan cari penyakit. Itu namanya bukan menenangkan, tapi bunuh diri pelan-pelan. Itu kalau saya.

Nescafe, dengan kearifan lokalnya yang paripurna, paham betul dilema ini. Orang Indonesia, terutama kita-kita yang berkutat di jalanan, butuh “dingin” yang bisa menenangkan. Bukan “dingin” yang justru bikin jauh kayak sikap mantan yang tiba-tiba hilang kontak. Kita butuh sesuatu yang nyess dan cepat.

Baca Juga:

Kebangkitan dan Keruntuhan Cepat Mixue Harus Menjadi Pelajaran Penting untuk Booth Nescafe di Malang

4 Alasan yang Membuat Booth Nescafe Nggak Pernah Sepi meski Menunya Cuma Itu-itu Aja

Maka jadilah segelas es kopi Nescafe sachet-an. Diseduh, dengan es batu yang kadang bumpy karena airnya beku di freezer kulkas tua. Tapi who cares? Manisnya pas, harga wajar, dan entah kenapa selalu muncul di waktu yang paling tepat. Misalnya saat motor mogok, saat chat dosen masuk, atau saat otak sudah mentok dan minta reset kilat. Nescafe adalah solusi instan yang paling jujur.

Nescafe: Teman tanpa banyak tanya

Aku nggak pernah minum langsung di depan outlet-nya. Nescafe pinggir jalan itu memang nggak dirancang buat dine-in, apalagi nongkrong sambil buka laptop. Mereka dirancang buat take away dan segera berbaur dengan kesibukan.

Biasanya aku beli, terus dibawa pulang, atau diminum di jalan sambil ngelihatin lalu lintas yang sama-sama berjuang. Tapi tiap seruput Nescafe, selalu ada rasa kayak ditemenin.

Aku nggak pernah merasa ditemani oleh kopi single origin dari Ethiopia yang diseduh pakai V60 dengan suhu air 92°C. Kopi itu terlalu banyak request. Minta dihargai, minta dicium aromanya, minta diminum pelan-pelan dan notes-nya dipuji. Aku nggak punya waktu buat drama perfeksionis kayak gitu.

Nescafe itu kayak temen yang paling ngerti. Nescafe nggak banyak omong, apalagi ceramah soal notes rasa buah-buahan atau acidity yang kompleks. Ia cuma hadir. 

Waktu kepala mumet sama tugas, hati pusing mikirin cicilan, Nescafe nggak nanya, “Kenapa kamu pusing?” atau “Tabelmu udah beres belum?” Ia cuma bilang pelan, literally dari dinginnya gelas, “Minum dulu aja.”

Kopi instan sachet, yang sering dicibir coffee snob sebagai produk kelas dua, justru memberikan rasa kehadiran yang paling tulus. Nescafe ada tanpa syarat dan tanpa tuntutan estetika.

Kopi kelas bawah vs kopi kelas estetika

Coba deh kita bandingkan dengan budaya kopi kekinian yang sekarang menjamur. Semua orang sibuk nyari kafe dengan lampu kuning estetik dan latte art berbentuk hati. Mereka sibuk ngurusin ambience, outfit of the day, dan caption Instagram yang sok puitis. Mereka mengejar kopi kelas estetika.

Tapi jujur, segelas Nescafe es di gelas plastik 8 ribuan kadang jauh lebih tulus dan fungsional daripada kopi seharga dua puluh lima ribu yang diseduh barista bersertifikat.

Aku nggak butuh kafe yang instagenic buat healing, tapi butuh jeda dari kekacauan. Aku nggak butuh foam di atasnya, tapi butuh rasa tenang di dada. Nescafe nggak pernah mendikteku harus bagaimana. Ia nggak pernah bilang, “Kamu harus work from cafe,” atau “kamu harus filter fotonya dulu.”

Nescafe adalah antitesis yang paling membahagiakan. Ia nggak butuh kursi kayu impor atau playlist jazz yang random. Ia cuma butuh pinggir jalan yang ramai, booth yang bumpy, dan kepalamu yang mendidih.

Nescafe: Dingin di tangan, hangat di hati

Buatku, Nescafe bukan cuma soal rasa kopi yang terlalu manis. Ia semacam pengingat kecil bahwa yang sederhana juga bisa menenangkan. Bahwa kadang, kita nggak perlu kopi mahal buat merasa diperhatikan, cukup segelas kopi dingin yang diam-diam ngertiin kita tanpa nanya apa-apa.

Nescafe adalah paradoks yang paling manis, kopi dingin yang menghangatkan suasana. Dia memberi ketenangan sesaat yang tidak pernah diumbar.

Mungkin karena itu, setiap kali aku minum Nescafe, aku ngerasa nggak sendiri. Dingin di tangan, hangat di hati, dan yang paling penting dompetku masih bisa napas tenang. Soalnya, buat apa ngejar kopi 30 ribu kalau yang 8 ribuan aja udah bisa bikin hidup terasa baik-baik saja?

Penulis: Assyifa Furqon Gaibinsani

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Nescafe Ice Roast, Ice Americano Sachet yang Ekonomis dan Ramah di Lambung

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 14 November 2025 oleh

Tags: kopi nescafeNescafeNescafe 8 ribuanNescafe dinginnescafe ice roast
Assyifa Furqon Gaibinsani

Assyifa Furqon Gaibinsani

Mahasiswi Pendidikan Bahasa Arab di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Pernah mengabdikan dua tahun hidupnya di pesantren sambil menuntaskan hafalan Al-Qur’an, Assyifa tumbuh sebagai sosok yang mencintai ilmu dan ketenangan. Baginya, menulis adalah cara merawat pikiran dan menata hati—sebuah perjalanan sunyi yang kadang getir, tapi selalu memberi arti. Pernah menapaki panggung lomba dari Musabaqah Hifdzil Qur’an hingga esai ilmiah, Assyifa percaya bahwa setiap langkah kecil bisa menjadi doa yang panjang. Kini, ia terus belajar menjadi perempuan yang tidak hanya berprestasi, tapi juga berdaya dan bermakna.

ArtikelTerkait

Keruntuhan Cepat Mixue Jadi Pelajaran untuk Ekspansi Nescafe (wikimedia Commons)

Kebangkitan dan Keruntuhan Cepat Mixue Harus Menjadi Pelajaran Penting untuk Booth Nescafe di Malang

27 November 2025
Starbucks Kaleng: Hemat, tapi Belum Worth to Buy

Starbucks Kaleng: Hemat, tapi Belum Worth to Buy

21 September 2022
Nescafe Ice Roast, Ice Americano Sachet yang Ekonomis dan Ramah di Lambung

Nescafe Ice Roast, Ice Americano Sachet yang Ekonomis dan Ramah di Lambung

15 Maret 2025
Kalau Luwak White Koffie Ikut Jualan Gerobakan, Kelar Itu Nescafé!

Kalau Luwak White Koffie Ikut Jualan Gerobakan, Kelar Itu Nescafé!

22 Juni 2025
5 Rekomendasi Kopi Tanpa Ampas selain Nescafe yang Wajib Dicoba

5 Rekomendasi Kopi Tanpa Ampas selain Nescafe yang Wajib Dicoba

21 Juni 2025
6 Rekomendasi Kopi Saset Seenak Buatan Barista di Kedai Kopi terminal mojok.co

6 Rekomendasi Kopi Saset Seenak Buatan Barista di Kedai Kopi

10 Februari 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

5 Rekomendasi Kuliner Babi Surabaya untuk Kalian yang Menghabiskan Cuti Natal di Kota Pahlawan

22 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal (Wikimedia)

Potensi Wisata Indramayu yang Belum Tergarap Maksimal

21 Desember 2025
Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

Nestapa Tinggal di Kendal: Saat Kemarau Kepanasan, Saat Hujan Kebanjiran

22 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri
  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.