Tulisan-tulisan saya tentang Kota Pekalongan, terutama yang dimuat di Terminal Mojok kebanyakan punya satu nada yang sama: negatif. Tak sedikit isinya kritik terhadap Kota Pekalongan. Oleh karena itu, di Kota Pekalongan, setidaknya dalam sirkel saya sendiri, jika ada tulisan yang berkonotasi negatif, mereka pasti akan mengarahkan pandangannya ke saya.
Ada juga yang menghubungi saya untuk sekadar memastikan apakah tulisan-tulisan tersebut saya yang nulis, meski sudah ada byline. Tak sedikit juga yang komplain. Mbok sekali-kali sebagai warga Kota Pekalongan tuh, nulisnya yang baik-baik saja.
Oke deh kalau begitu. Memang, selain hal-hal yang terkesan menyebalkan: rob, jalan rusak, kebijakan Pemkot ngaco, dan lain sebagainya, Kota Pekalongan juga mengasyikkan. Paling tidak ada hal-hal yang cukup menyenangkan dari kota ini. Kira-kira apa, ya?
Daftar Isi
Fasilitas umum lengkap dan mudah diakses
Walaupun beberapa di antaranya tidak bisa digunakan dengan maksimal, namun fasilitas umum di kota ini tergolong lengkap. Kota Pekalongan punya beberapa rumah sakit. Seingat saya, yang cukup besar saja ada empat: Rumah Sakit Bendan, Rumah Sakit Budi Rahayu, Rumah Sakit Siti Khodijah, dan Rumah Sakit Kraton.
Khusus yang terakhir sejatinya dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Pekalongan. Hanya saja lokasinya berada di dalam wilayah geografis Kota Pekalongan. Terlalu panjang jika saya jelaskan itu di sini.
Kota ini juga punya kantor kepolisian. Mulai dari kantor pembuatan SIM, pengurusan pajak kendaraan, polisi lalu lintas, polisi air, sampai unit resor dan sektor. Dan itu semua lokasinya nggak terlalu jauh.
Lalu pasar. Walau Pasar Banjarsari belum dibangun lagi, kota ini masih punya beberapa pasar yang bisa menjadi pusat ekonomi. Pasar Grogolan salah satunya.
Well, kota ini juga punya terminal yang cukup tertata. Lokasinya yang persis di pinggir Jalan Pantura memudahkan akses. Dan terakhir, yang menurut saya paling yoi, kota ini memiliki stasiun yang, meski tidak terlalu besar namun sangat membantu.
Saya bersyukur karena Kota Pekalongan punya stasiun yang masih aktif. Bukan hanya itu, ada banyak kereta api yang berhenti di Stasiun Pekalongan. Matarmaja, Joglosemarkerto, Kaligung, Bangunkarta, Argo Bromo Anggrek, Ciremai, dan masih banyak lagi.
Kurangnya KRL. Ah, andai juga ada KRL, lengkap sudah Stasiun Pekalongan. Tapi itu saja sudah cukup. Paling tidak, Stasiun Pekalongan nggak seperti Stasiun Pemalang atau Batang yang nggak banyak kereta berhenti di sana.
Kota Pekalongan punya bioskop
Bioskop saya kira menjadi salah satu tanda sebuah kota maju. Ekonominya menggeliat. Masyarakatnya nggak miskin-miskin amat. Untungnya Kota Pekalongan punya bioskop. Dua pula. Meski ya, baru XXI.
Setidaknya dua bioskop—satu di Ramayana Store satunya lagi di Transmart—memudahkan masyarakat apabila ingin menonton film. Dua bioskop yang hadir juga bisa saling melengkapi.
Umpamanya di satu bioskop film “A” tidak tayang, tapi di bioskop yang lainnya tayang. Ini kan, jadi gampang. Enaknya lagi kalau di dua bioskop itu sama-sama tayang. Jadi bisa milih sesuai dengan waktu yang diinginkan. Sebab jika satu film tayang di dua bioskop itu, biasanya ada jam tayang yang berbeda.
Kehadiran dua bioskop ini, sekali lagi, membuat saya merasa sangat amat bahagia tinggal di Kota Pekalongan. Apalagi setelah tahu di belahan Indonesia lain ada kota atau kabupaten yang tidak punya bioskop.
Baca halaman selanjutnya
Punya stadion, Bosz, senggol dong!
Punya stadion
Berikutnya soal stadion. Kota Pekalongan memang sepak bolanya gitu-gitu saja. Persip Pekalongan jugalah tim medioker. Namun, kota ini punya stadion yang membanggakan, yaitu Stadion Hoegeng.
Keberadaan stadion menunjukkan gairah sepak bola kota ini masih tetap hidup. Masyarakat Kota Pekalongan, terutama penggemar Persip Pekalongan tidak perlu harus ke Bali hanya untuk menyaksikan laga kandang.
Uhuk.
Persip Pekalongan juga tidak perlu khawatir soal tempat latihan. Oh ya, hampir lupa. Stadion Hoegeng ini namanya diambil dari polisi paling jujur ketiga menurut Gus Dur. Yap, benar Jenderal Hoegeng Iman Santoso.
Jenderal Hoegeng yang kelak masyhur sebagai mantan Kapolri jujur itu adalah warga yang lahir di Pekalongan. Keren, kan?
Kuliner Kota Pekalongan beragam
Betul bahwa Kota Pekalongan sama sekali bukan tujuan wisata laiknya Yogyakarta, Surabaya, Solo, maupun Semarang. Kota Pekalongan hanya tempat singgah. Namun, kota ini (tampak) lebih beragam soal kulinernya.
Jujur saja, ketika saya berkunjung ke kota lain, saya hampir tidak menemukan kuliner yang benar-benar khas dari kota itu. Contohnya saja di Semarang dan Solo. Makanan-makanan yang saya temui di dua kota itu, toh di kota saya juga banyak.
Namun, beneran deh, kalau di Kota Pekalongan kalian bakal menemukan makanan yang (mungkin) tidak ada di daerah lain. Misalnya, soto tauto. Lho bukannya soto di semua daerah ada? Tentu. Soto memang menjadi salah satu kuliner di beberapa daerah.
Namun, soto dengan tauco, utamanya yang berwarna merah khas Pekalongan, barangkali hanya ada di Kota Pekalongan atau ya, eks Karesidenan Pekalongan. Teman-teman saya yang dari luar kota, yang kebetulan datang dan mencicipi soto tauto kaget. Kok soto pakai tauco?
Lalu, megono. Di kota lain mungkin ada. Tapi megono yang asli adalah yang dari Pekalongan. Dan yang paling istimewa adalah Mi So Dengkil. Ya, mi dengan ‘so’ atau kulit melinjo. Gimana sudah pernah nyicipi? Kalau belum mbok monggo dolan. Jangan klumbrak-klumbruk koyo kumbahan.
Gampang buat cari oleh-oleh
Terakhir adalah perkara oleh-oleh. Kalau boleh jujur, ketika ke Solo, Semarang, Yogyakarta, bahkan Bandung, saya acap kali bingung sekaligus kesulitan mau beli oleh-oleh apa yang betul-betul khasnya kota-kota tersebut.
Mungkin karena inilah teman saya yang pernah ke Bandung justru beli oleh-olehnya wingko babat dan carica. Kita tahu, carica lebih terkenal sebagai oleh-oleh khas dataran tinggi Dieng. Sementara wingko babat, semua orang tahu ini dari mana. Benar, dari daerah yang, disebut Babat. Letaknya dekat Kabupaten Lamongan.
Nah, kalau ke Kota Pekalongan sudah nggak perlu pusing mencari oleh-oleh. Kota ini punya oleh-oleh yang khas. Selain batik yang langsung dari produsennya, masih ada megono, kopi tahlil, limun Oriental, kue glundung, capret, dan masih banyak lagi.
Apa lagi ya… sejauh ini yang saya tahu baru itu. Tapi tentang kehidupan yang menyenangkan, kawan yang kadang lucu kadang nggatheli, saya kira tak perlu saya sebut. Yang jelas, Pekalongan punya sisi baik, yang mengisi hidup dan bikin saya bersyukur hidup di kota ini, meski ya ada hal yang bikin saya geleng-geleng.
Penulis: Muhammad Arsyad
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Panduan Membedakan Kota dan Kabupaten Pekalongan biar Nggak Salah Lagi!