Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Hentikan Romantisasi Anak Pertama, Semua Anak Punya Beban dan Tanggung Jawab Sama

Bayu Kharisma Putra oleh Bayu Kharisma Putra
20 Februari 2021
A A
Hentikan Romantisasi Anak Pertama, Semua Anak Punya Beban dan Tanggung Jawab Juga Terminal mojok
Share on FacebookShare on Twitter

Saya sudah beberapa kali menyaksikan seminar motivasi. Semua motivator punya tujuan yang sama, memotivasi, meski tak selalu berhasil. Kebanyakan orang yang ikut seminar motivasi memang jarang yang ingin dimotivasi, seperti saya. Lantaran sering dipaksa ikutan dan punya rasa nggak enakan pada teman, saya ikut seminar, dan itu menyiksa. Melihat motivator di panggung, jarang membuat saya jadi termotivasi. Namun, beberapa kali, ada saja pembicara yang mampu membuat saya lebih menghargai diri saya sendiri, mak jleb gitu.

Formula yang digunakan para motivator pun hampir sama. Menceritakan perjuangan masa lalu dan meromantisasinya. Tak ada salahnya, itu memang kebiasaan kita semua, kebiasaan para manusia. Menceritakan kesukaran masa lalu adalah semacam pentasbihan keberhasilan di masa depan yang hakiki. Entah sudah berapa kali, orang-orang terdekat saya bercerita tentang beratnya hidup saat muda atau masih kecil dulu.

Tentu semua tak serta merta bisa saya terima dengan baik, karena tak semua perjuangan masa lalu diceritakan dengan baik. Dari banyaknya orang, yang mampu saya terima kisah masa lalunya sebagai motivasi hanya sedikit. Katakanlah Prie GS, Emha Ainun Najib, Mbah Kakung saya, baru-baru ini GusMul di Putcast, dan masih ada beberapa lagi. Entah karena sering dengar atau apa, saya tak mudah ikut terhanyut dalam cerita perjuangan bapak atau teman, tapi tetap saya dengarkan dengan saksama, sebagai bentuk saling menyayangi.

Saya sendiri pernah terjebak dalam romantisasi perjuangan hidup. Yang saya maksud, sayalah yang jadi bintang utamanya. Terutama perjuangan sebagai anak pertama dan cucu pertama di keluarga besar. Apalagi saat saya lulus sekolah dan mulai benar-benar mengejar mimpi. Namun pada akhirnya saya sadar, dunia tak berputar di sekeliling saya saja, tak hanya anak pertama yang kena stigma dan tanggung jawab ini dan itu.

Saya boleh ngomong jika anak pertama punya tanggung jawab ini itu, harus bisa ini itu, membiayai ini itu, tapi sebenarnya nggak begitu dan tak harus begitu. Beban yang seharusnya tak dianggap beban, menjadi berat karena senangnya saya meromantisasi perjuangan, yang padahal juga dirasakan oleh semua anak, nomor berapa pun Anda.

Anak nomor berapa pun punya tanggung jawab yang sama dengan anak pertama. Menjaga dan merawat orang tua tak hanya tugas anak pertama. Mungkin karena lahir duluan, sudah lebih dulu bekerja, jadi seolah-olah anak pertama yang paling mampu dan wajib. Padahal, pada akhirnya semua anak juga harus begitu.

Seperti budaya daerah saya dan Jawa pada umumnya. Justru anak ragil, apalagi wanita, yang akan diminta untuk berada di rumah terus dan menjaga orang tua yang sudah sepuh. Mereka, para adik, punya beban dan tanggung jawab tersendiri menurut budayanya. Soal sekolah pun begitu, para adik sering dibandingkan dengan kakak-kakaknya, dan itu nggak sehat. Apalagi, sang kakak hobi meromantisasi perjuangan zaman sekolah, dijamin si adik bisa stres dan tertekan.

Romantisasi anak pertama mungkin muncul karena tuntutan budaya bahwa yang pertama adalah pemimpin dan menjadi panutan. Menurut saya hal ini kurang tepat, semua bisa menjadi panutan dan pemimpin. Anak pertama harus berjuang untuk ini itu, padahal semua anak pun harus begitu, mereka dengan perjuangannya masing-masing. Merasa paling berusaha keras karena anak pertama juga tak tepat. Meski benar, para adik banyak yang dibantu para kakak, bukan berarti mereka tak punya beban berat juga.

Baca Juga:

Derita Menyandang Status Sarjana Pertama di Keluarga, Dianggap Pasti Langsung Sukses Nyatanya Gaji Kecil dan Hidup Pas-pasan

Saatnya Berhenti Menyuruh Orang Lain untuk Tambah Anak, Donatur Juga Bukan, tapi Ngaturnya Kelewatan!

Tak hanya bahu anak pertama yang harus kuat, para adik juga perlu bahu kuat. Banyak kok anak pertama yang sembrono, sehingga para adik yang harus punya bahu, lengan sampai otot perut yang kuat. Menjadi anak nomor berapa pun boleh kok diromantisasi, asal tak bombongan, secukupnya saja.

Jangan sampai saking seringnya meromantisasi perjuangan sebagai anak pertama, membuat si adik mules. Menceritakan beratnya bekerja dan ditambah unsur sambat ke adik dengan berlebihan. Justru hal begitu ampuh membuat si adik merasa terbebani dengan cerita si kakak. Saya mengerti, niatnya agar si adik termotivasi dan tidak sakarepe dewe karena cari duit dan harus berkorban ini itu berat rasanya. Tapi jangan sampai si adik jadi merasa tak enak, merasa menjadi beban, sampai pada titik keluar pertanyaan “Sebenarnya beneran sayang nggak sama aku, adiknya sendiri?”

Banyak juga anak pertama yang suka seenaknya sendiri mentang-mentang cari duit beliin adik sembarangan. “Aku kan berjuang untuk keluarga” adalah kalimat nomor wahid anak pertama. Kini buat saya, bekerja dan mengalah untuk ini itu tak perlu dianggap sebagai pengorbanan. Tak ada yang dikorbankan, tak ada yang terlalu berat seharusnya. Karena jika perjuangan kita, para anak pertama, memang untuk adik dan orang tua, seharusnya tak ada yang dikorbankan dan jadi mangkeli karena merasa mengalah terus. Pada akhirnya, anak nomor berapa pun Anda, kita punya tanggung jawab yang sama dan perjuangan masing-masing.

BACA JUGA Lima Makanan Yang Perlu Dihindari Para Jomblo dan tulisan Bayu Kharisma Putra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 6 Januari 2022 oleh

Tags: anak pertamaKeluargatanggung jawab
Bayu Kharisma Putra

Bayu Kharisma Putra

Anak pertama

ArtikelTerkait

menikah

Menikah Tidak Sebercanda Itu, Adique!

10 Mei 2019
anti-natalitas

Anti-Natalitas : Sebuah Gaya Pikir Kontras Untuk Mengembalikan Kualitas

25 Mei 2019
Arisan Keluarga: Budaya yang Harus Tetap Dijaga meski Nggak Menarik Buat Anak Muda

Arisan Keluarga: Budaya yang Harus Tetap Dijaga meski Nggak Menarik Buat Anak Muda

10 Agustus 2024
Grup WhatsApp Keluarga dan Alumni Sekolah Sebenernya Nggak Penting-penting Amat, Mending Nggak Usah Join

Grup WhatsApp Keluarga dan Alumni Sekolah Sebenernya Nggak Penting-penting Amat, Mending Nggak Usah Join

7 November 2023
6 Hal Enaknya Punya Anak di Jepang Terminal Mojok

6 Hal Enaknya Punya Anak di Jepang

29 Juni 2022
jilu

Gagal Nikah Gara-Gara Larangan Menikah Anak Pertama dengan Anak Ketiga (JiLu)

4 September 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

Alasan Posong Temanggung Cocok Dikunjungi Orang-orang yang Lelah Liburan ke Jogja

27 Desember 2025
Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

Tradisi Aneh Kondangan di Daerah Jepara yang Sudah Saatnya Dihilangkan: Nyumbang Rokok Slop yang Dianggap Utang

27 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025
Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

Panduan Bertahan Hidup Warga Lokal Jogja agar Tetap Waras dari Invasi 7 Juta Wisatawan

27 Desember 2025
Perpustakaan Harusnya Jadi Contoh Baik, Bukan Mendukung Buku Bajakan

Perpustakaan di Indonesia Memang Nggak Bisa Buka Sampai Malam, apalagi Sampai 24 Jam

26 Desember 2025
Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

Universitas Terbuka (UT): Kampus yang Nggak Ribet, tapi Berani Tampil Beda

26 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kala Sang Garuda Diburu, Dimasukkan Paralon, Dijual Demi Investasi dan Klenik
  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.