Mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok diisukan akan segera menduduki jabatan penting di BUMN. Pemberitaan di sejumlah media menyebut Ahok akan diberi jabatan sebagai petinggi di Pertamina. Namun belum diketahui pasti posisinya sampai dengan Rabu sore, 13 November 2019.
Jika memang benar nantinya akan menduduki posisi sebagai salah satu bos di Pertamina, saya berharap Pak Ahok bisa mengambil keputusan yang bagi saya bisa membantu mengurangi kemacetan di Jakarta. Meski jelas dia tak punya lagi tanggung jawab untuk mengurusi Jakarta, setidaknya sebagai mantan gubernur Ibu Kota, Pak Ahok masih punya kepedulian dalam mengatasi macet yang memang jadi salah satu penyakit akut di kota terbesar di Indonesia ini.
Tak bisa dimungkiri, salah satu penyebab utama macetnya Jakarta adalah terlalu besarnya penggunaan kendaraan pribadi. Mau sebanyak apa pun penyediaan transportasi umum yang layak, tetap saja banyak orang yang lebih memilih bawa mobil atau motornya sendiri. Penyebabnya ya karena biayanya yang bisa murah dibanding ongkos naik transportasi umum. Apalagi zaman sekarang teknologi yang disematkan di kendaraan makin canggih. Jadi konsumsi bahan bakar bisa lebih irit.
Kalau nggak percaya, lihat saja Honda Beat. Motor matik yang penjualannya tercatat pernah mencapai hampir 2 juta tahun 2017 silam ini hematnya nggak ketulungan. Dengan modal 1 liter, Beat tercatat bisa dipakai menempuh jarak sampai hampir 60 kilometer. Bisa dibayangkan seberapa parah hematnya biaya itu motor kalau jenis bahan bakarnya premium.
Sebagai contoh, sekarang harga per liter premium cuma Rp6.550 per liter. Sedangkan tarif maksimal MRT Jakarta untuk sekali jalan Rp14.000 untuk jarak penuh dari Lebak Bulus ke Bundaran HI yang cuma 15 kilometer itu. Kalau bolak-balik artinya Rp 28.000. Iya kalau tempat kerja masih di sekitar Bundaran HI dan rumah masih di sekitar Lebak Bulus. Kalau nggak, maka harus merogok biaya tambahan untuk nyambung angkutan lain. Biasanya sih, pilihan yang paling banyak adalah naik ojek online.
Jadi, biaya untuk naik transportasi umum dalam sehari setara dengan ongkos naik motor Beat berhari-hari. Jadi logis kenapa masih banyak orang yang males naik transportasi umum.
Nah, mumpung Pak Ahok jadi bos di Pertamina, nih. Mungkin, nggak ada salahnya untuk mengambil kebijakan menghapus premium, Pak. Selain karena harganya kelewat murah, banyak ahli yang menilai premium ini kualitasnya sangat jelek. Apalagi penggunaannya banyak yang salah sasaran.
Mungkin nggak cuma saya. Banyak pembaca tulisan ini yang sering ngelihat pengguna mobil pribadi dan ngisi BBM-nya pakai premium. Sudah mobilnya yang second harga murah (baca: tidak berkontribusi ke industri), ngisinya premium pula. Mana nggak macet Jakarta!
Jadi, sebagai orang yang mencari sesuap nasi di Jakarta dan lumayan senang naik transportasi umum, saya sangat berharap Pak Ahok bisa menghilangkan premium dari wilayah Jakarta dan sekitarnya, Pak. Tujuannya, ya supaya banyak orang mau naik transportasi umum. Kalau masih diberi opsi kayak sekarang tanpa adanya paksaan, saya yakin banyak orang yang lebih milih naik kendaraan pribadi dibanding transportasi umum.
Kalau memang untuk mengakomodasi mikrolet dan kawan-kawannya, mungkin tinggal dipaksa saja pakai Envogas, Pak. Sekarang kan mulai banyak mikrolet yang beralih pakai Envogas tuh di SPBG. Ya walaupun lebih murah dari premium, setidaknya pengguna kendaraan pribadi cenderung ogah pakai bahan bakar jenis ini, Pak.
BACA JUGA Penting Ya Ritual “Menggoyangkan” Kendaraan Bermotor di SPBU atau tulisan Sadad lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.