Polemik perihal cuti ataupun tanggal merah sepertinya tidak akan relate bagi siapa pun yang berprofesi sebagai tenaga Kesehatan, khususnya Perawat. Ketika profesi lain menyambut libur dengan gembira, perawat justru siap siaga.
Di Indonesia, perawat adalah profesi yang bisa ditemui hampir di setiap kecamatan. Profesi ini terus bekerja seperti nyala api mrapen yang abadi. Bahkan saat jam tahajud ketika banyak orang terlelap, mereka harus tetap siaga untuk memberikan pertolongan kepada pasien yang pada saat itu juga membutuhkan pertolongan.
Tiba-tiba saya berandai-andai, apa yang akan terjadi jika seluruh perawat melakukan mogok kerja. Apalagi tidak semua tindakan keperawatan bisa dilakukan dengan bantuan produk kecerdasan buatan alias AI. Moso pasang infus pake bantuan robot, lho ga bahaya, ta?
Berikut ini adalah pengandaian saya jika profesi ini beneran mogok kerja. Dan demi Tuhan, semoga ini tidak terjadi, kecuali memang ada hal yang bikin pengemban profesi ini muak hingga perlu melakukan ini.
Pasien terbengkalai
Mari kita bayangkan. Jika ada pasien yang datang dengan keluhan luka robek dengan perdarahan aktif, tetapi pada saat itu pula perawat mogok kerja, apa yang terjadi? Tentu saja akan kehilangan banyak darah hingga membutuhkan transfusi darah.
Bayangkan juga jika ada keluarga pasien yang meminta perawat untuk mengganti flabot infus yang cairannya hampir habis. Tetapi saat itu perawat sedang mogok kerja dan saat fase mogok itu selesai, cairan infus telah habis hingga akhirnya pembuluh vena yang seharusnya berisi cairan infus justru berisi udara atau emboli. Asal kalian tahu, efek dari banyaknya emboli adalah stroke. Ini jelas bahaya.
Kerja dokter semakin berat
Dokter dan perawat merupakan tenaga kesehatan yang saling berkolaborasi dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Jika perawat melakukan mogok kerja, tentu saja para dokter akan bekerja keras dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Catatan medis pasien juga tidak terisi maksimal karena perawat tengah mogok kerja. Lalu dokter akan melakukan visite seorang diri, atau mungkin visite tertunda karena menunggu perawat selesai mogok kerja.
Parahnya, jika pasien yang datang membutuhkan tindakan segera seperti pasang infus atau pasang selang oksigen, tentu saja kerepotan dokter akan bertambah karena selain melakukan tindakan tersebut, dokter juga harus memikiran therapy apa yang akan diberikan, serta memikirkan pasien mana yang membutuhkan penanganan selanjutnya.
Belum lagi di ruang operasi di mana dokter spesialis membutuhkan perawat ahli untuk menjadi asisten bedah yang cekatan dan tanggap. Perawat bedah yang mogok kerja tersebut tentu saja bikin dokter kelimpungan. Padahal mereka memiliki peran penting di kamar operasi mulai dari pra-operasi hingga pasca operasi. Kan nggak lucu kalau saat operasi berlangsung ternyata perawatnya diem-diem bae karena alasan mogok kerja.
Pasien RSJ banyak yang kabur
Perawat yang bertugas di Rumah Sakit Jiwa tentu saja memiliki tugas yang berat. Apalagi jika pasien yang dirawat adalah pasien dengan agresivitas yang luar biasa. Salah pendekatan saja bisa berujung pertarungan MMA antara petugas medis dan pasien jiwa.
Mari kita bayangkan, jika pasien jiwa yang sedang berada di bangsal mengetahui jika perawat yang bertugas sedang mogok kerja dan tidak ada yang mengawasi pergerakan mereka. Ketika ada pasien yang kabur, tentu saja tidak ada yang melapor ke pihak keamanan RSJ sehingga hal tersebut memberi celah bagi pasien jiwa untuk kabur.
Mari kita bayangkan, jika pasien RSJ yang kabur itu ternyata sedang costplay jadi Joker dan jumlahnya tidak hanya satu-dua tetapi bahkan puluhan. Lalu pasien tersebut ikut open mic di komunitas stand up comedy tapi nggak bisa bikin punch line, malah di akhir pertunjukannya ngeluarin pistol. Ga bahaya, ta?
Itulah hal yang saya bayangkan jika perawat benar-benar mogok kerja. Tentu saja kejadian di atas hanyalah khayalan yang ada di kepala saya. Apalagi perawat adalah profesi yang terikat dengan sumpah untuk lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Jika khayalan tersebut terjadi, tentu saja hal tersebut menunjukkan bahwa sektor kesehatan sedang berada di fase tidak baik-baik saja. Dan suara mereka, baiknya didengar secara saksama.
Penulis: Dhimas Raditya Lustiono
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA FAQ yang Sering Diajukan Keluarga Pasien kepada Perawat yang Sedang Tugas