“Sudah konspirasi ketimpa serum”, mungkin peribahasa itu sangat cocok untuk Mas Anji. Saya serius memuji, lagu-lagu blio keren banget. Sebut saja “Bersama Bintang”, “Dia”, dan…ya, pokoknya keren-keren. Anggap saja begitu. Saya hapal di luar kepala perihal lagu “Bersama Bintang”, bukan karena saya ngefans sama Drive, tapi karena saya nonton sinetron Candy.
Namun, ketimbang dikenal sebagai musisi, blio kini lebih dikenal sebagai YouTuber. Tentu blio ambil posisi sebagai YouTuber bukan lantaran sepi job karena ketika debat dengan Awkarin, blio mengatakan job selalu ada. Tidak ada angin, tidak ada hujan, namun ketika ada yang sedang viral, di sanalah kanal YouTube yang bernama Dunia Manji singgah. Kalau ada tubir-tubir, blio ada di garda terdepan
Pandemi pun tak luput dari mata blio. Bedanya dengan podcast Deddy Corbuzier yang mengundang bintang tamu, ia lantang menyuarakan apa yang ada di pikirannya. Biar makin yahud, hadirlah Prof. Hadi Pranoto yang mengisi konten, tentu saja, kalian semua sudah tahu membahas apa.
Sebagai fans blio militan garis kenyal, kekecewaan pun tentu ada. Namun, sebagai orang yang kenal dengan beberapa rekan medis yang ada di garda terdepan, beberapa rekan yang sanak familinya meninggal lantaran pandemi, membuat saya bingung harus mendukung siapa. Dan terbaru, ketimbang minta maaf dan terhindar dari peraturan karet, Anji mengatakan yang harusnya minta maaf itu Prof. Hadi Pranoto.
Yang menggelar obrolan dia, yang menaikan isu wagu dia, yang mendapatkan keuntungan berupa adsense juga dia, ketika kontennya diragukan keabsahannya, yang suruh meminta maaf adalah narasumbernya. Baiklah. Ketimbang menyalahkan narasumbernya, sebenernya Mas Anji bisa nyalahin yang lain.
Anji bisa salah kamera saja. Jelas sosok ini harus disalahkan. Tanpa kamera, obrolan mereka hanya bisa jadi konsumsi Anji dan beberapa orang yang kebetulan di sana. Gara-gara si kamera, isu seperti ini tidak membuat Om dan Tante saya ribut di grup WhatsApp dan woro-woro bahwa pandemi ini adalah hoax. Hoax ndasmu! Dasar si kamera!
Atau, Anji bisa salahkan keyboard laptopnya. Gara-gara keyboard tersebut, judul menohok dan pekok seperti “Bisa Kembali Normal? Obat Covid-19 Sudah Ditemukan!!” tercipta dengan entengnya. Si Keyboard ini bisa membuat beberapa orang terpincut akan utopia sebuah kenormalan baru.
Anji juga bisa salahkan penonton kanal YouTube-nya. Yang membuat naik, viral, dan banyak mengundang atensi yang penonton itu sendiri. Tapi namanya juga penonton, ada ramai-ramai pasti menggerombol. Topeng monyet yang ditanggap sama pak RT saja langsung ramai, masa sesuatu yang lebih konyol dari topeng monyet nggak ramai.
Narasumbernya saja disuruh tanggung jawab, padahal blio ini profesor yang tersohor lho.
Blio, kalau mau, bisa saja menyalahkan YouTube. Lho saya bener lho, YouTube lah yang memberikan panggung karena slogan mereka “broadcast yourself”. Kalau sudah begini, kebodohan Mas Anji ini memang nggak salah. Ketika televisi ada filter, radio ada pengawas, YouTube cuma modal age-restricted. Dan itu pun sudah nggak berguna karena tujuan mereka yang mengisi—kebanyakan—adalah cuan.
Lha itu orang-orang pekok macem Ferdian Paleka muncul kan karena cuana yang ditawarkan YouTube. Iya nggak, Nji? Anji nggak salah dan nggak bakal salah, saya yakin dengan ini. Mau apapun, mau posting kebodohannya, ya salah YouTube lantaran memfasilitasi orang bodoh untuk bersuara. Dalihnya ya tentu, kebebasan. Bahkan mengancam nyawa seseorang itu juga dianggap sebagai “kebebasan”.
Lagi pula, kalau Anji tanpa kanal YouTube, palingan hanya mas-mas yang main di hutan dan menangkap ular kobra bernama Garaga. Itu pun setelah dilepas, ditangkap lagi. Tolong lah, Mas Anji. Mbok ya yang konsisten, nyanyi ya nyanyi aja. Kasihan Garaga. Kalau kebetulan sukses tanpa kanal YouTube, pol Mentok ya jadi Bupati Subang. Anji Manusia Milenium itu keren banget, Nji.
Pokoknya blio nggak salah. Titik. Nggak patut klarifikasi di podcast Om Deddy atau malah diperkarakan. Kalau bisa, Anji tinggal menyalahkan hal-hal lain selain yang saya sebutkan di atas. Salahkan saja sekalian kursi yang ia gunakan untuk podcast. Clip-on yang digunakan, atau malah angin yang liwat ketika ia bikin podcast.
Atau salahkan baju yang kamu pakai ketika podcast aja, Nji. Kan tanpa baju, ia pasti malu tuh, dan pastinya nggak jadi bikin podcast. Eh, tapi Mas Anji masih punya malu kan setelah membuat para pengikutnya percaya dan “melupakan” protokol kesehatan?
Ah, blio memang bikin gemas akhir-akhir ini. Jangan lupa bikin blunder hari ini ya, Nji. Kalau nggak blunder kok nggak kayak kamu gitu lho.
BACA JUGA Menjadi Pemimpin Bedebah Ala Game Simulasi Pemerintahan Tropico 5 dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.