Hal-Hal Ini Bakal Kamu Rasakan Jika Menjadi Muslimah yang Menjaga Hijab

Hal-Hal Ini Bakal Kamu Rasakan Jika Menjadi Muslimah yang Menjaga Hijab

Muslimah adalah kata serapan bahasa Arab yang pengertiannya merujuk pada perempuan muslim atau yang menganut agama Islam. Lebih jauh daripada itu, menurut terminologi (istilah), muslimah diartikan sebagai perempuan yang berserah diri kepada Allah dengan hanya menyembah dan meminta pertolongan kepada-Nya terhadap segala yang ada di bumi dan di langit.

Muslimah dalam benak masyarakat Indonesia identik dengan perempuan berkerudung atau berhijab, ibu-ibu pengajian di majelis ta’lim, santriwati, ataupun sebutan-sebutan lainnya yang erat kaitannya dengan perempuan yang melakukan praktik syariat Islam. Padahal jika dilihat dari pengertian di atas, muslimah itu adalah setiap perempuan yang beragama Islam, meskipun mungkin dia tidak berkerudung atau berhijab, tidak aktif dan terlibat dalam pengajian, atau kegiatan islami lainnya. Pokoknya selama dia ngaku Islam, ya dia muslimah.

Karena stigma-stigma itulah, dalam pergaulan sehari-hari banyak yang tidak dapat membedakan apakah perempuan yang ada di sekitar kita itu muslimah atau bukan. Hanya karena dia tidak berhijab ataupun bebas campur baur dengan lawan jenis, kecuali jika kita menanyakannya langsung apa agama dia. Ah, lagi pula apa pentingnya menanyakan agama kepada seseorang, sih?

Namun yang terpenting dari itu semua, muslimah tetaplah muslimah yang memiliki aturan wajib dan larangan dari Allah yang harus dilaksanakan dan dijauhi. Yups, sebagaimana pengertiannya, sebagai perempuan yang berserah diri kepada Allah, ya harus rida diatur oleh Allah. Karena Islam begitu memuliakan perempuan, sehingga dalam pergaulan sehari-hari pun, perempuan diatur oleh norma-norma Islam. Aturan tersebut bukanlah untuk mengekang, melainkan untuk kebaikan kita juga.

Jika memang kamu muslimah yang sudah terbiasa dengan aturan-aturan Islam, maka hal-hal berikut akan kamu alami di tengah-tengah pergaulan zaman now yang tampaknya semakin bodo amat terhadap aturan agama.

Satu: Sikap serba salah ketika harus menangkupkan tangan di dada saat non-mahram mengajak bersalaman

Dalam pergaulan Islam, terdapat konsep aturan mengenai mahram dan non mahram. Mahram (mahramun dalam bahasa Arab) artinya semua orang yang haram kita nikahi selamanya atau sementara oleh sebab keturunan, persusuan, dan pernikahan dalam syariat Islam. Sebaliknya, non-mahram diartikan semua orang yang boleh kita nikahi.

Nah, dengan non-mahram inilah seorang muslimah memiliki batas-batas pergaulan yang tidak boleh dilanggar. Salah satu hal yang kerap kali diabaikan adalah bersentuhan, termasuk berjabat tangan lho ya.

Hadis berikut ini setidaknya menjelaskan kepada kita ancaman perbuatan tersebut.

Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.“ (HR. Thabrani). Larangan untuk tidak bersentuhan dengan non-mahram tentunya masih berlaku hingga saat ini, tanpa terkecuali. Namun, terkadang hal ini akan menjadi perkara dilematis mengingat tidak semua muslimah berpegang teguh terhadap aturan ini.

Sebagai seorang yang banyak bekerja dan berinteraksi dengan lawan jenis a.k.a laki-laki, saya jelas-jelas mengalami hal ini. Bagaimana harus menjelaskan ke atasan karena banyak client yang protes ketika saya hanya menungkupkan tangan di dada seraya mengulum senyum sebagai penolakan halus alih-alih menyambut erat ajakan jabat tangan tersebut. Ataupun merasa kikuk saat hari pertama masuk kantor baru dan dikenalkan HRD kepada seluruh karyawan yang selalu berujung dengan tatapan-tatapan aneh dari karyawan laki-laki.

Belum lagi jika Hari Raya. Ketika tiba waktu bersalaman; tua-muda, laki-perempuan, semua larut dalam euforia tanpa mengindahkan siapa mahram yang boleh bersalaman dengan kita. Yaelah dengan sepupu ini kok, masa iya haram? Dengan teman sepermainan sejak kecil ini kok? Dan alibi-alibi pembenaran lainnya yang seakan itu adalah suatu kebenaran. Mau dengan sepupu ataupun teman sejak kecil, kalau mereka non-mahram kita, ya tetep nggak boleh dong.

Dua: Tidak tertarik pacaran

Berpacaran saat ini dianggap sebagai sesuatu yang lumrah di kalangan masyarakat umum, bahkan umat Islam sekali pun. Sebaliknya, menjomblo adalah hal yang amat pandir dan sering menjadi bahan olokan dan candaan. Seakan menjadi jomblo adalah makhluk paling kesepian di muka bumi. Seolah ketiadaan pacar adalah sesuatu yang  menghinakan. Lupa bahwa Alquran surat Al-Isra ayat 32 secara eksplisit memperingati remaja Islam untuk tidak sekali-sekali mendekati zina, termasuk pacaran. Karena larangan inilah, biasanya muslimah ‘tertentu‘ tidak akan berani berpacaran. Alih-alih memiliki pacar, mereka lebih memilih dikatakan jomblo karena memilih menjaga diri hingga tibanya fase pernikahan.

Dari sekian banyak kejadian-kejadian dilematis yang menguji keteguhan kita sebagai muslimah, satu hal yang ingin saya sampaikan, tegaslah wahai para muslimah sekalian! Tegaslah bahwa ini adalah perintah Tuhan kita yang absolut, tak dapat ditawar-tawar. Tunjukkan kepada mereka semua, bahwa kita memiliki ketegasan dalam bersikap dan bertindak. Setidaknya ini yang justru akan membuat mereka menghormati keputusan kita.

BACA JUGA Duka Muslimah yang Mudik Sendirian atau tulisan Devie Andriyani lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version