Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Profesi

Guru Laki-laki di SD Negeri: Banyak Duka, Senang Sewajarnya

Sugeng Riyanto oleh Sugeng Riyanto
16 September 2022
A A
Suka dan Duka Menjadi Guru Laki-laki di SD Negeri (Unsplash.com)

Suka dan Duka Menjadi Guru Laki-laki di SD Negeri (Unsplash.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Menjadi guru bukan merupakan cita-citaku saat kecil. Apalagi mengajar di SD Negeri Jika tak salah ingat, lebih dari sembilan sampai 10 profesi yang aku cita-citakan. Yah, cita-cita memang sering berubah mengikuti tren yang sedang berkembang. 

Pas musim Tsubatsa, cita-citaku jadi pemain bola. Musim Naruto, jadi ninja. Musim Smackdown, pengin jadi John Cena. Bisa dilihat, kan? Bahkan aku tak terpikir jadi guru karena tak ada animasi atau tontonan yang dibuat menarik pada saat itu, kecuali gurunya Nobita yang hobinya kasih telur mata sapi dan menjewer.

Soal jewer-menjewer, aku juga punya pengalaman buruk. Terlebih pada bapak guru satu-satunya di zaman SD. Beliau hobinya cubit, jewer, dan periksa kuku dengan penggaris kayu. Apabila ada kuku yang panjang atau hitam sedikit, ya siap-siap jari kita dipukul pakai penggaris kayu. Sensasi yang luar biasa dan sulit didapatkan oleh murid-murid zaman sekarang.

Takdir menjadi guru

Prosesku menjadi guru juga terbilang cukup unik. Sebagai lulusan STM otomotif yang akrab dengan cara membuat palu, ngelas, hingga teliti dalam mengukur rongga platina dan klep mesin. Agaknya sangat jauh jika tiba-tiba kepikiran jadi guru SD, sudah begitu SD Negeri pula. Tentu nggak bangetkan, ya? Tapi itulah takdir.

Aku menjadi seorang guru karena ibuku adalah guru. Sebagai anak bontot, yang kala itu kedua kakakku telah memilih profesi sebagai non-guru, tentu harapan ibu hanya bertumpu padaku. Berbekal rayuan ibu dengan iming-iming masa depan yang lebih cerah dibandingkan harus belepotan oli kala menjadi montir, aku terpedaya.

Namun sungguh aku tak pernah terbesit untuk menjadi guru SD. Karena dalam bayanganku, guru SD banyak diisi oleh para perempuan. Sungguh, bukan tempat yang pas untukku sebagai lulusan STM yang kadang juga cekikikan lihat bocah-bocah sedang gelut berbalut seragam.

Dari seabrek pilihan guru bidang studi, aku lebih memilih untuk jadi guru olahraga, sejarah, atau Bahasa Indonesia. Tapi sialnya, ketiga pilihan itu gagal karena saat tes masuk kampus negeri, badanku kurang tinggi, dianggap buta warna, dan tak lolos tes wawancara. Ya sudah, tanpa daya aku ikuti pilihan ibu, berharap ada berkah di dalamnya.

Kesulitan ketika kuliah

Atmosfer kampus yang jauh berbeda dengan dunia STM membuatku stres di bulan-bulan pertama kuliah. Mencoba berbaur, namun kebanyakan adalah mahasiswi. Jadi sulit bergaul, mau dekat-dekat saja sudah takut apalagi mepet-mepet. Takut muncul isu modus, ya walaupun memang benar dulu aku modus ditambah penampilanku yang modis.

Baca Juga:

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

Jangan Bilang Gen Z Adalah Generasi Anti Guru, Siapa pun Akan Mikir Berkali-kali untuk Jadi Guru Selama Sistemnya Sekacau Ini

Lama-lama aku terbiasa dan mulai menerima, sehingga dalam sirkel pergaulan aku mendapatkan wadah yang mungkin tepat untuk perkembangan psikologi dan kognitif, yaitu organisasi mahasiswa. Di organisasi, aku mencoba terlibat aktif sejak awal. Hingga kakak tingkatku waktu itu mempercayakan aku untuk mengelola mading organisasi. Jelas kesempatan itu aku gunakan untuk mengkritik kebijakan pemerintah dan kampus. Dengan karikatur yang didapat dari Google, kampus tak jarang menjadi heboh.

Bahkan di akhir-akhir semester, aku harus one by one dengan Kaprodi yang kesal dengan esai yang aku tempel di tembok-tembok kampus. Oh iya, one by one di sini bukan adu jotos ya, tapi bicara empat mata. Yang paling epik adalah ketika aku harus berhadapan langsung untuk penyelesaian masalah PPL (Praktik Pengalaman Lapangan). Sampai saat ini kata-kata beliau sulit aku lupakan.

Sebenarnya bersamaan dengan PPL, aku sudah diterima jadi guru honor di SD negeri. Kurang lebih 2 tahun aku mengajar di sana. Dari semester 6 hingga semester 9. Eh, jadi ketahuan telat lulus.

Guru honorer

Sebenarnya motif di balik melamar jadi guru kala itu karena ongkos dan uang saku yang sudah lampu kuning dan malu kalau minta terus. Walaupun gaji guru honor pada 2012 baru Rp500 ribu, alhamdulillah cukup untuk bensin. Dan yang membuat bangga adalah ketika ada jatah nasi padang untuk rapat, sengaja tidak aku makan. Nasi itu aku bawa ke kosan untuk makan bersama kawan-kawan. Sebungkus berempat, kadang berlima, yang penting semua kebagian.

Sebagai pembaca buku Pendidikan Kaum Tertindas karya Paulo Freire, tentu aku merasa perlu membawa misi perubahan terhadap dunia pendidikan. Hahaha, malu rasanya kenapa aku begitu naif dahulu. Namun kalau diingat-ingat cara mengajarku hampir mirip dengan guru SD dulu. Apa karena dipengaruhi rasa sakit atau ada misi balas dendam kala itu? Aku juga lupa.

Pastinya lewat tulisan ini, aku ucapkan permohonan maaf pada murid-muridku di tahun pertamaku mengajar. Bayu, Denis, Dwi, Jocelin, Putri, dan semuanya. I am sorry for being bad teacher, maafkan bapak gurumu ini yang dulu kurang tidur, jarang makan, hingga terkadang saat masuk kelas acap perut berdendang dan emosi meradang.

Di 2 tahun pertama menjadi guru, rasanya campur aduk. Bangga karena sudah punya kerjaan, walaupun honor. Karena banyak temanku yang sudah lulus S1 tapi hanya menaikkan rating pengangguran saja kala itu. Bangga juga karena saat ke kampus pakai seragam guru, walaupun bahan baju yang kukenakan mudah bau keringat tapi itu tanda kerja kerasku di dalam kelas. Inilah hal selalu buat aku bertanya, “Kenapa baju dinas guru kok gampang bau, sudah gitu tak menyerap keringat?” Sungguh tak nyaman!

Kehidupan bersama guru senior

Kebetulan di awal-awal mengajar, guru-guru di SD itu isinya kebanyakan lansia, dan ibu-ibu tentunya. Dan di mana-mana yang namanya ibu-ibu hobinya ngobrol. Obrolannya sudah bisa ditebak dong? Yang ditanya, “Udah punya pacar belum?” bahkan yang ekstrem diajak ke rumahnya untuk dikenalkan dengan anaknya dan dijodohkan.

Selain itu, suka banget ngobrolin guru yang absen. Mulai dari kinerjanya hingga desas-desusnya. Kalau kinerja sih wajar aja didiskusikan, terlebih buat pelajaran guru-guru baru macam aku. Tapi kalau desas-desusnya tentu tak bermutu, mau di-tag di Wikipedia juga nggak masuk kategori.

Ada lagi nih, candaan yang tak terlepas dari ibu-ibu dan bapak-bapak, apalagi kalau bukan tentang 3 perkara, yaitu dapur, sumur, dan kasur. Tapi dari 3 perkara itu, candaan paling lantang ya tentang kasur. Hingga di awal candaan terkadang aku harus loading untuk mencerna percakapan para senior.

Tak bisa jauh dari profesi ini

Dua tahun setelah mengajar aku putuskan untuk keluar. Hingga pada tahun 2014 aku lolos program PSP3 Kemenpora RI dan ditempatkan di Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara. Niatku kala itu tak mau jadi guru lagi.

Program turunan dari ORBA ini memiliki jangka waktu 2 tahun. Namun, periode yang aku jalani adalah angkatan terakhir. Karena setelahku, program ini resmi ditutup presiden. Katanya sih karena ada korban jiwa akibat telat distribusi biaya hidup.

Namun niatku luruh, ketika aku mengalami kebuntuan komunikasi ke masyarakat. Ternyata sosok yang disegani di sana adalah orang-orang berprofesi guru. Hingga pada akhirnya aku kembali mengajar dan menjadi volunteer di SD negeri serta pesantren di daerah tersebut.

Dengan fasilitas seadanya, kebiasaan mengajar di kota tentu tak bisa dibawa ke sini. Mulai dari ruang kelas, lab, perpustakaan, semua minim. Bahkan untuk buku paket siswa saja, tidak semua punya. Alhasil untuk menjelaskan, harus didiktekan terlebih dahulu agar mereka punya bacaan di rumah. Sungguh jomplang! Tapi mereka juga punya keunggulan, halamannya luas yang terdiri dari beberapa bukit, dan memiliki lapangan yang tak kalah luas.

Dua tahun berselang, akhirnya aku kembali ke Jakarta. Sempat nganggur beberapa minggu hingga diterima menjadi guru honor lagi. Mulai dari nol lagi, seperti isi bensin di SPBU, “Mulai dari nol ya, Pak!”. Dua tahun di daerah yang jauh dari ingar-bingar kesibukan mobilitas, cukup berefek. Sampai rasanya aku lihat guru-guru di Jakarta itu dapat dikatakan manja. Padahal fasilitas mereka cukup, mulai dari buku, ruang kelas, wifi, dan lainnya. Tapi kenapa masih banyak yang misuh saja?

Memang sudah takdir

Pengalamanku yang lain selama menjadi guru kelas di SD Negeri berjenis kelamin laki-laki ada juga ceritanya. Setelah lolos seleksi CPNS 2018, fiks aku terikat dengan profesi ini. Gak bisa travelling karena harus kerja, kerja, dan kerja. Temannya ya itu-itu saja di sekolah. Paling berbaur dengan yang lain saat ada rapat di Satlak atau dinas. Bisa ketemu sirkel yang lebih besar.

Efeknya ya sama seperti pengalaman 2 tahun saya mengajar dahulu di SD Negeri. Yang beda, jumlah tagihan iuran, sumbangan, atau sebatas arisan. Khas emak-emak pokoknya.

Tapi untungnya ada Pak Mukhlis, penjaga sekolah sekaligus bos dekor. Tak jarang Pak Mukhlis yang suka membangun situasi ampuh mengusir jenuh, walau sebatas ngerokok bareng sambil ngopi. Maka dari tulisan ini, aku juga hendak sampaikan besarnya jasa penjaga sekolah.

Dapat dikatakan mereka seperti healing therapy, yang menentukan bagus tidaknya, nyaman tidaknya, dan bersih tidaknya sekolah. Oleh karena itu lowongan P3K harusnya jangan hanya untuk guru saja, bukal juga buat penjaga sekolah!

Penulis: Sugeng Riyanto

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Noda dan Dosa Guru: Sisi Gelap Sebuah Profesi yang Dianggap Mulia

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 16 September 2022 oleh

Tags: guruGuru Honorerguru SDguru SD NegeriSD Negeri
Sugeng Riyanto

Sugeng Riyanto

Seorang guru di salah satu SDN di Jakarta. Suka membaca buku, ngopi, nonto resume film di youtube, dan gorengan yang tak terlalu panas. Penulis buku “Pendidikan Tanpa Sekolah”.

ArtikelTerkait

Tiga Dosa Fakultas Keguruan yang Membuat Calon Guru Tidak Berkembang Mojok.co

Tiga Dosa Fakultas Keguruan yang Membuat Calon Guru Tidak Berkembang

10 November 2023
4 Peraturan Aneh di Sekolah dan Panduan Memahaminya terminal mojok

4 Peraturan Sekolah yang Terdengar Ngadi-ngadi dan Panduan Memahaminya

24 Agustus 2021
Guru Honorer Tetap Mengajar dengan Gaji Kecil Bukanlah Pengabdian, Itu Terjebak Keadaan Mojok.co

Guru Honorer Tetap Mengajar dengan Gaji Kecil Bukanlah Pengabdian, Itu Terjebak Keadaan

8 Desember 2023
Selain Gaji Kecil, Inilah 4 Sisi Gelap Menjadi Guru Sekolah Swasta yang Jarang Terekspos

Selain Gaji Kecil, Inilah 4 Sisi Gelap Menjadi Guru Sekolah Swasta yang Jarang Terekspos

28 Oktober 2025
Orang Tua Lebih Memilih Sekolah Swasta meskipun Biayanya Mahal karena Memang Sebagus Itu, Sekolah Negeri Perlu Ngaca sekolah swasta gratis

Jangan Seenaknya Mendirikan Sekolah Swasta kalau Nggak Mampu Gaji Guru dengan Layak!

21 Juli 2025
guru bukan pegawai IT mojok

Menguasai IT Perlu, tapi Tugas Guru Bukan Itu

22 November 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Mio Soul GT Motor Yamaha yang Irit, Murah, dan Timeless (Unsplash) yamaha mx king, jupiter mx 135 yamaha vega zr yamaha byson yamaha soul

Yamaha Soul Karbu 113 cc: Harga Seken 3 Jutaan, tapi Konsumsi BBM Bikin Nyesek

17 Desember 2025
Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

15 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025
Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

15 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan
  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.