Gunung Mananggel, Tapak Kaki Misterius, dan Suara Gamelan yang Bikin Merinding

Gunung Mananggel, Tapak Kaki Misterius, dan Suara Gamelan yang Bikin Merinding

Gunung Mananggel, Tapak Kaki Misterius, dan Suara Gamelan yang Bikin Merinding (pixabay.com)

Ngomongin misteri memang nggak akan pernah ada habisnya. Beberapa waktu lalu, saya pernah menulis sejarah dan misteri beberapa gunung seperti Gunung Gede Pangrango, Gunung Manglayang, sampai Gunung Salak. Dan, kini sejarah dan misteri yang ingin saya bahas adalah Gunung Mananggel yang juga menyimpang banyak misteri.

Gunung ini berada di kawasan Kampung Gunung Jantung, Desa Sukaratu, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Gunung ini terkenal gegara adanya jejak kaki misterius yang tercetak di sebongkah batu berukuran 30×14 cm. Batu itu hampir tidak terlihat dan mungkin tidak akan disadari pendaki karena tertutup semak-semak dan pohon tumbang bersama ranting-ranting yang berserakan.

Warga lokal menyebut jejak kaki berwarna hitam itu dengan sebutan Sanghyang Tapak. Jejak kaki itu berada tepat di puncak Gunung Mananggel. Gunung ini memang tidak lebih tinggi daripada gunung lainnya, yaitu hanya 800 mdpl. Sanghyang Tapak sudah populer di tatar Kota Santri, tapi banyak yang belum tahu tentang sejarah yang terkandung di dalamnya.

Menurut tokoh setempat, Sanghyang Tapak ialah tapak kaki Resi Pananggel alias Pangeran laganastasoma. Ia merupakan salah satu keturunan raja-raja Jampang Manggung. Kerajaan ini didirikan Prabu Kujang Pilawa pada 330 saka atau sekitar 406-407 masehi. Sehingga, kerajaan ini lebih dulu ada ketimbang Kabupaten Cianjur itu sendiri yang baru didirikan pada 1677.

Akan tetapi, Kerajaan Jampang Manggung ini seolah hanyalah mitos. Dalam catatan sejarah Kabupaten Cianjur, belum pernah ada yang menyebut tentang kerajaan ini. Bahkan, dalam catatan sejarah, Cianjur ditemukan oleh Dalem Cikundul dengan keadaan masih hutan rimba yang hanya dihuni beberapa kelompok jawara.

Namun, konon katanya, Kerajaan Jampang Manggung ini disebut dalam sebuah kitab tua berjudul Wawacan Jampang Manggung. Kitab itu ada di tangan salah satu tokoh setempat, dan diwariskan oleh karuhunnya secara turun temurun. Tokoh itu pernah menjadi guru silat saya ketika SMP atau sekitar 2015-2016.

Bahkan, katanya, ketika Dalem Cikundul datang ke Kota Santri, Kerajaan Jampang Manggung dipimpin Prabu Laksajaya. Sang Raja lumpuh dan tidak memiliki anak, sehingga pemerintahan dijalankan oleh wakilnya yaitu Patih Hibar Palimping. Kerajaan itu konon sudah menganut agama Islam dan dominan bekerja sebagai petani huma.

Patih Hibar menikahkan anak perempuannya bernama Dewi Amitri dengan Raden Jayasana karena berminat pada agama Islam dan keahliannya terhadap ilmu pertanian baru bernama Huma Banjir yaitu penanaman padi khas Mataram dengan menggunakan air.

Raden Jayasana yang kemudian menyebut dirinya sebagai Aria Wiratanu pun menerima limpahan kekuasaan pemerintahan dari Patih Hibar karena tidak punya anak laki-laki. Aria Wiratanu langsung memindahkan pusat pemerintahan dari kaki Gunung Mananggel ke wilayah yang sekarang disebut Cibalagung. Kemudian, dia meresmikan nama baru di daerah yang dipimpinnya yaitu Kadaleman Cikundul yang merupakan cikal bakal Kabupaten Cianjur.

Menurut salah satu penelitian para sejarawan Belanda soal Kerajaan Jampang Manggung ini, di Gunung Mananggel juga ada makam tua yang menjadi salah satu indikasi keberadaan kerajaan misterius ini. Meskipun, seluk beluk kerajaan ini masih menjadi pertanyaan besar para arkeolog.

Kerajaannya yang misterius membuat gunung ini pun memiliki sisi mistisnya tersendiri. Konon katanya, beberapa pendaki yang menaiki Gunung Mananggel ini kerap mendengar bunyi gamelan yang entah dari mana sumbernya. Bunyi gamelan itu muncul ketika berada di puncak gunung.

Bahkan, hal ini pernah viral di TikTok setelah salah seorang pendaki merekam kegiatannya dalam pendakian. Namun, ia pun ikut merekam suara gamelan yang mengalun secara tiba-tiba tanpa sumber. Suara gamelan dan kuda kayaknya memang dekat dengan sisi mistis gunung di Indonesia. Beberapa tulisan saya tentang gunung di Jawa Barat pun sempat menyinggungnya.

Salah seorang teman saya, yang pernah menjadi narasumber ketika masih menjadi wartawan, sempat bercerita bahwa hal itu benar adanya. Ia kerap mendengar suara gamelan jelang sore hari setelah berada di puncak gunung.

Mungkin bagi beberapa orang, hal ini bisa terasa biasa saja. Tapi, kalau dipikir ulang, untuk mengangkat alat-alat gamelan itu nggak bisa dilakukan oleh satu orang. Selain alatnya yang memang banyak tapi juga punya beban yang lumayan berat seperti orang-orang yang suka rebahan setiap hari.

Terlepas dari mitos yang ada, Gunung Mananggel punya sejarah dan daya tarik yang besar. Bagi kalian yang merasa punya nyali, berani datang ke gunung ini?

Penulis: Muhammad Afsal Fauzan S
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version