Banyak yang bilang, ini adalah era superhero fatigue alias orang-orang sudah enek sama film superhero. Tak mengagetkan jika film superhero tak sehebat dulu performanya. Tapi, rasa-rasanya, Guardians of the Galaxy Vol. 3 bisa jadi film yang tak bikin orang enek, meski bercerita seputar tentang kehidupan pahlawan super.
Menurut saya, Guardians of the Galaxy Vol. 3 adalah sebuah karya layar lebar yang menjadi bukti bahwa Marvel masih bisa memproduksi film bagus. Tidak seperti karya-karya mereka akhir-akhir ini yang cukup banyak mendapatkan kritikan. Mengapa saya bisa mengatakan seperti itu?
Daftar Isi
Film yang amat personal
Satu hal yang paling melekat dari Guardians of The Galaxy adalah hubungan para anggotanya yang sudah seperti keluarga; terlepas dari kekonyolan dan ketidaksempurnaan yang mereka miliki. Dalam film ini, unsur kekeluargaan tersebut kembali diangkat dan menjadi konflik utama yang menggerakkan cerita. Secara garis besar, Guardians of the Galaxy Vol. 3 memusatkan konfliknya pada hubungan antara Rocket (Bradley Cooper) dan High Evolutionary (Chukwudi Iwuji), sosok antagonis yang menyiksa Rocket ketika ia masih belia sehingga ia dapat tumbuh menjadi “rakun” yang cerdas seperti sekarang.
Pada film-film sebelumnya, aspek itu tidak pernah dibahas secara mendalam. Namun, dalam film berdurasi 2 jam 29 menit ini, semua pertanyaan penonton perihal masa lalu Rocket akan terjawab sepenuhnya. Tak hanya itu saja, sisi personal juga muncul dalam penceritaan karakter-karakter lainnya; Peter Quill (Chris Pratt) yang masih menaruh perasaan terhadap Gamora (Zoe Saldana); Drax (Dave Bautista) yang meskipun terlihat sangar di luar, tetapi juga masih menunjukkan kelembutan dan sisi-sisi “kebapakannya” pada momen tertentu; juga Nebula (Karen Gillan) yang kini mulai memiliki jiwa kemanusiaan dan tak lagi sedingin dulu.
Menurut saya, kisah yang terasa personal ini menjadi satu kelebihan tersendiri dari Guardians of the Galaxy Vol. 3. Hal itu membuat konflik yang dialami para tokohnya jadi lebih membumi dan “nggak terlalu superhero banget”. Maka dari itu, bagi kalian yang menyukai film dengan adegan-adegan yang mampu mengoyak emosi, judul satu ini cocok untuk kalian saksikan.
Jujur, saya sendiri termasuk ke dalam golongan orang yang cukup “kebal” dengan adegan-adegan sentimental dalam suatu film. Akan tetapi, ketika film ini mulai memasuki babak akhir, ada beberapa adegan yang cukup membuat hati saya terenyuh, lantas jadi makin menaruh simpati terhadap nasib tokoh tersebut. Siapa tokoh yang saya maksud? Yah, mending kalian tonton sendiri untuk mengetahui jawabannya.
Tokoh-tokoh baru yang menarik
Guardians of the Galaxy Vol. 3 memunculkan dua tokoh baru yang bagi saya sangat menarik: High Evolutionary dan Adam Warlock (Will Poulter). Untuk nama yang pertama, saya berani menganggapnya sebagai salah satu villain di franchise Marvel yang paling menarik dari segi penokohan. High Evolutionary memang tidak begitu memiliki banyak fight scene keren; rasanya minim sekali adegan yang menampilkan dia tengah menembakkan sinar laser ke arah para protagonis ataupun melakukan baku hantam yang sampai menghancurkan seisi kota.
Akan tetapi, meskipun tanpa semua “kehebohan” tersebut, ia tetap berhasil memancarkan aura villain-nya hanya sekadar melalui tindakan dan caranya bersikap. Sebagai contoh, adegan flashback-nya dengan Rocket bagi saya merupakan salah satu bagian terbaik dari film ini. Sebagai penonton, saya jadi dibuat sedih dengan apa yang menimpa Sang Rakun Berbicara, tetapi juga kagum dengan penggambaran High Evolutionary yang begitu villainous. Singkatnya, kalau dibandingkan para antagonis dari dua film GOTG sebelumnya, menurut saya High Evolutionary adalah yang paling berkesan. No debate.
Kemudian, tokoh lainnya yang tak kalah menarik untuk dibahas adalah Adam Warlock. Tidak seperti High Evolutionary yang benar-benar baru muncul di film ini, Adam Warlock sejatinya sudah di-tease di prekuelnya, tepanya di bagian credit scene. Namun, memang baru dalam film inilah ia menampakkan diri dan langsung menjadi ancaman berbahaya bagi para Pelindung Galaksi. Hal ini menarik karena pada mulanya, pemilihan Will Poulter sebagai pemeran dari tokoh tersebut cukup banyak mendapatkan tanggapan negatif dari para penggemar.
Akan tetapi, Poulter mampu membuktikan bahwa pihak Marvel Studios tidak keliru dalam memilihnya. Sosok Adam Warlock di film ini berhasil menimbulkan daya tarik tersendiri, terutama dalam aspek kepribadiannya yang mengalami perubahan menjelang babak penutup. Sungguh menarik melihat bagaimana tokoh tersebut mengalami “kegalauan” dalam hal menentukan ke pihak mana ia harus berdiri.
Soundtrack yang tidak terlalu berkesan
Sejak film perdananya, unsur paling menarik dari film-film GOTG adalah soundtrack-nya yang banyak berisikan lagu-lagu jadul nan memanjakan telinga. Namun menurut saya, dalam seri ketiganya ini, aspek tersebut cukup mengalami penurunan; pemilihan lagu-lagu yang dijadikan soundtrack entah mengapa kurang begitu menempel di telinga saya.
Satu-satunya lagu yang masih terngiang-ngiang dan benar-benar mampu menaikkan kualitas adegannya hanyalah “Since You Been Gone” yang dinyanyikan oleh Rainbow. Sejak dijadikan musik pengiring di video trailer hingga akhirnya betul-betul dimunculkan di film ini, lagu tersebut terasa paling memorable dan sangat mendukung scene yang ditampilkan. Akan tetapi, selain “Since You Been Gone”, tak ada lagi lagu-lagu dalam daftar soundtrack-nya yang benar-benar menggugah saya.
Hal ini tentu boleh dianggap sebagai kelemahan dari Guardians of the Galaxy Vol. 3. Walaupun memang bukan kelemahan yang teramat mengganggu dan mengurangi kenyamanan menonton, hal ini tetap saja jadi mengurangi rating keseluruhan saya untuk film ini. Sebab, saya menganggap Guardians of The Galaxy dan soundtrack yang catchy adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan; keduanya saling melengkapi satu sama lain.
Oleh sebab itu, saya cukup menyayangkan saja perihal lagu-lagu pengiringnya yang tidak se-memorable dua film prekuelnya. Tapi ya, opini pribadi sih.
Pada intinya, seperti yang telah saya katakan, Guardians of the Galaxy Vol. 3 adalah karya sinema yang menjadi bukti bahwa Marvel masih bisa memproduksi film bagus. Kisah yang terasa personal dan munculnya tokoh-tokoh baru yang menarik menjadi dua kelebihan utamanya. Bagi saya, rating 8,8/10 tampaknya pantas untuk disematkan.
Kenapa nggak saya kasih 9? Ya, karena masalah soundtrack-nya tadi. Hehehe.
Sumber gambar: Akun Instagram Guardians of the Galaxy
Penulis: Bintang Ramadhana Andyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Film Superhero dan Hobinya Menggunakan Lagu Lawas sebagai Soundtrack
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.