“Seblak adalah makanan yang aneh”, begitu bunyi salah satu kalimat dalam sebuah artikel di Terminal Mojok yang membahas tentang seblak. Saya paham jika sebagian orang merasa seblak itu aneh. Tapi ,jika kalian berkunjung ke kampung saya, tepatnya di Desa Lembengan, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember (makanan ini biasanya juga bisa ditemukan di daerah lain wilayah tapal kuda). jika beruntung, kalian akan menemukan makanan yang lebih aneh daripada seblak. Saking anehnya makanan ini, nggak ada yang jual.
Makanan ini biasa disebut gerjuk oleh warga sekitar. Penamaan gerjuk mengacu pada proses pembuatannya. Semua bahan dicampur dalam sebuah lesung, lalu ditumbuk sehingga menghasilkan bunyi “gerjuk-gerjuk”, begitu kira-kira. Dari nama saja sudah aneh kan, tapi mari saya jelaskan kenapa makanan ini lebih aneh daripada seblak.
Bahan utama gerjuk adalah buah nangka tapi yang belum jadi nangka, alias buah nangka yang masih seukuran jari orang dewasa. Kita tahu sendiri, buah nangka ketika sudah matang ukurannya besar sekali dan punya duri-duri seperti durian, walaupun tak setajam duri buah durian. Nah, buah nangka yang baru seukuran jari orang dewasa inilah yang menjadi tokoh utama dalam pembuatan gerjuk. Warga desa kami biasa menyebut bayi nangka itu dengan kata “bebbel”, tapi bebbel yang dipilih harus yang sudah timbul bulu-bulu halus di badannya atau “nyambuluh” istilahnya di sini. Jika belum timbul bulu, rasanya kurang enak.
Untuk mendapatkan bebbel inilah yang merupakan tantangan paling berat jika ingin membuat gerjuk. Pertama kita harus mencari pohon nangka, setelah ketemu pohon nangka, kita harus minta ijin pada sang pemilik untuk minta bebbel, tapi kan bebbel adalah cikal bakal dari nangka, tentu saja jarang pemilik pohon nangka yang mengijinkan hal itu. Kalaupun ada dia mungkin sudah pesimis pohonnya akan menghasilkan nangka yang bagus.
Jika minta ke sana ke mari tidak diberi, jalan satu-satunya adalah dengan mencuri bebbel itu. Ini sebuah tindakan yang tidak patut ditiru. Dulu saya pernah dikejar-kejar sang pemilik pohon karena mencuri bebbel di pohon nangka miliknya. Ini benar-benar pilihan yang amat sangat terakhir, risikonya besar. Sebisa mungkin mintalah pada sang pemilik pohon. Kalau tidak diberi urungkan saja niat untuk membuat gerjuk daripada timbul masalah.
Anggap saja kita sudah mendapatkan beberapa buah bebbel. Bahan yang perlu dipersiapkan selanjutnya adalah ketela pohon. Bahan kedua ini cukup mudah didapatkan, biasanya di warung-warung ada yang jual. Bahan ketiga yang perlu dipersiapkan adalah terasi. Terasi ini berfungsi sebagai penyedap rasa dan penguat aroma. Selanjutnya bumbu-bumbu seperti garam, gula, dan sedikit micin.
Jika semua bahan sudah terkumpul, masukkan semuanya ke dalam sebuah lesung. Tumbuk semua bahan mentah-mentah kecuali terasi. Sebelum ditumbuk, terasi harus terlebih dahulu dibakar sedikit agar matang dan keluar aromanya. Percayalah, aroma terasi bakar itu sungguh membuat air liur menetes. Setelah dibakar, masukkan terasi dan lanjutkan menumbuk semua bahan. Jangan sampai terlalu halus karena gerjuk lebih nikmat jika punya sedikit tekstur.
Sekarang saya akan mendeskripsikan rasa dari makanan aneh ini. Rasanya itu kompleks, ada asin, sedikit manis, gurih, berair, dan sepat. Namun, yang dominan adalah rasa sepat itu. Bisa ditebak kan rasa sepat itu berasal dari mana? Ya, rasa sepat itu berasal dari bebbel, si bayi nangka. Nangka matang memiliki cita rasa yang sangat manis, tapi bebbel ini rasanya kelat di lidah karena mengandung cukup banyak getah. Tapi, justru rasa sepat inilah yang membuat orang kampung saya ketagihan makan gerjuk, termasuk saya.
Biasanya gerjuk memang dimakan secara bersama-sama. Masing-masing orang akan menyumbang salah satu bahan yang mereka miliki. Yang bertugas mencari bebbel tentu saja kami para anak-anak badung. Sebuah lesung besar berisi penuh dengan gerjuk akan dibagi-bagikan kepada seluruh warga kampung. Nikmatnya gerjuk berpadu dengan canda tawa dalam cengkrama warga.
Meskipun aneh, gerjuk merupakan salah satu contoh hasil dari gotong royong antar warga, di mana gotong royong merupakan sifat masyarakat Indonesia. Tidak seperti makanan lainnya yang bisa ditemukan kapan saja karena dijual di mana-mana, gerjuk tidak dijual. Jadi makanan ini spesial karena tidak setiap hari ada.
BACA JUGA Pengalaman tak Mengenakkan di Salah Satu Mal Kota Malang dan artikel Sigit Candra Lesmana lainnya.