Selain tren bersepeda, ada satu tren lagi yang kembali digemari ketika pandemi. Tren baru ini adalah mengoleksi tanaman hias. Dan aglaonema atau yang juga dikenal sebagai sri rejeki itu menjadi kegemaran baru.
Aglaonema memenuhi kriteria mudah ditanam, dirawat, dan punya nilai estetik. Aglaonema merupakan tanaman jenis talas-talasan (Araceae). Tanaman ini mudah ditanam di media pot.
Perawatannya sangat sederhana, tidak membutuhkan banyak air dan cahaya. Tinggal diletakkan saja di tempat yang ideal. Dan yang terpenting, komposisi warna daunnya menjadi daya tarik tersendiri.
Oleh karena itu, kini aglaonema menjadi incaran banyak orang. Bisa kita lacak dari banyaknya orang yang jualan di toko online atau grup dan marketplace Facebook.
Dirasa sebagai aji mumpung, banyak juga teman yang menghubungi saya untuk ikutan berjualan agalaonema. Tentu saja ini merupakan hal yang menyenangkan sebagai penjual.
Aglaonema punya banyak jenis dan spesies. Beberapa jenis yang laku dan dicari adalah Pride Sumatra, Red Lipstick, Red Kochin, Legacy, dan Snow white.
Setiap spesies memiliki keunikannya masing-masing, dilihat dari komposisi warna dan corak daunnya. Pride Sumatra contohnya, berdaun gelap dengan garis merah di tulang daunnya. Berbeda dengan Snow White, berdaun putih dengan corak polkadot dan dibatasi warna hijau di tepi daun.
Beda jenis, beda harga, yang juga ditentukan oleh jumlah daun yang tumbuh. Semakin banyak daun semakin mahal.
Sebenarnya, sebelum ada tren ini, aglaonema merupakan tanaman hias yang kurang diperhatikan. Sering tumbuh dan tak terawat di depan rumah. Bagi kebanyakan orang, jika baru tahu kalau tanaman ini punya harga, mungkin akan kaget dan berpikir, lah taneman kayak gini kok bisa mahal?
Jangan salah. Permintaan pasar sedang besar, dan jarang ada pengusaha tanaman hias yang mau membudidayakan tanaman ini. Barang jadi langka. Ya memang karena tanaman ini kurang bernilai awalnya. Dan begitulah ekonomi berjalan, bukan?
Tren mengoleksi aglaonema ini ternyata berefek juga pada tanaman hias daun (bukan bunga) lainnya. Masih ingat dengan tren gelombang cinta dan anthurium lainnya? Tren yang membuat banyak pengusaha tanaman hias bangkrut itu. Jenis anthurium ini juga mulai naik pamornya.
Hal tersebut dikarenakan naiknya harga aglaonema, jenis yang dinilai hanya sebagai tanaman biasa. Tanaman jenis anthurium seperti gelombang cinta juga sempat menjadi “tanaman biasa” setelah tren berakhir.
Nah, bagi kalian yang masih punya gelombang cinta, ada baiknya mulai dirawat lagi. Pasalnya, pasar tanaman hias akan menggeliat lagi. Di pinggir jalan raya di daerah saya, Purbalingga, lahan-lahan yang awalnya sawah, beberapa mulai diubah menjadi lapak jualan tanaman hias.
Meski menggiurkan untuk menambah pemasukan, perlu menjadi pengingat bahwa berbisnis dengan mengikuti tren sering menyebalkan. Biasanya ada saja yang memanfaatkan momen ini untuk melakukan penipuan.
Barang mahal akibat tingginya permintaan, tetapi ditawarkan dengan harga murah, pasti banyak yang minat. Misalnya di grup jual-beli tanaman hias di Facebook, ada beberapa akun yang dilaporkan telah melakukan penipuan. Bahkan ayah saya sendiri tertipu belasan juta oleh salah satu penjual dari Malang.
Selain penipuan, yang menyebalkan lagi adalah berakhirnya tren yang secara mendadak. Bisa terjadi, ketika punya stok banyak, toba-tiba harga turun, permintaan berkurng secara mendadak, padahal modal awal belum pulang. Kalau sudah begitu, bisa apa kita dengan tanaman hias seperti aglaonema tersebut? Dijual nggak laku, disayur nggak enak.
Tapi jika memiliki kemampuan berbisnis yang brilian, tidak ada salahnya ikut berbisnis tanaman hias. Di samping dapat keuntungan, anggap saja dengan menanam, kita sedang memperbaiki kerusakan lingkungan yang disebabkan eksploitasi sumber daya alam.
Meskipun bukan secara langsung, sih. Juga, anggap kita menanam dalam rangka menjalankan tugas dari Tuhan karena telah diberi tanah Indonesia yang subur ini. Hal yang sering dilupakan orang-orang.
BACA JUGA Pengalaman Saya Menjalani Bisnis yang Bergantung Pada Review dan Rating atau tulisan lainnya di Terminal Mojok.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.