Meski sekarang ada kebijakan Ganjil Genap Jakarta, jalanan ibu kota tetep aja macet, malah makin parah!
Semua orang tentu sudah tahu kalau Jakarta adalah kota metropolitan dengan segudang permasalahan. Salah satu masalahnya, yang menurut saya termasuk masalah utama yang harus segera dituntaskan, adalah kemacetan yang terjadi di mana-mana saat jam berangkat dan pulang kerja. Di jam-jam tersebut jalanan seolah menjadi lautan kendaraan yang dipenuhi suara bising mesin, klakson, dan asap knalpot. Isinya tentu saja para pekerja yang tahan banting menghadapi kemacetan berjam-jam lamanya.
Lantas, apa upaya pihak berwenang untuk mengatasi kemacetan tersebut? Untuk merespons masalah yang tak kunjung usai itu, ada beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah daerah, salah satunya adalah sistem Ganjil Genap Jakarta.
Bagi yang belum tahu, cara kerja dari sistem Ganjil Genap Jakarta ini adalah plat nomor kendaraan. Jika angka terakhir pada plat kendaraan adalah angka ganjil, kendaraan tersebut hanya boleh berada di jalanan saat tanggal ganjil. Sebaliknya, jika angka terakhir pada plat kendaraan adalah angka genap, kendaraan tersebutlah yang boleh melaju di jalanan saat tanggal genap.
Lantas, kalau ada kendaraan berplat nomor ganjil yang melintasi jalanan di tanggal genap gimana? Ya hal tersebut adalah pelanggaran lalu lintas. Pengendara akan mendapat surat cinta dari Polantas alias surat tilang.
Fyi, nggak semua jalan menerapkan sistem Ganjil Genap Jakarta ini. Kebijakan ini hanya diterapkan di jalan-jalan tertentu yang biasanya menjadi sumber kemacetan saja. Selain itu, kebijakan ini juga hanya berlaku pada mobil.
Mulanya saya yakin sistem Ganjil Genap Jakarta dapat mengurangi volume kendaraan di jalan. Akan tetapi, saya sendiri merasakan bahwa kebijakan ini lama-lama sudah nggak efektif lagi. Saat ini, kemacetan di Jakarta malah makin parah. Setidaknya ada tiga alasan mengapa kebijakan ini sudah tak lagi efektif.
Daftar Isi
Banyak orang yang memiliki mobil lebih dari satu
Saat ini, rata-rata orang yang memiliki mobil adalah orang-orang dari kalangan menengah ke atas alias orang kaya. Masyarakat golongan ini biasanya memiliki mobil lebih dari satu. Mobil pertama platnya ganjil, sementara mobil lainnya berplat genap.
Nah, kalau sudah begini, pemilik mobil bisa mengendarai mobilnya setiap hari di jalanan Jakarta tanpa perlu khawatir kena tilang hanya karena platnya nggak sesuai dengan aturan Ganjil Genap hari itu. Saat tanggal ganjil, dia akan membawa mobil berplat nomor ganjil, begitu juga sebaliknya. Menurut saya, kalau fenomena ini dibiarkan terus-terusan tanpa ada pembatasan jumlah kepemilikan atau pembelian kendaraan (dalam kasus ini: mobil), kemacetan di Jakarta bakal makin tak terbendung.
Banyak yang mengakali sistem Ganjil Genap Jakarta dengan memakai plat kendaraan palsu
Bukan orang Indonesia namanya kalau nggak banyak akalnya. Kebijakan Ganjil Genap Jakarta ini membuat sebagian orang berpikir kreatif dengan menggunakan plat nomor kendaraan palsu. Mereka akan melakukan hal ini biar nggak ribet di jalan, jadi satu mobil punya dua plat nomor yang berbeda. Plat nomor aslinya mungkin ganjil, tapi dia menggunakan plat palsu bernomor genap agar bisa lewat saat tanggal genap, atau sebaliknya.
Kasus seperti ini sudah banyak terjadi dan beberapa di antaranya terciduk pihak Polantas. Modusnya adalah menimpa plat nomor asli dengan plat nomor palsu. Saat ada razia ganjil genap, pastinya akan gampang ketahuan karena plat yang dipakai nggak sesuai dengan yang tertera di STNK.
Belum ada kebijakan konkret terkait pembatasan jumlah kendaraan
Alasan ketiga ini berhubungan dengan alasan pertama. Jika belum ada kebijakan mengenai pembatasan jumlah kepemilikan atau pembelian kendaraan pribadi, jumlah kendaraan bakal terus bertambah dan menyebabkan kemacetan yang lebih parah. Bukan tak mungkin penyelesaiannya bakal tambah ruwet.
Setahu saya, pemerintah sudah memiliki wacana terkait pembatasan jumlah kepemilikan kendaraan. Tapi, ya baru wacana, belum ada langkah konkretnya. Buktinya di jalanan saya melihat makin banyak kendaraan baru, baik sepeda motor maupun mobil, yang sudah berplat putih dan masih berusia sekitar 2-3 bulan.
Intinya, sekalipun masyarakat mematuhi aturan Ganjil Genap Jakarta, jika mereka punya uang dan bisa membeli mobil baru tanpa pembatasan jumlah maksimal kepemilikan kendaraan, sudah jelas masalah kemacetan nggak akan selesai.
Begitulah alasan-alasan yang membuat kebijakan Ganjil Genap Jakarta menjadi nggak efektif lagi. Tiga alasan ini pun didukung dengan makin bertambahnya jumlah pengguna sepeda motor di jalanan. Hal ini dikarenakan harga sepeda motor yang murah serta terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Selain itu, perawatannya pun mudah dan nggak mengeluarkan banyak biaya. Jadi, sekalipun sudah ada kebijakan Ganjil Genap ini, sepeda motor tetap meramaikan jalanan Jakarta. Makin pol-pola dah macetnya!
Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah tegas untuk mengatasi kemacetan di ibu kota. Tentunya masyarakat juga wajib ikut andil membantu pemerintah menyelesaikan permasalahan ini. Hentikan deh ngakal-ngakalin kebijakan yang dicetuskan pemerintah. Sudah saatnya kita mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mencoba beralih ke transportasi umum. Biar jalanan nggak tambah macet dan polusi udara di Jakarta nggak tambah parah. Sumpek kan lihatnya?
Penulis: Muhammad Arifuddin Tanjung
Editor: Intan Ekapratiwi