“Batam itu kota industri yang modern dan padat penduduk.”
“Batam itu surganya barang elektronik murah meriah.”
“Di sana kita bisa membeli barang branded dengan harga yang murah sekali.”
“Kalau sudah minum airnya, orang nggak bakalan mau balik lagi ke kampung halamannya.”
“Kalau kamu ke Batam, kamu bakal ketemu Jodoh!”
Saya yakin kebanyakan masyarakat di Indonesia ini sudah mengenal baik Pulau Batam, meskipun pada kenyataannya mereka belum pernah pergi ke sana. Orang-orang ini biasanya mendapatkan info hanya dari cerita satu orang ke orang lainnya. Batam sendiri memang bisa dibilang pulau kecil yang begitu populer karena letaknya yang begitu strategis diapit dua negara tetangga, Malaysia dan Singapura. Ia juga punya privilege tersendiri dibanding kota-kota lainnya di Indonesia. Sehingga banyak yang bilang kalau Batam ini luar negerinya Indonesia.
Dari cerita orang-orang, sejak kecil saya menggambarkan Pulau Batam itu seperti kota yang padat penduduk, modern, dan semua berjalan serba cepat. Secara sederhananya saya menggambarkan pulau ini itu yah sebelas dua belas dengan Singapura. Namun, setelah mendapat kesempatan datang langsung ke sana, semua imajinasi yang saya bangun dengan susah-susah itu tumbang begitu saja.
Tak banyak gedung-gedung bertingkat dan yang ada justru bukit-bukit di sepanjang jalan yang tampak tak terurus. Kiri dan kanan jalan ditumbuhi pepohonan. Secara keseluruhan, hanya satu hal yang benar gambaran saya tentang Batam. Di sana udaranya panas sekali. Wajar saja sih sebenarnya, karena ia sendiri merupakan pulau kecil yang dikelilingi laut.
Lantaran ia dikelilingi oleh lautan, maka tak heran jika wisata pantai di sini sangat populer. Di sini pantainya kebanyakan pantai dengan pasir putih yang indah-indah sekali. Jarak antara satu pantai dengan pantai lainnya pun dekat-dekat. Pantai di Batam juga airnya relatif tenang, sehingga kita bisa berenang di pantai ataupun mencoba beberapa permainan air yang ditawarkan.
Batam itu surganya elektronik murah meriah. Saya setuju dengan pernyataan ini. Di sana memang elektronik dijual lebih murah ketimbang harga pasaran di kota lainnya. Tapi arti murah di sini jangan diartikan bahwa barang elektronik tersebut lantas banting harga seperti harga obralan. Waktu tahu saya akan pergi ke sana dulu, banyak para tetangga, teman, ataupun kerabat berbondong-bondong hendak menitip untuk membeli hape. Bahkan ada teman yang nggak punya akhlak dengan polosnya minta oleh-oleh hape. Dikira harga hape kayak harga permen Davos apa yak!
Murah yang dimaksud itu masih dalam kadar wajar sih menurut saya. Misal di Jawa harga hape 1.600.000, maka di sana kita bisa mendapatkan hape dengan harga 1.300.000 sampai 1.400.000. Itu pun kalau kita pinter dalam menawar. Dengan selisih harga segitu, jika hapenya dikirim maka jatuhnya yah sama saja. Jika mau dibawa via pesawat, dulunya di bandara akan ada pemeriksaan. Tiap orang hanya boleh membawa maksimal 4 hape saja.
Makanya kalau ada online shop di sana yang menjual barang elektronik dengan harga tak wajar, ini patut dicurigai. Karena ada beberapa teman saya yang bercerita bahwa mereka tertipu jutaan rupiah saat membeli hape di online shop yang mengatasnamakan toko elektronik Batam.
Kenapa harga barang elektronik dan barang branded di Batam itu lebih murah, ini dikarenakan semua barang luar yang masuk ke sana tidak melalui bea cukai. Makanya, jika suatu hari nanti berkunjung di Batam jangan heran jika ada banyak mobil-mobil mewah harga milyaran yang berseliweran di kota kecil tersebut. Eits, tapi mobil tersebut hanya bisa dipakai di Batam loh ya, kalau dibawa keluar bakalan kena bea cukai juga nantinya.
Tentang air di sana yang katanya magic sehingga membuat siapa pun orang yang meminumnya enggan pulang, memang benar. Beberapa orang yang bekerja di Batam itu kebanyakan enggan untuk pulang kampung. Mereka merasa kerasan tinggal di sana. Bahkan beberapa orang itu merasa tak betah tinggal di rumahnya sendiri ketika sudah pulang dari Batam. Hawanya itu ingin balik ke sana wae katanya.
Bagi saya itu mitos. Saya sendiri sudah menguji coba sendiri dengan meminum air Batam. Namun nyatanya saya yah pulang kampung dan merasa baik-baik saja. Saya juga nggak punya pikiran atau keinginan buat balik lagi ke sana kalau nggak ada perlu. Menurut saya yang bikin nggak pengin pulang itu bukan airnya, tapi duitnya. Wkwkwk… Secara di Batam itu kota Industri, di sana banyak orang bisa mendapatkan gaji tinggi dengan mudah ketimbang di kampung halamannya. Walaupun menurut saya, UMR di Batam itu masih jauh lebih rendah ketimbang Bekasi apalagi Karawang.
Banyak yang bilang kalau pergi ke Batam nanti kita akan ketemu jodoh. Saya nggak tahu dari mana awal mula kalimat tersebut sampai tercetus. Sebenarnya peryataan tersebut cukup ambigu. Nggak salah, tapi yah nggak benar juga. Jodoh yang dimaksud di sini itu merupakan nama sebuah nama daerah di Batam. Jadi yah wajar aja kalau nantinya kita tinggal di batam bakal ketemu sama Jodoh, orang keliling Batam itu sehari juga sudah kelar kok.
Sesekali ketika kita ingin berlibur ke Singapura atau Malaysia, ada baiknya mampir Batam dululah. Di sana tempat wisatanya juga bagus-bagus dan banyak tempat bersejarah juga. Selain itu kalau kita mau ke luar negeri kita cukup nyeberang dengan kapal Ferry selama setengah sampai empat puluh lima menit saja. Jangan lupa belanja cokelat kalau main ke sana nanti, ya.
BACA JUGA Tak Ada Es Teh di Batam? dan tulisan Reni Soengkunie lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.