Sebagai seorang guru swasta, saya selalu tertarik dengan tulisan-tulisan yang menyinggung tentang guru swasta. Rasanya, saya seperti sedang berkaca. Itu sebabnya ketika ada tulisan ini, saya langsung baca. Meskipun endingnya mengecewakan bagi saya. Saya pikir melalui tulisan tersebut saya bisa mendapat pencerahan tentang berapa gaji yang diterima. Jebul sampai titik terakhir, tidak ada informasi tersebut.
Dalam tulisannya, Mba Nurul sebagai penulis menyebut bahwa jadi guru swasta itu menderita. Selain dituntut serba bisa, gajinya juga bercanda. Mau tidak mau, saya jadi tergoda untuk menanggapi. Kalau soal tuntutan serba bisa, saya setuju. Tapi kalau soal gaji, saya pribadi kurang setuju. Kata siapa gaji guru swasta itu bercanda? Gaji kami turah-turah, kok.
Syarat dan ketentuan berlaku. Hehehe.
Daftar Isi
Punya yayasan yang sehat adalah kunci gaji guru swasta yang tak bercanda
Syarat utama gaji guru swasta turah-turah adalah mereka berada di bawah naungan yayasan yang sehat. Sehat berarti, yayasannya profesional. Pengurus yayasan adalah orang-orang yang beneran paham tentang manajemen dunia pendidikan serta memiliki sumber dana yang kuat. Sumber dana ini bisa diperoleh dari perusahaan swasta yang bekerja sama dengan sekolah, maupun bantuan dari ikatan alumni siswa. Yang jelas, yayasan sehat bukanlah yayasan yang isinya dinasti.
Salah seorang kawan saya pernah merasakan betapa nggak enaknya mengajar di sekolah yang yayasannya berasa seperti arisan keluarga. Manajemennya semrawut dan sering terjadi konflik kepentingan. Jika sudah demikian, berlakulah pepatah yang menyebut gajah bertarung, pelanduk mati di tengah-tengah. Siapa pelanduknya? Ya, gurunya lah.
Jumlah murid adalah koentji
Masih berkaitan dengan yayasan yang sehat. Ketika sekolah swasta punya yayasan yang oke, biasanya sekolah tersebut memiliki reputasi yang bagus. Alhasil, sekolah tidak kesulitan dalam mencari siswa baru. Calon siswa akan datang dengan sendirinya karena sudah yakin dengan track record sekolah tersebut. Hasilnya, sekolah memiliki murid yang mencapai ribuan.
Nah, gemuknya siswa di sekolah ini juga menjadi syarat gaji guru swasta turah-turah. Kontribusi dari wali siswa berupa sumbangan pendidikan di awal tahun ajaran, SPP tiap bulan dan iuran setiap kali ada kegiatan menjadi nafas bagi sekolah, sekaligus memperpanjang usia dompet guru. Selain itu, semakin banyak jumlah siswa di suatu sekolah juga akan meningkatkan jumlah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima oleh sekolah.
Siap capek
Terakhir, syarat dan ketentuan gaji guru swasta nggak bercanda adalah siap kesel alias capek. Selama guru tugasnya cuma ngajar doang, ya, gajinya kayak siklus menstruasi: Datang sebulan sekali, baru seminggu sudah habis. Berapa sih gaji dari ngajar? Lha wong honor per jam ngajar itu palingan ya cuma 35-50 ribu per jam, kok. Kalau seminggu ngajar 24 jam (Jumlah minimal jam mengajar guru sesuai Undang-Undang), maka jumlah yang diterima hanya 1,2 juta saja.
Oleh sebab itu, wajib hukumnya bagi guru swasta untuk siap capek. Ditugasi pak kepsek untuk jadi operator sekolah? Hayuk. Disuruh jadi kepala perpus? Hayukk. Diminta jadi Pembina ekskul? Hayukk. Pokoknya ‘hayuk’ aja, lah. Urusan capek itu nomer sekian, yang penting cuan.
Lagian, guru jaman now kok cuma ngajar? Hilih.
Sertifikasi jadi harapan guru swasta
Terakhir, gaji guru swasta itu nggak bercanda-bercanda amat kalau guru tersebut sudah mengantong sertifikat Program Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dengan sertifikat ini, guru swasta berhak untuk mendapat tunjangan sebesar 1,5 juta tiap bulan. Meskipun, yah, jalan menuju PPG ini tidaklah mudah. Guru harus mendapat undangan dulu dari Direktorat PPG dan mengikuti program pendidikan selama kurang lebih 3 bulan.
Lantas, apakah dengan terpenuhinya 4 syarat tersebut menjadi jaminan bahwa guru swasta gajinya nggak sebercanda itu?
Wait. Jangan buru-buru. Ada satu lagi syaratnya, Yaitu, guru tersebut harus punya kontrakan 15 pintu, 5 cabang warung pecel lamongan dan 3 kios bengkel motor. Kalau syarat ini tidak terpenuhi ya, berarti memang benar bahwa gaji guru swasta memang sebercanda itu.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Rizky Prasetya