Sebanyak apa pun uangmu, saran saya, jangan sekali-kali tergiur beli franchise kopi kekinian!
Hanya karena banyak gerai coffee shop kekinian, bukan berarti bisnis itu menguntungkan. Jangan dikira brand franchise itu untung dari jualan kopi. Mereka untungnya ya dari jualan franchise itu.
Bentar-bentar, saya jelasin dulu.
Daftar Isi
Jebakan proposal penawaran franchise kopi kekinian yang bikin silau
Bisnis coffee shop itu emang ngeri. Udah mahal banget, nggak jelas juga bakal untung apa kagak. Bikin brand sendiri terlalu banyak yang harus dipikirkan. Oleh karena itulah banyak yang tertarik beli franchise bisnis kopi kekinian.
Harapannya karena sudah punya nama, dan segalanya bakal disiapkan, maka pasti lebih berpotensi cuan. Franchise kopi kekinian biasanya nggak butuh tempat gede, cukup kios kecil dan konsepnya grab and go, maka bisalah nyari kios ala kadarnya yang lebih murah. Kalo kios udah murah, otomatis pengeluaran makin dikit dan keuntungan bisa makin gede.
Mulai deh nyari coffee shop yang bisa dibeli franchise-nya. Gampang banget nyarinya. Tulis aja di kolom pencarian Google, langsung nongol banyak banget iklan dari berbagai brand. Habis itu hubungi salah satunya, dan pasti diberikan dokumen berisi materi penawaran dari brand itu. Isi dari dokumen itu biasanya proyeksi keuntungan. Kalo orang awam, pasti auto silau dengan betapa menguntungkannya bisnis itu jika dilihat dari isi dokumen tersebut.
Isinya nggak jauh-jauh dari perhitungan penjualan cup yang terlampau hiperbola. Jika sehari bisa laku seribu cup, akan balik modal dalam satu tahun. Pokoknya kelihatan menjanjikan banget lah.
Tapi ya semua franchise pasti kelihatan menjanjikan di awal. Faktanya bagaimana?
Cara kotor brand franchise kopi kekinian
Percayalah kalau semua angka, semua proyeksi, semua perhitungan balik modal dan keuntungan, itu hanyalah gimmick marketing. Ya sebut aja omong kosong kalau mau blak-blakan. Mustahil semua angka di dokumen penawaran itu bisa tercapai. Nggak sedikit yang nyesel udah beli franchise kopi kekinian. Harga lisensinya mahal banget. Belum sewa tempatnya. Percayalah, sekecil-kecilnya kios, saat ini tuh udah mahal banget. Belum operasionalnya. Proyeksi keuntungan yang kelihatan menggiurkan di awal, cuma jadi angan-angan. Jangankan ribuan cup per hari. Ribuan cup per minggu aja susah.
Mau protes ke pemilik franchise juga sia-sia. Toh semua data di awal yang dikasih itu cuma proyeksi, alias cuma prediksi. Alias cuma cara biar calon pembeli franchise silau. Akhirnya ya cuma ngabisin kontrak sewa kios, habis itu nggak jalan tuh bisnis!
Ingat, brand franchise itu dapet untungnya ya dari jualan franchise. Belum tentu mereka untung kalo murni jualan kopi. Bahkan ada perusahaan yang sengaja bikin brand franchise berkali-kali biar pada beli. Kalau brand itu udah nggak diminati, karena nggak bisa ngasih untung, ya tinggal bikin brand baru untuk dijual. Gitu aja terus mainnya!
Bukan bisnis kuliner
Ingatlah, mereka yang jualan brand untuk franchise, duitnya ya dapet dari jualan brand itu. Makin banyak yang beli, maka mereka makin cuan. Tetapi nggak berarti ini bisnis curang ya. Pasti yang jualan franchise berharap siapa pun yang beli franchise bakal untung. Soalnya kalau setiap gerai franchise untung gede, pemilik brand juga untung. Soalnya makin rame setiap gerai, maka pemilik brand makin cuan juga dari jualan bahan-bahan produk di setiap gerai.
Jika ekosistemnya jalan, jadi akhir yang menyenangkan bagi pembeli franchise dan pemilik brand franchise. Tetapi nyatanya? Pemilik brand franchise pun udah untung misal pembeli franchise nggak untung. Meski nggak bisa jualan bahan-bahan, toh udah ada yang beli franchise.
Jadinya ya, selama ada yang terus beli franchise, meski pada bangkrut di bulan keenam, pemilik brand franchise hepi-hepi aja. Cuan-cuan aja. Ya gimana, toh pemilik brand franchise itu nggak bisnis kuliner, tetapi bisnis lisensi brand dan pemasok bahan-bahan aja.
Nggak semua brand kayak gitu. tapi yang kayak gitu banyak
Meski demikian, aku nggak bilang kalo semua brand franchise itu kayak gitu ya. Nggak semuanya bodo amat sama nasib gerai setelah transfer duit. Rasanya kalo brand-brand gede mungkin masih layak dipertimbangkan. Biasanya mereka mulai dari bisnis coffee shop konvensional, terus rame, terus mencoba jualan franchise.
Tapi kalo brand ecek-ecek yang nggak jelas itu, yang perusahaan pemilik brand aja nggak punya gerai franchisenya, atau punya tapi sepi, mending nggak usah dibeli. Lah, yang punya brand aja nggak bisa dapet untung dari jualan kopi, gimana nasib yang beli franchisenya?
Penulis: Riyanto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Barista Jogja: Antara Seksi, Romantis, dan Upah Kelewat Rendah