Film Story of Kale: Menguras Emosi, tapi Juga Bikin Sadar Diri!

Film Story of Kale: Menguras Emosi, tapi Juga Bikin Sadar Diri! terminal mojok.co

Film Story of Kale: Menguras Emosi, tapi Juga Bikin Sadar Diri! terminal mojok.co

Film Story of Kale: When Someone’s in Love (2020) sedang menjadi buah bibir sejuta umat. Terutama di kalangan mereka yang sedang terjebak dalam kondisi hubungan yang kurang sehat (toxic relationship). Netizen meneriakkan diri sebagai tokoh-tokoh dalam film. Padahal sebelum film ini muncul, Kale sebagai tokoh utama dianggap tukang PHP sejati.

Netizen yang awalnya menghujat Kale tanpa tau latar belakangnya, kini berteriak memberikan simpati. Di dunia nyata kita sering menghakimi, tanpa pernah cukup peduli untuk memahami bagaimana perjalanan hidup orang lain di masa lalu.

Bisa dipahami mengapa film ini cukup banyak dibicarakan, terlepas dari ketenaran para aktor dan aktrisnya. Film ini menceritakan hal yang sering terjadi di kehidupan romansa banyak orang, mewakili sebagian kecil manusia yang mungkin terjebak dalam hubungan tidak sehat. Film yang merupakan kode keras untuk bisa menyadarkan banyak orang tentang betapa bahayanya toxic relationship.

Toxic relationship adalah pola hubungan yang berbahaya, yang mengakibatkan salah satu atau kedua belah pihak menjalani hubungan dengan segenap ancaman yang berakibat pada kesehatan fisik dan kesejahteraan psikologis. Menonton film ini dengan meluaskan sudut pandang akan membuat kita menyadari beberapa hal.

Namun, tulisan ini mengandung spoiler. Kalau kamu nggak berkenan, bisa stop membaca di sini, ya.

#1 Mengajarkan kita untuk tidak menggantungkan harapan dan kebahagiaan kepada orang lain! Alias, yok berdaya dan mandiri!

Banyak orang menjalani hubungan romantis hanya untuk saling menjanjikan dan mengharapkan kebahagiaan dari orang lain. Sadar atau tidak, kita menaruh keinginan agar pasangan memenuhi segala harapan. Padahal sebagai individu, kita perlu memenuhi kebutuhan cinta, kebahagiaan, dan harapan secara mandiri, sebelum memberikan atau mengharapkannya dari orang lain.

Jika kita berharap manusia lain akan selalu memberikan kebahagiaan, kita akan melupakan bahwa bahagia dan sejahtera adalah tanggung jawab masing-masing. Pasalnya, mana mungkin kita bisa membagikan bahagia? Jika kita sendiri tak bisa memenuhi rasa bahagia itu sendiri.

Jadi, daripada bergantung ke orang lain hingga disakiti pun rela, lebih baik kamu menjadi sosok yang berdaya dan mandiri. Sehingga kamu pun bisa lebih objektif ketika menghadapi permasalahan: apakah hubungan ini perlu dievaluasi atau justru layak diakhiri?

#2 Hidup tak bisa lepas dari masa lalu. Jadi, Selesaikan tuntas masa lalumu, sebelum menjalin hubungan kembali!

Hal ini penting, agar hubungan yang dijalani saat ini tidak menjadi sasaran amarah dan tempat kamu meluapkan traumamu. Kamu berhak untuk menjalani hubungan yang sehat. Pasangan kamu pun punya hak yang sama untuk tidak lagi dikaitkan dengan masalah masa lalumu.

Istilahnya dalam psikologi disebut dengan unfinished business. Hal-hal yang belum selesai tuntas di masa lalu, akan memengaruhi masa kini dan masa depan kita. Masa lalu perlu diterima, dimaafkan, dan diobati. Ketika kita belum menyelesaikannya dengan tuntas, maka hubungan yang baru akan ikut menjadi korban.

Kale dan Dinda sama-sama punya trauma yang belum tuntas ditangani.

Kale yang ditinggalkan dan diabaikan orang tuanya, terluka, belum sepenuhnya memaafkan. Kale membutuhkan kasih sayang dari orang tua, dan mencari pemenuhan kebutuhan tersebut dari Dinda.

Ketika ada konflik dan hubungan harus diakhiri, Kale meronta, menyamakan Dinda dengan sosok orang tua yang meninggalkannya. Padahal Dinda bukanlah mereka, ia adalah individu yang lain. Kale belum yang belum menerima masa lalunya bergantung pada Dinda, sehingga ia pun berkata, “Aku rela kamu selingkuh, asal kamu tetap di sini!”

Oalah Mas Kale, ayok konseling dulu ke psikolog! Kamu berhak bahagia dan belajar untuk menerima masa lalu!

#3 Memilih masa depan itu perlu hati-hati. Tiap orang harus berani dalam mengambil keputusan!

Banyak orang kesal dengan tokoh Dinda. Namun, bagaimana sisi lain Dinda?

Dinda adalah korban KDRT, yang kemudian menjadi korban kekerasan dalam pacaran. Sebagai anak yang melihat KDRT sang ayah pada sang ibu, membuat Dinda meniru pola sang ibu. Sehingga ketika disakiti pasangan, Dinda memilih bertahan dan diam.

Dinda diam ketika mendapat kekerasan sang pacar, Argo. Belum sepenuhnya ia sembuh Kale datang. Lha kok tanpa disadari Kale memiliki pola yang mengekang seperti Argo.

Dinda paham bahwa ia berhak mendapatkan kebahagiaan dan perlu keluar dari keadaan toxic ini. Dinda mencontohkan bahwa ia bisa menolak kekerasan yang dialaminya dengan mengatakan kejujuran dan “ingin putus” pada Argo maupun Kale.

Ia berhasil memahami bahwa masa depannya adalah hal yang masih bisa ditata sebaik mungkin, sehingga memilih pasangan yang tepat haruslah dengan segala pertimbangan. So guys, sebelum menikah dan serius, pikirkan dulu apakah kamu sudah yakin dengan pilihanmu?

#4 Beranikan untuk komunikasi terbuka! Kalau memang toxic relationship, kenapa tidak diperbaiki atau diakhiri saja?

Salah satu hal yang bisa kita contoh dari hubungan Kale dan Dinda adalah komunikasi yang terbuka. Ketidakjujuran ketika menjalin hubungan akan menjadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja.

Masing-masing individu perlu belajar untuk komunikasi asertif. Komunikasi asertif adalah bagaimana kita bisa mengungkapkan apa yang kita rasa, inginkan, dan pikirkan kepada orang lain secara terbuka, dengan tetap menghargai hak-hak orang lain. Artinya jangan lagi memberikan kode-kode pada pasangan, karena pasanganmu bukan dukun yang bisa baca pikiran.

Seperti Kale yang tidak bisa membaca isyarat ketidaknyamanan Dinda. Maka komunikasikan apa yang kamu mau dan ketidaknyamananmu dengan cara terbuka. Sekalipun kamu tidak bisa mengontrol bagaimana reaksi orang lain ketika kamu asertif, kamu tetap bisa memegang kendali. Kamu yang akan mengendalikan emosi, intonasi, ekspresi wajah, tatapan matamu, serta memilih waktu serta suasana yang pas untuk bicara.

#5 Move on itu bukan cari pengganti, melainkan perjalanan menerima diri.

Pada akhir cerita, Kale menjadi sadboy yang mengenaskan. Putus, diselingkuhi, ditinggal nikah, dan ditinggal keluar negeri oleh mantan kekasihnya. Kok, kasian banget, yak?

Namun, Kale tidak larut dalam keterpurukan, ia bahkan membuat lagu berjudul Sudah sambil memainkan piano, serta menjadi manager band.

Kale hebat karena tidak lari dari kenyataan. Hal yang perlu kita garis bawahi, move on adalah sebuah perjalanan memaafkan dan mengenali diri sendiri secara lebih baik lagi. Pasalnya, ketika sendiri, akan ada banyak waktu merefleksikan diri.

Jangan serta merta menyalahkan Kale sebagai fakboy kelas kakap ketika bertemu Awan di film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini. Mungkin Kale masih dalam proses penyembuhan dan menerima diri sendiri. Sebab, move on bukan masalah asal cari pengganti.

BACA JUGA Dear Love, Jangan Pernah Takut Bilang Cukup Untuk Toxic Relationship, Kamu Berhak Bahagia dan tulisan Rahmita Laily Muhtadini lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version