ADVERTISEMENT
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup Gadget

Fenomena “Kamera Jahat” yang Menghantui Kawula Muda

Rohmatul Izad oleh Rohmatul Izad
14 Agustus 2019
A A
kamera jahat

kamera jahat

Share on FacebookShare on Twitter

Ada perempuan, sekali selfie-selfie bisa sampai seratus kali banyaknya, tapi hasil yang dipilih dan diupload di halaman media sosialnya mungkin hanya tiga saja—selebihnya tidak diakui kalau itu dirinya yang sesungguhnya. Tragis memang, keberadaan foto yang idealnya menjadi gambaran realitas diri kita yang paling nyata dan mirip, ternyata justru banyak membuat kawula muda risih dan memalingkan dari kebenaran dirinya sendiri.

Fenomena ini sebenarnya tidak hanya terjadi di kalangan perempuan, laki-laki juga ada yang begitu. Fenomena “kamera jahat” telah banyak menghantui kawula muda generasi milenial, baik di kalangan laki-laki maupun perempuan. Bagi mereka, hasil cekrek-an foto yang paling cakep sudah dianggap menjadi bagian dari dirinya yang sebenarnya. Padahal, ini tidak seperti fakta yang sesungguhnya, mereka hanya berimajinasi dan mungkin pula berfantasi dengan harapan, keelokan yang dihasilkan oleh “kamera jahat” benar-benar dirinya di kehidupan nyata.

Tentu ini seperti mimpi, tapi begitulah kenyataannya. Fenomena ini juga bisa menjadi gambaran bahwa banyak di antara kita ternyata sangat mendambakan sesuatu yang melampaui diri kita. Berfoto ria, bukan hanya menjadi aktivitas untuk mengabadikan momen-momen tertentu yang berharga, tapi ada sesuatu yang lebih “dalam” dari itu, yakni mengabadikan kecakepan yang dia sendiri sadar tidak akan pernah meraihnya di kehidupan nyata.

Keberadaan gadget yang makin hari makin canggih dengan kualitas gambar yang jernih dan berkualitas, tidak serta-merta membuat kawula muda ingin tampil apa adanya sesuai dengan dirinya sendiri. Tapi justru kecanggihan itu dijadikan ajang untuk berlomba-lomba agar kualitas selfi yang diambil makin menunjukkan wajah yang cemerlang dan menawan, tidak peduli apakah itu benar-benar menggambarkan dirinya yang sebenarnya, yang penting cakep dan semua orang senang melihatnya.

Pada titik semua-orang-senang-melihatnya inilah, “kamera jahat” bekerja dengan sangat produktif dan menjadi bagian penting bagaimana anak-anak muda ingin mengekspresikan dirinya dalam khayalan dan imajinasi. Berswafoto bukan lagi soal momen-momen indah yang harus diabadikan dengan kerabat dan keluarga, tetapi lebih tentang bagaimana diri ini dapat eksis di dunia ini dalam rupa yang betul-betul menjadi sesuatu yang dia harapkan.

Memang, hasil foto juga menjadi salah satu bentuk seni dan kreativitas manusia yang begitu menakjubkan. Seperti kameraman-kameramen yang dengan hebatnya memoles objek foto menjadi indah dan sangat artistik. Tapi selfie ini agaknya cukup berlainan, orang-orang yang sangat hobi dengan selfie ini, biasanya lebih mementingkan dirinya sendiri daripada orang lain. Coba kalau sedang foto bersama-sama, pasti dia akan langsung melihat gambar dirinya sendiri, sudah cakep atau belum, dan hal-hal tak penting lainnya.

Belum lagi soal berselfie di tempat wisata. Misalnya begini, ketika seseorang mau bepergian untuk wisata, jalan-jalan, dan ingin melihat keindahan alam di suatu tempat, harusnya keindahan alam itulah yang mesti dinikmati. Tapi faktanya, panorama alam yang indah itu tidak lagi penting, lagi-lagi soal apakah ketika berselfi sudah tampak cakep atau belum.

Akibat terlalu fanatik dengan “kamera jahat” ini, banyak kawula muda menjadi terkesan asing dari dirinya sendiri. Dan memilih menjadi sesuatu yang bukan dirinya, tetapi sekaligus seolah-olah menjadi dirinya yang sebenarnya.

Saya sendiri tidak menilai bahwa fenomena ini negatif, mungkin ini sebuah keniscayaan dari kecanggihan kamera yang membuat banyak orang terkagum-kagum dengan kualitas hasilnya, meski tak selalu menggambarkan bentuk dirinya yang asli.

Paling tidak, fenomena “kamera jahat” ini bisa membuat kita semakin mengerti bahwa tidak semua orang merasa bersyukur dengan keadaan dirinya, sehingga memilih menjadi sesuatu yang lain. Banyak orang butuh dilihat, diakui, dan dikagumi meski kenyataannya hanya sedikit yang peduli kepadanya. Tapi toh memang betul, kepedulian kita kepada sesama sangatlah terbatas dan cenderung masa bodo.

Harapan saya, betapa pun canggihnya sebuah kamera, orang tetap harus menjadi dirinya sendiri, tak peduli apapun bentuk dan keadaannya. Selain sebagai bukti atas rasa syukur kepada hidup dan yang telah memberi hidup, menjadi dirinya sendiri dengan tanpa polesan yang tidak penting akan membuat diri kita semakin menyadari jati diri kita yang sebenarnya.

Kita tidak perlu muluk-muluk dan memaksakan untuk melampaui diri kita sendiri, cukuplah orang tahu tampilan kita yang sebenarnya. Inilah sikap yang lebih jujur dan bijak dalam mengahapi sebuah kamera. (*)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 4 Februari 2022 oleh

Tags: anak mudabeautificationgenerasi milenialkamera jahatkawula mudaTren Masa Kini
Rohmatul Izad

Rohmatul Izad

Dosen Filsafat di IAIN Ponorogo.

ArtikelTerkait

realistis

Hidup Itu Memang Harus Optimis, Tapi Jangan Lupa Realistis Bosque

25 Juni 2019
film india

Memangnya Kenapa Kalau Saya Suka Menonton Film India?

8 Agustus 2019
tato

Tato Bukan Ukuran Seseorang Jahat atau Tidak

17 Juli 2019
Alasan Orang Tua Tidak Memasukkan UT sebagai Pilihan Kampus Anaknya

3 Ciri Orang Tua yang Nggak akan Dihormati Anak Muda

7 September 2021
lirik lagu tik tok

Meresapi Lirik Lagu Tik Tok: Maknanya Dalem, Cuy!

26 September 2019
editing

The Power of Editing: Seorang Caleg Digugat ke MK Gara-Gara Editan Fotonya yang Melewati Batas Kewajaran

16 Juli 2019
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
nggak suka olahraga

Menanggapi Tulisan Kita Semua Suka Pelajaran Olahraga: Maaf Mas, Saya Nggak Suka

modus pdkt

Modus PDKT Ala Senior Kampus yang Harus Diperhatikan Mahasiswa Baru Ketika Ospek

bagi saya

Bagi Saya, Warna Hanyalah Me-Ji-Ku-Hi-Bi-Ni-U

Terpopuler Sepekan

Jurusan Sastra Jawa Nggak Bergengsi: Mahasiswa Lebih Sering Disangka Dukun daripada Akademisi

Jurusan Sastra Jawa Nggak Bergengsi: Mahasiswanya Lebih Sering Disangka Dukun daripada Akademisi

12 Juni 2025
Alumni UNY Boleh dan Layak Bangga dengan Kampusnya, Nggak Perlu Pura-pura Bangga kayak Alumni UNESA!

Alumni UNY Boleh dan Amat Layak Bangga dengan Kampusnya, Sesuatu yang Alumni UNESA Nggak Akan Pernah Tahu

9 Juni 2025
BEM Unesa Gerombolan Mahasiswa Malas Kerja, Cuma Cari Muka (Ardhan Febriansyah via Wikimedia Commons)

BEM Unesa Hanyalah Gerombolan Mahasiswa yang Malas Kerja, Sekali Kerja Malah Cuma Cari Muka

8 Juni 2025
Pengalaman Naik Kapal Pelni Menuju Banda Neira: Berkawan dengan Kecoa, dan Berakhir Memahaminya

Pengalaman Naik Kapal Pelni Menuju Banda Neira: Berkawan dengan Kecoa, dan Berakhir Memahaminya

10 Juni 2025
5 Jajanan Anak Indomaret yang Bikin Anak Merengek, Kinder Joy Bukan Satu-satunya! alfamart

Orang Kerja di Indomaret dan Alfamart Tidak Pantes Dihina, Justru Mereka Sebenar-benarnya Pejuang!

12 Juni 2025
4 Menu Mie Gacoan yang Rasanya Gagal, Jangan Dibeli kalau Nggak Mau Menyesal seperti Saya

4 Menu Mie Gacoan yang Rasanya Gagal, Jangan Dibeli kalau Nggak Mau Menyesal seperti Saya

12 Juni 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=jS-m10azBto

DARI MOJOK

  • Bukan Janji, Tapi Jalan : 100 Hari Pertama Masa Kepemimpinaan Wali Kota Solo
  • 14 Tahun Pakai Yamaha Xeon, Motor Butut yang Kuat Menerjang Jalanan Terjal Tasikmalaya ke Pantai Pangandaran
  • Pernah Ditolak Unair, Kini Jadi Mahasiswa Berprestasi di Kampus Nggak Favorit usai Bikin Bisnis yang Ramah Lingkungan
  • Pengalaman Pertama Orang Klaten Naik KRL Jogja-Solo, Sok-sokan Berujung Malu karena Tak Paham Kursi Prioritas dan Salah Turun Stasiun
  • Jadi Driver Gojek untuk Cari Duit Malah Tekor Terus Kena Order Fiktif, Hidup Tertolong Promo
  • Menyaksikan Kegilaan Sopir Harapan Jaya dan Bus Bagong dari Dalam Bus, Menjadi Saksi Kehidupan Bus yang Selalu Dianggap Biang Masalah Jalanan

AmsiNews

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.