Benarkah Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta sering mencetak “mahasiswa gila”?
Bicara soal pemahaman agama tidak bisa lepas dari kapasitas diri. Ada yang sangat memahami, ada yang tidak punya pemahaman. Ada juga yang memaksakan dirinya untuk menjadi paham tapi malah menjadi salah atau gagal paham.
Gagal menjadi paham bisa sangat merepotkan. Termasuk ketika belajar ilmu agama di sebuah universitas, misalnya di UIN Jakarta, dengan 1 fakultas yang menurut saya “unik”. Fakultas yang saya maksud adalah Fakultas Ushuluddin.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “ushuluddin” adalah ilmu tentang dasar-dasar agama Islam yang menyangkut iktikad atau keyakinan kepada Allah, rasul, kitab suci, soal-soal gaib (seperti hari kiamat, surga, dan neraka), serta qada dan qadar. Apakah kamu bisa membayangkan pelajaran di dalam fakultas tersebut? Sulit? Sama, saya juga.
Namun, yang saya ketahui, di Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, mahasiswa berusaha berpikir untuk “melampaui batas pikirannya sendiri”. Makanya, nggak sedikit mahasiswa yang nggak kuat menimba ilmu di sana. Apalagi untuk mereka yang tidak mempunyai basik agama atau bukan lulusan pondok pesantren. Namun, bagi yang lulusan pondok, mereka akan menyelesaikan studi dengan mulus dan menjadi orang-orang hebat yang menduduki posisi penting.
Daftar Isi
Salah mengartikan istilah “modal yakin”
Bagi yang belajar di UIN Jakarta, pasti akan mempelajari ilmu kalam, termasuk saya sendiri. Namun, buat mereka yang nggak punya basic agama, biasanya akan salah paham. Pada dasarnya, ilmu kalam adalah ilmu menetapkan kepercayaan keagamaan dengan perasaan “yakin saja dulu”.
Masalahnya, banyak orang salah mengartikan modal yakin ini. Meski terdengar “hanya modal yakin”, tapi tetap melibatkan keilmuan seperti ilmu sejarah, kitab, dan ajaran yang sesuai ketentuan. Pokoknya tidak keluar dari batasan dan garis merah. Namun, sayangnya, sebagian orang malah mempunyai tafsir sendiri. Inilah yang menimbulkan pemahaman-pemahaman baru di luar garis merah Islam sendiri.
Banyak mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta yang melenceng dan menjadi “gila”
Apakah kalian pernah mendengar kasus ajaran sesat di UIN Jakarta? Ya, kasus itu benar adanya dan beberapa korbannya adalah mahasiswa Fakultas Ushuluddin. Ya bayangin aja, ketika tidak mempunyai dasar pemahaman ilmu yang baik tapi rasa ingin tahunya sangat besar dan salah memaknai. Apa yang akan terjadi?
Ketika mahasiswa memiliki rasa ingin tahu yang besar, dia akan menyerap apa saja supaya bisa jadi tahu. Sayangnya, banyak oknum tak bertanggung jawab memanfaatkan situasi tersebut. Mereka mengincar mahasiswa-mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta yang terlihat mudah dikelabui dengan memberikan pemahaman-pemahaman di luar hakikat islam. Itulah mengapa Fakultas Ushuluddin disebut tidak bisa lepas dari stigma pencetak bibit-bibit muslim liberal.
Menyaksikan sendiri mahasiswa yang jadi “gila dan tersesat”
Sewaktu masih SMA, ketika asyik nongkrong di halte Blok A, saya pernah bertemu dengan seorang laki-laki. Dia masih muda, mungkin masih 25 tahun. Dia mengaku sebagai alumni Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta. Namun memang, penampilannya tidak terawat.
Pakaiannya lusuh, badannya kotor. Ketika saya dan teman-teman mengajaknya ngobrol, jawabannya nggak nyambung. Ingatannya masih bagus, tapi arah obrolannya nggak jelas arahnya. Bahkan terdengar sangat gila ketika dia bilang, “Saya adalah nabi setelah Nabi Muhammad.” Kalimat itu dia ucapkan berulang-ulang. Setelah itu, sambil mengepalkan tangan, orang itu terus menyuarakan hadis dari mulutnya.
Saat itu, saya dan teman-teman hanya menganggapnya sebagai bahan hiburan saja. Belakangan ketika kuliah di UIN Jakarta, saya baru tahu apa yang dia pelajari termasuk dampaknya. Dia seperti terlalu dalam mendalami ilmu tasawuf. Seakan pikirannya menolak, jiwanya memberontak, maka jadilah berpengaruh pada psikologisnya.
Meski mendapat cap jelek, nyatanya Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta juga melahirkan tokoh hebat
Berbagai stigma negatif yang melekat tidak membuat Fakultas Ushuluddin itu selamanya buruk. Nyatanya, fakultas tersebut melahirkan beberapa tokoh hebat. Salah satu tokoh terbaik lulusan Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta adalah Prof. Komarudin Hidayat.
Beliau sukses menjadi pemikir, penulis, serta rektor UIN Jakarta. Sebelum menjadi rektor, Prof Komar, atau kami akrab menyapa beliau “Komeng” pada zamannya, sudah menjadi Guru Besar Filsafat Agama di kampus.
Selain Prof. Komar, ada juga Din Syamsuddin, salah satu lulusan terbaik Fakultas Ushuluddin. Pada masa kepemimpinan SBY, Pak Din mengembang tanggung jawah sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, menggantikan M. Ahmad Sahal Mahfudz.
Penulis: Saar Ailarang Abdullah
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA 4 Alasan Menjadi Mahasiswa UIN Jakarta Itu Nggak Enak