Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Emak-emak Sufor Melawan Sinisme Fanatikus ASI

Herlian Ardivianti oleh Herlian Ardivianti
27 Maret 2023
A A
Emak-emak Sufor Melawan Sinisme Fanatikus ASI

Emak-emak Sufor Melawan Sinisme Fanatikus ASI (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Perang ASI vs sufor, bisa dibilang perang yang setua peradaban itu sendiri alias kok yo ra rampung-rampung

Jika para ibu hamil ditanya apa yang dilakukan menjelang kelahiran bayi, jawabannya mulai dari persiapan fisik dan psikis, perlengkapan persalinan, sampai pernak-pernik bayi. Tidak sekadar itu, banyak bumil yang membekali diri dengan edukasi laktasi, agar kelak bisa menyusui dengan lancar. Bahkan sejak jauh hari bumil memperhatikan asupan nutrisi, kebersihan puting dan payudara, demi sang buah hati yang akan mendapatkan ASI eksklusif.

Tentu bahagia rasanya jika seorang ibu pasca melahirkan langsung bisa melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan selanjutnya dapat menyusui bayi dengan mudah. Akan tetapi ada beberapa ibu yang memiliki kendala saat proses menyusui. Banyak faktor yang memengaruhi kesulitan tersebut, misalnya ASI belum keluar, ASI sedikit, atau puting yang datar. Masalah klasik seperti itu jika tidak segera diatasi akan berefek pada bayi dan ibunya.

Nah, keberadaan susu formula (sufor) menjadi salah satu solusi tercepat dan aman saat bayi membutuhkan asupan.Namun, solusi tersebut kadang dianggap tidak tepat dan dilabeli negatif oleh sebagian orang.

“Nggak mau anaknya dikatain anak sapi?”

Suatu kali saya membaca sebuah postingan curhat seorang ibu muda di sebuah grup menulis. Dia bercerita bahwa selepas melahirkan, ASI-nya belum lancar. Si ibu muda berusaha melakukan berbagai usaha, mulai dari mengkonsumsi daun katuk, makan sayur dan buah, minum booster ASI, melakukan pijat di area payudara, dan sebagainya. Akan tetapi karena upayanya belum berhasil, akhirnya si ibu muda memilih memberikan sufor untuk bayinya.

Ratusan akun serentak memenuhi kolom komentar postingan si ibu muda. Ada yang mendukung keputusannya, banyak yang membesarkan hatinya, tak sedikit yang memberi tips-tips lain, tetapi adapula komentar nyinyir yang menyudutkan si ibu yang baru pulih kesehatannya itu.

“Semahal dan sebagus apa pun Sufor, ASI tetap terbaik. Usaha lagi Mbak, biar ASInya lancar. Jangan nyerah, dong.”

“Sufor itu malah repot, Mbak. Harus beli, harus bikin dulu, terus masukin dot. Ribet. Semangat meng-ASI-hi!”

Baca Juga:

Mindfulness Parenting Mengajari Saya untuk Tidak Menurunkan Trauma kepada Anak Masa Depan Saya

30 Kosakata Parenting yang Njelimet, tapi Sebaiknya Dipahami Orang Tua Zaman Sekarang

“Nggak mau kan anaknya dikatain anak sapi? Aku yang anak 3 aja full ASI loh. Yok bisa yok!”

Begitulah komentar cukup pedas yang datang dari sesama perempuan. Sebuah komentar yang terlihat memberi motivasi, tetapi sebenarnya beraroma menghakimi. Tanpa mereka melempar “edukasi” pun, si ibu muda pasti sudah tahu keistimewaan ASI. Keadaanlah yang memaksa si ibu muda menentukan sikap. Hal ini yang kadang luput di mata emak-emak, lupa jika sepatu mereka tidak sama dengan sepatu orang lain.

Ibu-ibu sufor tahu betul keistimewaan ASI

Unggahan si ibu muda tentu saja ramai menuai pro dan kontra. Makin lama perdebatan di aplikasi logo biru itu pun makin panas. Akhirnya terjadi “war” emak-emak, tentang topik yang sejak dulu tak pernah sepi peminat, yakni ASI vs sufor. Akan tetapi justru dari perdebatan itulah kadang muncul pandangan baru yang mungkin kita belum tahu atau tidak menyadari.

Emak-emak yang memilih sufor misalnya. Mereka tentu tidak asal komentar, tetapi lebih karena didasari pengalaman pribadi. Jika dengan segala cara ASI tidak bisa keluar atau tidak bisa menemukan donor ASI, apakah para emak akan membiarkan bayi mengalami dehidrasi? Apakah kemudian bayi yang baru berumur beberapa hari akan diberi air putih, air madu, atau air tajin? Di saat mendesak, sufor bisa menjadi alternatif penyelamat nutrisi untuk kebutuhan bayi.

Saya jadi teringat kasus bayi meninggal karena kekurangan cairan. Hal itu disebabkan si ibu dan keluarganya tetap ingin memberi ASI, padahal ASInya tidak keluar atau hanya sedikit. Jamak diketahui bahwa ASI memiliki keistimewaan yang tidak bisa ditandingi oleh susu apa pun. Namun, jika menghadapi kondisi darurat seperti kasus di atas, kita tidak bisa mengabaikan keberadaan sufor. Sufor yang kandungan-kandungannya sudah disesuaikan dengan kebutuhan usia bayi bukanlah pilihan yang buruk. Saya tidak sedang mengkampanyekan sufor, tetapi mencoba memotret kejadian yang acap kali ditemukan di lingkungan kita.

Perang ASI vs sufor yang amat sangat tidak perlu

Dari debat masalah ASI vs sufor di medsos, saya pribadi menyadari bahwa tidak ada pilihan yang buruk atau dianggap sebagian orang adalah buruk. Demi anak, emak-emak pasti menginginkan yang terbaik. Anak-anak saya mendapat full ASI selama dua tahun, berbeda halnya dengan anak tetangga yang minum sufor.

Tetangga saya bercerita bahwa pasca melahirkan, dia merasa stres dan tertekan. Kondisi fisiknya menurun karena kelelahan mengurusi pekerjaan rumah yang ditangani sendiri, ditambah psikisnya kocar-kacir dihantam masalah ASI. Bayinya kerap menangis tak kenal waktu meskipun sudah ditenangkan dengan segala cara, karena mungkin memang masih lapar.

Saking berusaha ingin memberi ASI yang belum juga lancar, tetangga saya itu akhirnya tertekan, semangatnya menghilang. Ia sering uring-uringan, menangis, dan meneriaki bayinya. Beruntung ia segera disarankan agar menurunkan sedikit idealismenya. Memberi sufor kepada bayi tidaklah salah, bukan sebuah aib.

Saling menyalahkan adalah passion

Saya tidak habis pikir jika tetap ada emak-emak yang nyalah-nyalahin si ibu: kurang usahalah, nggak mau ribetlah, lemahlah. Kemudian masih ditambah dengan dibanding-bandingkan “Aku juga ngurus anak 3,4,5 juga sendiri loh. Tapi nggak stres tuh. ASI lancar jaya”. What! Sebuah komentar toxic positivity yang nirempati. Bagaimana jika ibu seperti tetangga saya itu terkena baby blues? Apa emak-emak die hard fans ASI itu mau tanggung jawab? Dalam kasus tetangga saya justru sufor telah membantu bayi sekaligus ibunya. Faktanya lama-kelamaan psikis tetangga saya mulai membaik. Ia mulai bergairah lagi, bisa merawat bayinya dengan hati tenang dan bahagia.

Perkara ASI vs sufor hanya satu dari sekian banyak perdebatan yang mampu membuat emak-emak perang urat saraf. Padahal hal itu sepenuhnya pilihan masing-masing yang tidak bisa dipaksakan. Toh, anak-anak ASI dan anak-anak sufor tetap tumbuh dengan sehat dan gembira.

Saling memahami, bukan saling memberi caci

Contoh-contoh kasus di atas kerap menggelitik perhatian saya sebagai emak-emak yang aktif di media sosial. Menurut salah seorang teman, kaum emak-emak yang konon katanya menjadi ras terkuat di medsos, memang suka berdebat tentang hal-hal yang sejatinya tidak perlu menambahi kerutan di wajah. Jika sudah debat, nggak mau kalah, pokoknya pendapatnya paling benar. Nah, diskusi via medsos yang bisa menjadi wahana penambah wawasan ini, kadang yang terjadi di lapangan malah berupa pemaksaan kehendak kepada orang lain. Yang tidak sepaham, tidak seserver, langsung dicap negatif. Maka jangan kaget jika ada seorang ibu yang memberi sufor, ia dicap pemalas, dilabeli ibu tidak sempurna.

Emak-emak yang lahiran normal tentu sangat memahami emak-emak yang terpaksa lahiran cesar. Mereka tidak serta merta mengolok-olok bahwa emak cesar itu pemalas, penakut, atau belum sepenuhnya menjadi ibu. Begitu pula dengan sufor. Para pejuang ASI tentu memahami para emak yang memilih sufor. Rasanya tidak fair jika mereka dibenci hanya karena pilihan yang berbeda. Jangan sampai kejadian seorang ibu tega membuang bayinya ke sumur karena kerap dirisak soal anaknya yang tidak diberi ASI, terulang kembali.

Diskusi terbuka emak-emak sejatinya menjadi sarana berbagi dan menerima beragam pandangan. Paling tidak, kaum yang punya andil memajukan bangsa ini mendapat ruang yang nyaman untuk bersuara. Emak-emak pro ASI bisa berjalan beriringan dengan pro sufor. Emak-emak sufor pun tidak perlu rendah diri dan merasa hina. Pilihan mereka adalah hak asasi yang tidak pantas dihakimi.

Penulis: Herlian Ardivianti
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Sri Mulyani, Kecaman Gaya Hidup Mewah Itu Nggak Akan Ada Efeknya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 27 Maret 2023 oleh

Tags: asiBayiParentingperdebatansufor
Herlian Ardivianti

Herlian Ardivianti

Emak-emak 24 jam momong anak dan suka nulis.

ArtikelTerkait

Rekomendasi kado lahiran jenis kelamin bayi laki-laki perempuan kelamin anak bayi mojok

4 Rekomendasi Kado Lahiran yang Berkesan, biar Isinya Nggak Baju Bayi Terooos

8 Oktober 2021
sunat zaman belanda MOJOK.CO

Sunat dan Kebohongan Orang Tua yang Sebaiknya Diakhiri

9 Agustus 2021
kondangan

Kondangan Fighter yang Galau Antara Flat Shoes dan High Heels: Dasar Nggak Penting!

22 Agustus 2019
3 Model Orang Berpuasa Menurut K.H. Anwar Zahid

3 Model Orang Berpuasa Menurut K.H. Anwar Zahid

24 Maret 2023
iklan susu menyusui

Ilusi dalam Iklan Susu Menyusui

8 Juli 2019
warisan balas budi kepada orang tua mojok

Insiden Anak Minta Warisan dan Pentingnya Kesiapan Saat Memutuskan Punya Anak

2 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Solo Gerus Mental, Sragen Memberi Ketenangan bagi Mahasiswa (Unsplash)

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

13 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

16 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran
  • UGM Berikan Keringanan UKT bagi Mahasiswa Terdampak Banjir Sumatra, Juga Pemulihan Psikologis bagi Korban

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.