Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Dunia begitu Indah Sebelum Ada Tombol Like

Haryo Setyo Wibowo oleh Haryo Setyo Wibowo
10 Oktober 2019
A A
like

like

Share on FacebookShare on Twitter

Like atas status orang di fesbuk alangkah kerennya kalau tidak secara khusus dimaksudkan sebagai bentuk suka dan setuju. Tapi bagi sebagian orang, “like” memang sudah seperti garis demarkasi keberpihakan yang memisahkan antara kejahatan dan kebaikan. Kok bisa “like” jadi serasa halal dan haram begitu?

Bisa jadi karena memang “obyektifitas” di era paska kebenaran memang tidak terlalu diperlukan lagi. Pikiran orang lebih didorong oleh emosi belaka. Orang tidak bisa lagi berpikir jernih bahwa bubur mau diaduk atau tidak, tetap bernama bubur.

Padahal, “like” terjemahannya bisa macam-macam. Bisa karena asal pencet karena kawan seiring, bisa karena memang setuju, bisa juga tidak setuju tapi suka dengan caranya dalam membangun opini. Dunia ini terlalu indah kalo kita persempit dengan “like” harus berarti setuju dan sejalan. Serius, perbedaan itu indah selama kita bisa mengesampingkan.

Terhadap orang yang mendukung khilafah, “like” dari kita bisa jadi berarti lain. Ini orang kok nggak kapok-kapok mengatakan “hanya khilafah solusinya”. Nalarnya bagaimana?

Bagi orang dengan pikiran sederhana, situasi rumit itu solusinya terkadang sangat sederhana. Makan kenyang, tidur nyenyak, dan selalu berharap hari esok akan lebih asoy. Bagi yang pikirannya sedikit rumit, solusi itu banyak sepanjang disepakati sebagai usaha untuk mendapatkan kebaikan. Dari mulai berpendapat di media sosial, jadi politisi, hingga demonstrasi. Sah semuanya!

Terhadap orang yang menggebu-gebu mendukung kiblat politiknya, “like” bisa karena membangun opini berdasarkan data.

Ya, walau pun datanya sangat memilih, dan cenderung mengabaikan hal kurang baik. Setidaknya mereka tidak membangun narasi palsu. Tepat di titik ini muncul berkelindan istilah buzzer dan SJW. Mana lebih baik? Sejatinya tidak baik semua karena kata tersebut terlanjur dimaknai secara peyoratif.

Buzzer diidentikkan dengan dibayar dan membabi buta membela rezim. SJW disebut sebagai asal anti rezim dan menyebar fitnah atas serangkaian kebijakan pemerintah. Faktanya, keduanya ada dan pembuktiannya tidak mudah.

Baca Juga:

Kalau Angka Dislike YouTube Hilang, Memangnya Ada yang Senang?

Lomba yang Pemenangnya Ditentukan Jumlah Like Terbanyak Itu Menyebalkan

Hal yang menyedihkan dari medsos sebenarnya soal jenis mencari jenis. Hanya gara-gara kita like orang yang mengapload ceramah Abdul Somad kita dianggap sealiran. Hanya karena kita like opini teman yang berseberangan dengan teman di daftar pertemanan, kita diartikan sebagai lawan politik.

Lawan? Lha lawan kita semua pengguna medsos ini sama, literasi yang rendah!

Lawan politik itu jelas, misal Masinton vs Fadli Zon. Kalo kita ini ya cuma rongsokan demokrasi. Rongsokan yang kalau berserikat langsung diteriaki “rongsokan lainnya” sebagai usaha untuk menjungkalkan pemerintah.

Benar budaya membaca kita tinggi. Dari mulai bungkusan tempe hingga tempo dibaca. Tapi tingkat literasi kita bermasalah. Tanpa membaca, berinteraksi, dan berproses mudah saja terpengaruh influencer yang kita rujuk sebagai sumber kebenaran.

Pernah kita dibodohi Ratna Sarumpaet. Pernah kita dibodohi ambulan isi batu dan bensin untuk menyokong demo. Ini apa-apan? Rakyat nyebar hoax, aparat ikut nyebar hoax juga.

Adakah penjelasan lebih tepat selain literasi kita rendah?

Hidup bermedsos situasinya jadi begini genting. Apa kita harus ngelike yang bikin ndomie saja? Itu pun bermasalah, karena seorang teman pernah menasehati dengan mengatakan, “ndomie selain bisa menyebabkan bodoh, juga otak lu bisa kopong”

K̶o̶p̶o̶n̶g̶ ̶n̶d̶a̶s̶m̶u̶!̶ ̶

Entah apa jadinya nasib kita di mata teman-teman, sudah like status Fadli Zon, eh di situ dia sedang bertemu Abdul Somad dan Felix Siaw sambil makan ndomie. Apa kita akan diartikan sebagai sekumpulan orang bodoh yang sedang ingin makar? Makan sih iya ?

Mengerikan betul hidup kita. (*)

BACA JUGA Anggota DPR Periode Ini Sungguh Asoy, Banyak Nama Kontroversialnya! atau tulisan Haryo Setyo Wibowo lainnya. Follow Facebook Haryo Setyo Wibowo.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 18 Februari 2021 oleh

Tags: likestatusstatus facebook
Haryo Setyo Wibowo

Haryo Setyo Wibowo

ArtikelTerkait

Lomba yang Pemenangnya Ditentukan Jumlah Like Terbanyak Itu Menyebalkan terminal mojok.co

Lomba yang Pemenangnya Ditentukan Jumlah Like Terbanyak Itu Menyebalkan

30 Oktober 2020
Kalau Angka Dislike YouTube Hilang, Memangnya Ada yang Senang_ terminal mojok

Kalau Angka Dislike YouTube Hilang, Memangnya Ada yang Senang?

7 Juni 2021
like komen subscribe tugas bikin vlog Buat Kamu yang Suka Nge-skip Iklan Youtube

Mbak, Minta Bantuan Like dan Komen dalam Sebuah Perlombaan Itu Nggak Curang Kok!

16 Juli 2020
Orang Posting Status Screenshot WhatsApp Itu Motiavasinya Apa sih?! mojok.co/terminal

Mengapa Sebagian Orang Menolak Beri Like pada Foto Sendiri di Instagram?

19 Februari 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

Rujak Buah Jawa Timur Pakai Tahu Tempe: Nggak Masuk Akal, tapi Enak

16 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo Mojok.co

Selo, Jalur Favorit Saya untuk Pulang ke Magelang dari Solo

14 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Universitas di Indonesia Ada 4.000 Lebih tapi Cuma 5% Berorientasi Riset, Pengabdian Masyarakat Mandek di Laporan
  • Katanya Bagian Terberat bagi Bapak Baru saat Hadapi New Born adalah Jam Tidur Tak Teratur. Ternyata Sepele, Yang Berat Itu Rasa Tak Tega
  • Mempertaruhkan Nasib Sang Garuda di Sisa Hutan Purba
  • Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya
  • Pontang-panting Membangun Klub Panahan di Raja Ampat. Banyak Kendala, tapi Temukan Bibit-bibit Emas dari Timur
  • Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.