Hobi adalah pekerjaan yang menyenangkan. Meski penyataan itu tak sepenuhnya relate dengan kenyataan yang saya hadapi, setidaknya melalui pernyataan itulah akhirnya saya belajar memahami keadaan. Mengajar adalah pekerjaan yang tak pernah saya bayangkan sebelumya karena saya memang tak pernah memiliki cita-cita menjadi guru.
“Jarang ada pekerjaan yang mulia untuk perempuan, tapi kamu bisa menjadi guru,” begitu kata orang tua saya saat saya duduk di bangku SMA dulu–ketika saya bingung menentukan arah hidup dan cita-cita. Meskipun terlambat memilih jalan masa depan, pada akhirnya saya nrimo ing pandum juga jadi guru seperti kemauan orang tua saya.
Sempat tersemat pertanyaan dalam benak saya soal pekerjaan ini. Mulai dari pertanyaan kenapa harus jadi guru hingga pertanyaan kenapa di zaman serba canggih ini guru termasuk pilihan pekerjaan yang mulia untuk perempuan. Kenapa sih harus dihubungkan dengan gender? Itu jelas alasan yang kurang logis dan ramashok.
Karena pilihan telah diputuskan, akhirnya saya memutuskan melanjutkan bangku kuliah dengan jurusan pendidikan. Hingga akhirnya dalam masa perkuliahan, beberapa kali saya merasakan menjadi pengajar paripurna. Dari pengalaman-pengalaman itu saya menyadari bahwa memilih guru sebagai cita-cita sama dengan berada di persimpangan; guru negeri atau swasta.
Menjadi guru di sekolah negeri atau sekolah swasta perlu pertimbangan serius, tentu agar cita-cita sepadan dengan beban dan proses pengembangan diri yang diterima. Karena yha siapa sih yang tidak mau sejahtera dengan jalan sendiri? Wahai kalian yang punya cita-cita jadi guru, tetapkanlah pilihan kalian untuk menjadi guru negeri atau guru swasta mulai sekarang juga!
Berdasarkan pencerahan teman dan pengalaman pribadi, menjadi guru negeri dan swasta akan memberikan sensasi dan dampak cukup laten bagi para guru wabilkhusus para guru freshgrad.
#1 Peluang karier
Tanpa bermaksud memihak salah satu pihak. Bagi saya, peluang karier guru di sekolah negeri dan swasta adalah hal utama yang perlu dipertimbangkan. Naif jika kita mengatakan mengajar dengan sepenuh hati tanpa mempertimbangkan jenjang karier. Manusia adalah makhluk Tuhan pertama yang sangat menginginkan perbedaan dan kemajuan bagi dirinya, salah satunya ya seperti saya ini.
Jenjang karier di sekolah negeri cenderung tersistematis lantaran peluang menjadi ASN. Ini adalah poin yang paling diincar oleh cagur atau guru honorer kebanyakan. Hayo, ngaku saja, deh! Semakin lama masa kerja seorang guru negeri, maka mereka akan memiliki kesempatan lebih besar untuk maju sebagai ASN atas rekomendasi sekolah. Hal itu justru sangat berkebalikan dengan guru swasta.
Jika guru swasta ingin mempertahankan keberlangsungannya di sebuah sekolah yang dinaungi yayasan swasta, maka ia harus bekerja lebih ekstra dan berperan seaktif mungkin. Sudah dapat jabatan yang dikehendaki? Maka bersiap-siaplah menerima bobot kerja dua kali lipat atau bahkan bisa lebih.
#2 Pengembangan diri
Selanjunya adalah pengembangan diri. Jenjang karier tak akan berarti tanpa pengembangan diri selama masa kerja. Menjadi guru sama dengan memberi banyak jalan untuk mengembangkan soft skill hingga hard skill yang kita miliki. Mulai dari skill berbicara, analisis psikis, hingga pengelolaan kelas. Percaya deh, jadi guru akan membuat seseorang jadi multitalent.
Cara pengembangan diri itu tentu sangat bergantung dengan lingkungan kerja yang kita hadapi. Pengembangan diri ini juga bisa kalian rasakan jika kalian menjadi seorang guru negeri atau swasta.
Berdasarkan pengalaman saya, kegiatan pengembangan diri di guru negeri dan swasta lumayan memiliki perbedaan yang signifikan. Program yang harus seirama dan berpusat pada kebijakan pemerintah menyebabkan beberapa kegiatan pengembangan diri guru negeri harus sedikit lamban jika dibandingkan dengan pengembangan diri guru swasta.
Sedangkan guru swasta lebih berpeluang untuk melakukan pengembangan diri karena kebanyakan sekolah swasta memiliki peraturan dan kebijakan yang berbeda dengan sekolah negeri. Tinggal bagaimana para guru swasta mengelola program kegiatan sekolah. Jika program sekolah dilakukan secara teratur dan kontinu, maka bukan tidak mungkin keunggulan guru swasta justru akan melebihi guru negeri.
#3 Gaji
Kita sampai pada pembahasan gaji–pembahasan yang mungkin ditunggu-tunggu oleh sebagian besar guru. Bukan rahasia lagi jika gaji guru non-ASN adalah separuh uang separuhnya lagi keikhlasan. Kalian bisa simpulkan sendiri bagian ini.
Sebenarnya, baik guru negeri ataupun swasta selama belum berstatus ASN memiliki selisih gaji yang tak seberapa besar. Semua bergantung kebijakan sekolah, hanya saja berdasarkan pengalaman saya, gaji guru pada sebagian sekolah negeri diambil dari kas para guru tetap (baca: ASN) yang entah berapa pun besarannya ya harus diterima. Ini artinya, tidak ada patokan khusus untuk besaran gaji yang mereka terima.
Lain halnya dengan gaji guru swasta. Besaran gaji yang diterima adalah ketentuan dari pihak yayasan atau pihak lain yang berwenang. Gaji guru memiliki anggaran tersendiri, karena sistem penggajian memang berasal dari yayasan bukan dari pemerintah atau guru setempat.
#4 Sistem pembelajaran
Lantas, bagaimana sistem pembelajarannya? Untuk urusan yang satu ini, masing-masing sekolah selalu memiliki sistem pembelajaran yang berbeda. Tapi karena sistem pembelajaran berasal dari satu komando yakni pemerintah pusat, maka guru negeri tidak memiliki banyak pilihan untuk melakukan program-program atau metode-metode baru dalam sistem pembelajaran sebelum disetujui oleh pihak pusat.
Sedangkan guru swasta lebih leluasa untuk menerapkan sistem pembelajaran sesuai dengan pembaruan, dengan catatan sesuai dengan visi misi yayasan dan tentunya baik diterapkan untuk para siswa.
Bagaimana cagur? Pilih jadi guru negeri atau swasta?
BACA JUGA Nggak Punya Guru Agama Waktu SD Bikin Saya Belajar Hidup Berdampingan atau tulisan Ade Vika Nanda Yuniwan lainnya.