Derita Tinggal di Kamar Kos yang Berada di Pinggir Jalan Raya

Derita Punya Kamar Kos di Pinggir Jalan Raya

Derita Punya Kamar Kos di Pinggir Jalan Raya (Unsplash.com)

Sebelum ada yang menyuruh saya pindah kos, saya jelaskan dulu bahwa saya hanya ingin menceritakan suka duka yang saya rasakan saat ngekos di pinggir jalan raya. Kamar kos yang saat ini saya tinggali benar-benar berada di pinggir jalan. Saking pinggirnya, kalau keluar gerbang kos, saya bisa langsung menyeberang ke kampus.

Tinggal di kos memang jadi pilihan utama saya lantaran di perantauan saya nggak memiliki satu orang pun keluarga yang bisa ditumpangi. Sebenarnya kamar kos yang saya huni saat ini bukanlah kos pertama saya di Bogor. Sebelumnya, saya sudah pernah tinggal selama satu tahun di sebuah kosan yang berada dalam lorong di dekat sini.

Lantaran biaya kos sebelumnya naik dan fasilitas yang saya dapatkan nggak sepadan, saya putuskan untuk pindah. Bermodalkan googling, saya pun berhasil menemukan kos yang sekarang ini. Kamar kos yang baru ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. Bukan karena kamarnya lebih bagus, tapi karena saya harus berhadapan dengan hal-hal yang belum pernah saya alami sebelumnya.

Sangat ramai

Namanya jalan raya tentu nggak akan pernah sepi. Kalaupun sepi, biasanya hanya di jam-jam tertentu, seperti malam hari. Waktu awal pindah ke kos baru ini, sangat sulit bagi saya untuk beradaptasi dengan suara-suara dari jalan raya seperti klakson mobil, sirine ambulans, suara kendaraan yang melintas, hingga suara penjual tahu bulat yang keliling naik mobil pick up. Selama beberapa hari, saya sempat menyesali keputusan saya pindah kos ke pinggir jalan raya ini.

Akan tetapi lambat laun saya jadi terbiasa. Yah, kalau dipikir-pikir lagi, ini kan keputusan saya dan sebelumnya saya sudah survei duluan ke sini, jadi harusnya nggak masalah, dong. Saya pun berdamai dengan suara-suara dari jalan raya yang kedengeran sampai kamar kos. Bahkan ngekos di pinggir jalan raya nggak buruk-buruk amat. Saya malah bisa memantau kemacetan dari jendela kamar. Tak jarang teman-teman saya bertanya, apakah kondisi jalanan sedang macet atau nggak sebelum mereka berangkat ke kampus. 

Selama ngekos di pinggir jalan raya, saya juga jadi hafal dengan jam-jam sibuk yang mengakibatkan kemacetan. Sehingga saya bisa mengantisipasi terlebih dulu. 

Sering menjadi saksi kecelakaan lalu lintas

Sejujurnya saya belum pernah menjadi saksi yang resmi ditanya-tanya oleh polisi begitu, sih. Tapi, kalau sewaktu-waktu dibutuhkan, saya bisa sangat membantu, kok. Gimana nggak, lha suara tabrakan dan gesekan dari kendaraan di jalan raya bisa terdengar jelas dari kamar kos saya. Kalau sudah mendengar suara seperti itu, otomatis saya langsung berdiri dan menengok keluar jendela untuk melihat siapa yang kecelakaan, ada korban atau nggak, gimana kondisi kendaraannya, dll.

Selama ngekos di pinggir jalan raya, setidaknya saya sudah beberapa kali melihat kecelakaan lalu lintas dari jendela kamar. Pertama kali mendengar suara kecelakaan sih saya sangat syok karena ternyata suaranya terdengar jelas dari kamar saya. 

Sulit teleponan di kamar kos

Di atas, saya mengatakan bahwa saya bisa mendengar segala jenis suara dari jalan raya di kamar kos saya. Nah, hal ini kadang yang bikin saya sulit teleponan. Sebagai anak yang hidup jauh dari keluarga, saya cukup sering menghubungi ibu saya, begitu juga sebaliknya. Terkadang saat ayik video call-an, tiba-tiba ada suara motor yang sangat nyaring dan membuat saya terdiam sejenak. Saya sampai harus bertanya pada ibu saya apa yang blio katakan barusan. 

Selain itu, saking jelasnya suara kendaraan melintas, kalau saya sedang teleponan dengan teman, mereka selalu bertanya, “Kamu lagi di jalan?” Kemudian berakhir dengan saya menjelaskan kondisi kos saya yang berada tepat di pinggir jalan raya. 

Merasa selalu diawasi

Selama hidup di dunia, perasaan selalu merasa diawasi memang betul ada, sih. Ya kan kita hidup selalu diawasi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Ehehehe. Tapi, perasaan yang diawasi ini berbeda. Tiap kali saya membuka jendela kamar kos, saya selalu merasa diawasi. Padahal nggak ada yang mengawasi juga.

Hal ini sebenarnya berdampak positif juga. Saya jadi lebih sering membersihkan kamar kos. Jadi, kalau ada orang lewat dan nggak sengaja melihat kamar saya, kondisinya rapi. Syukur-syukur kalau yang melihat itu ibu-ibu, kan. Siapa tahu blio punya anak laki-laki rajin dan taat beragama yang bisa dijodohkan dengan saya. Wqwqwq. 

Jadi tontonan saat keluar pagar kos

Tiap kali keluar dari pagar kos, saya merasa seketika jadi artis. Saat membuka pagar, rasanya saya sedang berada di Met Gala dengan ratusan mata tertuju pada saya. Apalagi kalau kondisi jalan raya sedang macet. Orang-orang yang nggak ada kerjaan di atas kendaraan biasanya langsung menoleh melihat orang yang keluar dari pagar kos. Makanya saya kadang salting dan berlagak seanggun mungkin.

Itulah derita yang saya rasakan selama tinggal di kamar kos yang berada di pinggir jalan raya. Meskipun awalnya terasa sulit, lama-lama saya terbiasa juga. Tapi kalau boleh minta satu hal, saya pengin di jalan raya itu nggak ada kecelakaan lalu lintas lagi. Duh, Gusti, syoknya bukan main kalau sudah begitu!

Penulis: Aulia Syafitri
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Pengalaman Ngekos di Kamar Kos yang Tak Ada Jendela.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version