Semua daerah yang menggunakan nama Depok sepertinya problematik. Tidak terkecuali Depok Jawa Barat. Daerah penyangga ibu kota ini nasibnya nggak sebaik Jakarta, terutama dari segi transportasi umum. Akses transportasi umum yang baik mentok di bagian pusat Kota Depok, tidak sampai ke pinggiran, apalagi pinggiran sisi barat.
Buruknya sistem transportasi umum melahirkan kemacetan yang jadi momok bagi warga Depok. Bayangkan saja, sebagian besar warga Depok mencari nafkah di ibu kota dan mereka menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitas. Terutama mereka yang tinggal di pinggiran Depok. Bukan karena ingin, mereka mengendarai kendaraan pribadi juga karena terpaksa. Tidak ada transportasi umum memadai yang menjangkau daerah mereka.
Saya yakin kalau ada jajak pendapat kecil-kecilan di Depok Jawa Barat, transportasi umum yang layak pasti jadi salah satu hal yang paling banyak dikeluhjan. Apalagi oleh warga Depok pinggiran seperti Bojongsari dan Sawangan. Jangan berani-beraninya berkomentar itu semua risiko punya rumah di pinggiran Depok. Asal tahu saja ya, hunian di pinggiran inilah yang masih ramah di kantong para pekerja.
Pinggiran sisi barat yang terlupakan
Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, transportasi umum di bagian kota tidak buruk-buruk amat. Setidaknya ada KRL untuk menunjang mobilitas warga yang hendak ke Jakarta untuk bekerja. Sementara itu, warga Depok sisi timur saat ini telah banyak terbantu oleh kehadiran LRT yang belum lama beroperasi.
Persoalannya, transportasi-transportasi umum itu nggak sampai ke Depok sisi barat seperti Bojongsari dan Sawangan. Teman saya yang tinggal di Bojongsari mendekati Parung sempat berkeluh kesah soal mobilitasnya sehari-harinya karena transportasi umum yang nggak mumpuni. Sebenarnya ada bus APTB, sejenis bus pengumpan yang terintegrasi dengan dengan MRT Lebak Bulus atau TransJakarta, tapi bus itu hanya mencapai Ciputat. Sementara Ciputat ke Bojongsari masih jauh.
Baca halaman selanjutnya: Ada juga Jabodetabek ….
Ada juga Jabodetabek Residence (JR) Connexion. Tapi, jumlah armadanya yang terbatas dan sosialisasi rutenya yang belum maksimal. Banyak orang yang belum tahu. Mau naik angkot, lihat armadanya saja sudah malas duluan.
Angkot Depok hidup segan mati tak mau
Saya pernah menuliskan curhatan soal transportasi umum di Depok dalam tulisan Naik Angkot di Depok Hanya untuk Mereka yang Punya Nyali, Armada Bobrok dan Sopir Ugal-ugalan. Dahulu, angkot memang sempat jadi primadona warga. Namun, kondisinya jauh berbeda sekarang, setidaknya sejak 2022 ketika Pemkot Depok mencabut 375 izin angkot. Alhasil, warga Depok, khususnya mereka yang tinggal di daerah pinggiran menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitas.
Kendaraan pribadi dinilai lebih efektif dan efisien untuk melakukan perjalanan daripada angkot yang sering ngetem. Namun, dampak buruknya, macet jelas jadi persoalan yang nggak mungkin terhindarkan lagi.
Begitulah curhatan warga Depok Jawa Barat, khusunya mereka yang tinggal di pinggiran. Harapannya nggak muluk-muluk, sederhana saja: mendambakan transportasi umum layak yang menjangkau daerah mereka. Semoga Pemkot bisa mempertimbangkan harapan para warga pinggiran ini ya, jangan warga Margonda melulu yang diperhatikan. Depok nggak cuma Margonda!
Penulis: Jarot Sabarudin
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Jalan Gegerkalong Kota Bandung Semakin Menyebalkan karena Pemkot dan Pengguna Jalan yang Nggak Peka
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.