Pertama, saya ingin mengucapkan rasa terima kasih saya yang sebesar-besarnya untuk Greysia Poli dan Apriyani Rahayu yang telah sukses meraih medali emas untuk cabang olahraga badminton pada perhelatan Olimpiade Tokyo 2020. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan pada Eko Yuli Irawan, Widya Cantika Aisah, Rahmat Erwin Abdullah yang telah meraih medali perak dan dua medali perunggu untuk cabang olahraga angkat besi. Kalian adalah pahlawan bangsa!
Seolah berusaha merusak momen bahagia rakyat Indonesia, sejumlah pejabat Indonesia malah kedapatan memajang poster “Ucapan Selamat” atas prestasi para atlet yang sukses meraih medali pada perhelatan Olimpiade Tokyo 2020. Ya nggak apa-apa sih, TAPI FOTO ANDA JANGAN LEBIH BESAR DARI FOTO ATLET YANG MERAIH MEDALI DONG! Foto sejumlah petinggi partai dan pejabat pemerintah Indonesia ini wajahnya dipajang lebih besar dibandingkan wajah Greysia Poli dan Apriyani Rahayu yang meraih medali emas!
Memang apa kontribusi Anda pada prestasi mereka? Ngasih tempat latihan? Ngasih makanan bergizi? Ngasih bonus? Kan nggak ada! Pas menang, ujug-ujug ngasih selamat. Ketemu aja nggak pernah! Buat apa? Ya buat pencitraan, lah! Apalagi? Yang pasti, prestasi mereka (para atlet) jauh lebih baik dibandingkan prestasi pejabat Indonesia yang bisanya bacot dan korupsi!
Sejak SMP, saya aktif sebagai atlet cabang olahraga karate. Saya melihat banyak sekali pejabat negara, mulai dari walikota, gubernur, perwira tinggi TNI/Polri, menteri, hingga presiden sering saya saksikan menggunakan nama besarnya untuk nama sebuah kejuaraan olahraga. Mulai dari “Walikota Bandung Cup”, “Piala Gubernur Jawa Barat”, “Piala Panglima”, “Piala Kapolri”, “Piala Mendagri”, hingga “Piala Presiden”. Di mana wajah pejabatnya dipampang di mana-mana, mulai dari spanduk di dalam area pertandingan, hingga laman media sosial mereka. Saat pertandingan, mereka hanya saya lihat pada saat pengalungan medali, upacara pembukaan, dan upacara penutupan saja. Sudah gitu, tidak jarang, peristiwa tersebut hanya diwakilkan oleh stafnya jika pejabat yang bersangkutan berhalangan hadir.
Sungguh, sejak dulu saya tidak melihat kontribusi para pejabat dalam prestasi olahraga Indonesia. Waktu kuliah, saya berusaha membuat proposal pengajuan keikutsertaan UKM Karate dalam kejuaraan nasional di luar kota, tapi kami hanya diberikan tiket kelas ekonomi, hotel yang murah, dan biaya makan seadanya. Tapi saat kami menang, entah kenapa medali yang susah-susah kami dapatkan diminta oleh pihak kampus untuk kemudian didata. Saya sempat berpikir akan dikasih beasiswa atas prestasi kami tersebut, tapi nyatanya tidak.
Tidak saja terjadi di UKM Karate, saya menyaksikan organisasi pencinta alam di kampus saya pun seperti itu. Saat mengajukan diri untuk mengadakan ekspedisi pendakian gunung ke Lobuche East, salah satu gunung di Pegunungan Himalaya, Nepal, pihak kampus tidak berkontribusi apa-apa, hanya memberikan uang sebesar Rp10 juta rupiah. Sepuluh juta rupiah mungkin cukup kalau ekspedisinya hanya mendaki Gunung Tangkuban Parahu. Ini Lobuche East, Nepal! Gunung salju setinggi 6.119 meter dari permukaan laut! Namun, begitu mereka berhasil meraih puncak, pihak kampus malah minta foto mereka di puncak gunung tersebut dengan resolusi HD dikirimkan sebagai ajang promosi kampus. Hebat!
Saat kami mempresentasikan terkait dana yang kami butuhkan, banyak pejabat yang tidak menyediakan seluruh dana yang kami minta dengan alasan tidak ada dana. Akhirnya mereka hanya sanggup memberikan kami setengah dari apa yang kami minta, dan kami terpaksa menggunakan uang sendiri. Tapi saat kami berprestasi, para pejabat malah mengundang para atlet untuk selebrasi di ruang kerjanya untuk sekadar foto pencitraan. Saya tidak habis pikir atas kelakuan banyak pejabat Indonesia yang saya saksikan selama ini.
Ke mana para pejabat Indonesia saat para atlet minta dukungan mereka untuk sekadar menyediakan tempat latihan yang layak, alat penunjang latihan yang layak, dan uang saku untuk tim pelatih dan atlet? Ke mana? Giliran menang, malah sibuk pasang foto ucapan selamat untuk bahan poster kalian di laman media sosial dan dipajang di sejumlah ruas jalan protokol. Sudah gitu, foto pejabat yang bersangkutan malah lebih besar dibandingkan foto atlet yang sukses mendapat medali. Saya tidak habis pikir dengan noraknya kelakuan pejabat Indonesia yang seperti ini! Norak!
Tampaknya, kontribusi Sosis So Nice malah lebih besar dibandingkan para pejabat Indonesia. Setidaknya mereka ngasih job dengan menjadikan para atlet berprestasi sebagai bintang iklannya. Pejabat Indonesia, sudah mah nggak ngasih apa-apa sebelum mereka berpretasi, waktu sudah meraih prestasi malah bikin poster ucapan selamat seolah-olah mereka berkontribusi besar pada prestasi mereka selama ini. Sungguh norak!
BACA JUGA Kalau Atlet Indonesia Jadi Bintang Iklan Sosis So Nice, Masalahnya Apa? dan tulisan Raden Muhammad Wisnu lainnya.