Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Media Sosial

Dear Mark Zuckerberg, Tolong Kembalikan Fitur Tombol Like di Facebook Seperti Sebelumnya

Siti Halwah oleh Siti Halwah
27 Agustus 2019
A A
tombol like

tombol like

Share on FacebookShare on Twitter

Dulu, tombol like di Facebook hanya sebatas emoticon jempol berwarna biru. Awalnya mungkin tidak berwarna, namun ketika seseorang menyukai status milik orang lain, maka akan berubah warna menjadi biru.

Kini, fitur tombol like di Facebook tidak hanya sebatas pada jempol berwarna biru saja, namun juga ada variasi emoticon lainnya yaitu like, love (cinta), haha (tertawa), wow (kagum), sad (sedih), angry (marah). Mungkin Mark Zuckerberg berniat untuk membuat Facebook semakin ekspresif dengan mengetahui respon seseorang terhadap sebuah status yang dimunculkan. Tidak melulu hanya jempol saja.

Ketika melihat sebuah berita tentang duka, para pengguna Facebook otomatis memberikan emoticon sad yang menggambarkan rasa sedih. Ketika mendapati status mengenai sebuah prestasi dan keberhasilan, ramai-ramai warganet menyumbang emoticon kagum atau love. Saat melihat status tentang kebencian atau kasus kekerasan, netijen juga ramai-ramai menyumbang emoticon marah dan juga sedih.

Sungguh, penggunaan emoticon tersebut dapat mewakili perasaan mereka. Sangat berbeda dengan Instagram dan Twitter yang hanya menyediakan fitur like berupa love. Jadi, untuk mengetahui pendapat para netijen, kita masih harus melihat komentar mereka di kolom comment. Nggak praktis.

Namun, belakangan ini, saya—nggak tahu deh kalau yang lain—justru merasa terganggu dengan adanya variasi emoticon tombol tersebut. Khususnya emoticon tertawa. Saya merasa, para pengguna Facebook sering salah menggunakan fungsi emoticon tertawa tersebut.

Ketika saya melihat sebuah status mengenai seorang remaja bucin yang patah hati, netijen bukannya bersimpati justru malah beramai-ramai tertawa. Hadeuh. Dikira yang patah hati itu cuma rekayasa kalik, ya, atau mungkin menurut mereka patah hati di tahun 2019 ini terasa lucu. Entahlah, hanya mereka yang paham.

Selain itu, semakin lama saya amati, para pengguna Facebook juga sering kali memberikan tanggapan menggunakan emoticon tertawa pada hal-hal atau berita yang datangnya dari pemerintah Indonesia.

Seperti berita mengenai kepindahan ibu kota yang baru saja diumumkan oleh Presiden Jokowi. Tiap kali saya melihat berita tersebut bermunculan di beranda Facebook, banyak sekali yang memilih memberikan respon dengan emoticon tertawa. Padahal, isi beritanya serius lho, ya. Ini mengenai masa depan ibu kota negara Indonesia yang baru. Memang, apanya yang lucu, sih? Sungguh, saya nggak habis pikir.

Baca Juga:

4 Jasa yang Tidak Saya Sangka Dijual di Medsos X, dari Titip Menfess sampai Jasa Spam Tagih Utang

Tolong, Jadi Pengajar Jangan Curhat Oversharing ke Murid atau Mahasiswa, Kami Cuma Mau Belajar

Kali lain, berita mengenai pemerintah yang bikin klarifikasi soal mati listrik se-Jabodetabek, eh netijen malah menanggapi dengan emoticon ketawa. Pak Jokowi buat pernyataan soal kasus rasisme Papua, ketawa juga. Bahkan sewaktu KPU membuat pengumuman soal presiden terpilih, emoticon tertawa juga banyak didapatkannya. Ih, kesel deh. Dikira pemerintah Indonesia ini lagi ngadain stand up comedy kalik, ya. Makanya rakyat Indonesia ini ketawa mulu.

Menurut saya, emoticon tertawa yang sering disematkan pada berita-berita pemerintahan, kok,  rasanya seperti melihat orang-orang tertawa tapi tidak pada tempatnya, ya? Lha iya, kan emang pemerintah nggak lagi bikin lelucon ataupun ngelawak. Ngapain, sih rakyat Indonesia ketawa?

Mereka itu lagi buat klarifikasi lho, ya—meskipun klarifikasinya ya terkesan formalitas dan mengada-ada—tapi ya dihargai. Jangan cuma diketawain. Minimal kasih emoticon ‘kagum’ atau ‘love’ gitchu. Biar mereka makin semangat kerjanya dalam melayani rakyat ~

Emoticon tertawa yang tidak pada tempatnya—menurut saya—kok rasanya seperti sebuah sarkasme. Mereka seperti mengejek hal-hal yang muncul tapi tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. Kalau ini berhubungan dengan rakyat jelata—macam saya—ya, nggak apa-apa. Palingan saya cuma bete sehari-dua hari. Setelah itu buat status lagi.

Lah, gimana dengan orang-orang yang bekerja di pemerintahan, khususnya yang sekelas presiden Jokowi—yha, Jokowi lagi, Jokowi lagi. Gimana kalau nanti Pak Jokowi membuat status di Facebook “Selamat merdeka yang ke 74 tahun untuk Indonesia. Semoga apa yang kamu semogakan segera tercapai.”

Lalu, statusnya tersebut mendapatkan banyak respon emoticon yang beragam, namun sebagian besar malah tertawa. Kira-kira, menurut kamu bagaimana perasaan Bapak Presiden Jokowi? Sedih, kan? Hiks. Terus gimana kalau beliau ngambek, nggak lagi mau ngurusin rakyat Indonesia yang permasalahannya berjibun-jibun ini. Kan, berabe nanti urusannya, my lov~

Saya masih yakin bahwa orang Indonesia itu ramah dan baik hati—juga nggak sombong dan rajin menabung. Mereka pasti tahu bagaimana cara bersikap, beradab dan bertata krama yang baik dan benar. Juga menunjukkan simpati dan empati—termasuk memberikan emoticon—yang sesuai pada tempatnya.

Kalau masih belum bisa menunjukkan rasa simpati dan empatinya di Facebook, maka saya mohon dengan sangat teruntuk Mark Zuckerberg untuk mempertimbangkan mengembalikan fitur tombol like di Facebook seperti sebelumnya. Nggak apa-apa meskipun terkesan tidak ekspresif, setidaknya tidak perlu ada hati yang terluka. Atas nama rasa kemanusiaan, saya sampaikan ribuan ucapan terima kasih. (*)

 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 24 Januari 2022 oleh

Tags: auto like fbCurhatFacebookMark ZuckerbergMedia Sosialpopulertombol like
Siti Halwah

Siti Halwah

menulis untuk eksis

ArtikelTerkait

film india

Memangnya Kenapa Kalau Saya Suka Menonton Film India?

8 Agustus 2019
pacaran

Pas Kecil Lihat Orang Dewasa Pacaran, Pas Dewasa Lihat Anak Kecil Pacaran

8 Agustus 2019
divisi perlengkapan

Panitia Kegiatan yang Paling Capek itu Divisi Perlengkapan

19 Agustus 2019
Auto Base

Auto Base dan Kecenderungan Bersembunyi di Balik Akun Anonim

24 Oktober 2019
Kata Siapa Bapak-Bapak Itu Tak Suka Curhat?

Kata Siapa Bapak-Bapak Itu Tak Suka Curhat?

7 Januari 2020
Beberapa Update Fitur WhatsApp yang Sangat Dibutuhkan sama Penggunanya terminal mojok.co

Update Fitur WhatsApp yang Sangat Dibutuhkan Penggunanya

13 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

Tombol Penyeberangan UIN Jakarta: Fitur Uji Nyali yang Bikin Mahasiswa Merasa Berdosa

16 Desember 2025
Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

Pendakian Pertama di Gunung Sepikul Sukoharjo yang Bikin Kapok: Bertemu Tumpukan Sampah hingga Dikepung Monyet

15 Desember 2025
3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

3 Alasan Berkendara di Jalanan Jombang Itu Menyebalkan

14 Desember 2025
Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

Banyuwangi: Ditinggal Ngangeni, Ditunggui Bikin Sakit Hati

20 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.