Selain KTP dan nomor HP, sekarang pinjol, khususnya yang ilegal, juga menyiratkan “nyawa” sebagai syarat pinjaman. Iya, nyawa. Asal mental siap diteror dan (amit-amit) nyawa siap melayang, kamu bisa dapat jalan keluar.
Sudah ada beberapa contoh kasus orang yang terlilit teror pinjol harus kehilangan satu-satunya hal yang mereka punyai. Makanya, saya bilang nyawa itu bukan sekadar gimmick doang.
Padahal, ngutang di pinjol itu nggak enak. Selain hitung-hitungan bunga yang nggak logis, banyak bukti beredar di media kalau data-data nasabah bakal dikuasai pihak kreditur. Nantinya akan dipakai sebagai alat peras tukang tagih waktu menagih tunggakan yang lewat jatuh tempo. Mulai dari foto-foto kita disebar dengan maksud bikin malu, atau teror dengan kalimat-kalimat vulgar ke semua contact yang ada di HP kita. Tapi gilanya, cara-cara brutal ini toh nggak bikin kita melempem juga sih. Mental orang-orang kita memang yahud!
Lucifer senang melihat peluang ini. Padahal, dengan syarat yang kurang lebih sama, kita bisa jauh lebih kaya dan happy dengan… ikut pesugihan.
Bayangin aja, kalau via pinjol rata-rata kita dapat 1-5 juta sekali kontrak, kalau pake pesugihan kita bisa dapet ribuan kali lipatnya dari itu. Ribuan kali loh. Fantastis bukan? Bonus popularitas juga ada. Kamu mau jadi apa? Seleb? Artis? Pejabat tinggi? Bisa diatur. Jangka waktu kontrak juga bisa dinego tergantung kamu maunya berapa lama, bisa belasan atau puluhan tahun. Tapi ingat, makin lama jangkanya, makin besar juga kompensasinya: nyawa keluarga atau nyawa kita sendiri, mungkin. Kira-kira itu sih yang saya baca dari konten-konten konspirasi wahyudi.
Sekarang, di tengah persoalan ekonomi yang karut marut hingga urusan perut dan susu anak yang bikin kalang kabut, mana cukup satu aplikasi aja? Bisa jadi dua, tiga, atau lebih. Belum lagi risiko malu diomongin tetangga dan teman-teman. Selain pertemanan, karir juga bisa ikutan nahas karena kantor kita bisa ikutan diteror sama tukang tagih. Malu banget kan? Lah ya udah tau gini kok masih mau minjem ke pinjol?
Nah, kalo pakai pesugihan gimana? Yang jelas kerahasiaan dan keamanan diri kita dijamin. Jangankan tukang bakso, BIN juga nggak bakal tahu kalo kita pakai pesugihan. Kita bisa bebas bermewah-mewahan sambil pencitraan. Bikin kampanye kebaikan sebagai kedok juga bisa, misal kampanye kesadaran global warming, atau kampanye buat Pemilu nanti. Pokoknya mah kita bisa terkenal. Keselamatan diri juga terjamin kalau kita pergi kemana-mana. Bodyguardnya nggak keliatan tapi ada lah pokoknya. Tapi, khusus itu sih memang karena udah dijadwal aja kapan kita matinya. Minimal kita tahu dan siap gitu loh kalo harus mati. Lagipula ruginya nggak ada. Kan udah hidup enak?
Terus coba pikir lagi deh. Misal nanti di akhirat, antara kamu yang kelilit pinjol dan saya yang ikut pesugihan ketemu di barisan yang sama. Saya bakal ketawain kamu. “Heh, nanggung banget sih kalo cari solusi? Kenapa nggak sekalian kaya saya? Kaya raya, tenar, hidup enak. Sama-sama mati kan?” Akhirnya penyesalanmu jadi dobel. Emang dasar kamunya aja yang kurang cerdas. Saya sesat, tapi saya cerdas.
Duh, andai saya jadi agen sales pesugihan, tentu gampang banget bagi saya untuk closingan. Mengingat kata OJK saat ini ada 60 jutaan nasabah pinjol aktif di Indonesia. Itu yang melalui aplikasi resmi di bawah naungan OJK ya. Belum lagi yang ilegal? Alamak. Andai juga mereka tahu kalau sama-sama butuh mental dan nyawa untuk dapat uang banyak dan mudah, niscaya mereka lari ke saya, bukan ke pinjol!
Tapi masalahnya, macam mana pulak ada pesugihan berkantor di alamat yang nggak jelas, bikin aplikasi lalu ngiklan online? Padahal di sini banyak orang BU dan gampang banget buat beroperasi.
Untungnya, saya rasa Tuhan masih sayang sama kita. Lagipula pemerintah juga punya andil kok dalam susahnya kita mencari uang dan kurangnya literasi digital mengenai pinjol. Ditambah payahnya regulasi yang longgar sehingga sering kecolongan. Di sini kan, dosa rakyat kembali ke pejabat. Tenang aja.