Kalau dihitung-hitung, ayah saya sudah beternak ayam sekitar tiga sampai enam bulan. Dalam prosesnya, ada senang dan juga ada susahnya. Senangnya, kalau emang lagi gabut dan nggak tahu mau ngapain, yaudah, saya ke kandang aja untuk liatin tumbuh kembang peliharaan satu ini. Dan yang susahnya, jujur, ini ayah saya yang mengalami.
Nggak tahu kenapa, sejak ayah saya memelihara ayam, blio sering batuk-batuk. Kayaknya sih gara-gara serbuk dari makanan ayam yang biasanya dicampur konsentrat. Ayah saya mungkin nggak kuat dengan itu. Akhirnya, saya dan ibu bilang, kalau coba aja berhenti pelihara ayam, siapa tahu itu gara-gara serbuk campuran makanan ayamnya yang bikin batuk.
Lantaran agak keras kepala, ayah saya masih mempertahankan hewan peliharaannya. Blio tetap memelihara dan tetap merawatnya seperti merawat saya, anaknya sendiri. Kalau agak bandel dipukul, kalau nurut yaudah blio hepi-hepi aja. Ayah melanjutkannya dengan memakai masker sewaktu mencampur adonan pakan. Lama-kelamaan, ternyata masih aja batuk.
Ibu saya yang jarang mau kalah, akhirnya bilang lagi, mending coba berhenti dulu. Nanti lihat perkembangannya. Kalau batuknya nggak berhenti, berarti batuk biasa. Tapi, kalau batuknya berhenti, berarti benar, asal muasal terjadinya batuk adalah si serbuk adonan pakan ayam.
Ayah menyetujui, saya juga setuju. Dan, ternyata benar, ayah saya sembuh. Dengan berat hati saya bilang, kalau ayah memang nggak kuat sama serbuk adonan pakan ayam itu. Walaupun demikian, ayah saya ngotot masih mau pelihara ayam, nggak tahu mau gimana, pokoknya pelihara.
Dari hasil ngototnya blio, ndilalah ada teman dekatnya yang nawarin ayah saya untuk ngisi kandang ayamnya yang lagi kosong. Si teman ayah saya ini, setelah dicek langsung, punya kandang ayam gede yang sekarang lagi nggak produktif gara-gara banyak perusahaan yang nggak pakai jasanya lagi untuk pelihara ayam. Katanya gara-gara pandemi ini. Nah, karena sekarang kandangnya kosong, akhirnya si pemilik kandang ini cari-cari orang yang kira-kira bisa modalin dia untuk bisa pelihara ayam lagi.
Si pemilik kandang ini hanya punya kandangnya saja, modal ia tak punya. Nah, karena ada yang beginian, tanpa pikir panjang, ayah saya langsung saja mengiyakan. Pertimbangannya ya tadi, ayah tetap ingin pelihara ayam, nggak mau batuk, dan ya tentunya ada penghasilan tambahan. Selain itu, enaknya, di kandang yang udah kami cek, peralatannya udah lengkap banget. Pokoknya tinggal pakai aja gitu.
Akhirnya, yaudah. Kesepakatan dibuat. Untuk kali ini, kami sepakat untuk pelihara ayam potong. Selain karena banyak dikonsumsi, ayam ini juga cepat tumbuhnya. Muternya duit jadi nggak terlalu lama. Dan ya, hasilnya untuk per bulan, cukuplah kalau dibuat biaya hidup sehari-hari.
Dan enaknya lagi, saya udah nggak perlu capek-capek bersihin kandang plus tai ayam, cium bau menyengat dari kandang ayam, memberi makan, dan sebagainya. Setelah beberapa bulan melakukan ini, kami cukup puas. Alhamdulillah, orangnya jujur dan memang ngerti banget sama ayam. Tau sendiri kan perawatan untuk ayam potong itu gimana. Salah dikit, ayamnya stres. Kaget dikit, ayamnya insecure. Repot.
Kalau gini enak. Kandang dengan peralatan lengkap udah ada, tempatnya jauh dari perumahan warga jadi bisa dibilang aman dari tuntutan-tuntutan, orangnya juga udah ahli dan bisa dipercaya, duit buat modalin—walaupun sedikit—juga ada, jadinya, yaudah. Tinggal taruh duit di sana, udah bisa jalan sendiri.
Mungkin kalau pembaca ada yang punya kelebihan duit, terus kepingin beternak biar ada penghasilan tambahan, mungkin bisa pakai cara ini. Tapi, ingat, pertama-tama, cari orang yang bisa dipercaya, dan memang ini yang susah, tapi saya yakin pasti ada. Terus orang yang punya kandang begituan, cari aja di desa yang agak jauh dari perkotaan dan yang kira-kira di desa tersebut masih banyak lahan kosong. Setahu saya, kebanyakan ahlul peternak yang punya kandang besar ada di tempat-tempat yang begitu.
Kalau udah nemu, yaudah, tinggal bikin kesepakatan aja. Mau taruh modal berapa, pembagian hasilnya gimana, dan keperluan-keperluan lain yang memang perlu disepakati. Tanyain juga ntar, pasarnya kemana, nanti dijual gimana. Pokoknya yang penting-penting jangan sampai nggak ditanyain, biar agak tenang naruh modal.
Jangan lupa bikin perjanjian hitam di atas putih. Buat jaga-jaga aja, nggak masalah kan? Nah, kalau udah, ya tinggal berdoa aja semoga hasilnya bagus dan harga pasar lagi naik sambil melakoni hobi atau apa gitu pokoknya ada kerjaan dan nggak gabut-gabut banget. Tiap minggu atau dua minggu sekali, jadwalin aja untuk cek ayam-ayamnya. Anggap aja liburan sederhana.
Tapi, jujur, walaupun sederhana, yang kayak gini beneran asyik. Pas waktu ke lokasi kandang, ya tinggal duduk dan liatin aja ayam-ayam yang kerjaannya makan, tidur, bikin telek, dan duduk-duduk aja.
Mungkin sih, yang kayak gini kayaknya nggak modern banget. Biasanya kan yang diminati sekarang kan nganu saham. Tapi ya bodo amat lah, saya nggak ngerti begituan. Saya ngertinya hanya gini, cara sederhana yang juga menenangkan.
BACA JUGA Alasan Kita Sebaiknya Memberikan Rating dan Review Produk Saat Belanja Online dan tulisan Firdaus Al Faqi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.