Setiap orang yang sudah menyelesaikan studinya di bangku perkuliahan, entah gelar yang didapat diploma, sarjana, atau magister, pasti memimpikan kelak akan bekerja di suatu perusahaan ternama, bahkan bisa jadi membuka lapangan pekerjaan bagi yang lain—berwirausaha. Namun, pada prosesnya memang seringkali menemui kesulitan.
Nyatanya, tidak semua mahasiswa yang sudah lulus langsung mendapatkan pekerjaan. Ada yang beberapa kali diundang wawancara kerja tapi belum ada satu pun yang diterima. Ada juga yang sudah melamar di banyak perusahaan namun belum mendapat kesempatan wawancara. Ada juga mahasiswa dari lulusan universitas ternama, saat ditawari gaji 8 juta tapi—ah, sudahlah.
Kadang hidup memang semenggelitik itu. Orang yang butuh dan ingin bekerja belum diberi kesempatan. Sebaliknya, orang yang diberi kesempatan seringkali menyia-nyiakan. Mungkin untuk golongan yang kedua, lebih baik menganggur daripada pemasukan hanya 8 juta per-bulan.
Soal lowongan pekerjaan, memang harus diakui persaingannya semakin ketat apalagi di kalangan lulusan dari Diploma dan Universitas. Melansir informasi dari KataData Indonesia, pengangguran Diploma naik 8,5% dan Universitas naik 25%. Diketahui beberapa alasannya antara lain:
1. Keterampilan tidak sesuai kebutuhan
2. Ekspektasi penghasilan dan status lebih tinggi
3. Penyediaan lapangan kerja terbatas
Jika melihat poin nomor 2, cerita soal lulusan baru dan gaji 8 juta itu memang semacam penegasan. Semacam contoh langsung agar masyarakat tidak bingung dalam membaca data yang sudah dihimpun dan dipublikasikan.
Soal penyediaan lapangan kerja, saat ini sebetulnya ada banyak opsi yang dapat dicoba, menjadi driver ojol—ojek online—misalnya. Seseorang bisa mendapatkan penghasilan bahkan sambil mencari pekerjaan yang memang diminati. Sederhananya, sih, sebagai batu loncatan. Toh, menjadi driver ojol juga merupakan bentuk usaha dalam menjemput rezeki.
Memang, pada prosesnya kadang kala ditemui orang yang menyayangkan—lebih kepada menyepelekan—jika seorang lulusan diploma atau sarjana menjadi seorang driver ojol yang harus bekerja antar-jemput pelanggan. Padahal, hal tersebut seharusnya bukan masalah, toh terpenting halal dan atas usaha sendiri. Tidak menggunakan jasa orang dalam, apalagi sampai menyogok juga menolak tawaran gaji 8 juta.
Saya pun pernah ada di posisi pengangguran dan rencananya menjadikan ojol sebagai singgahan dalam mencari rezeki—sambil melamar kerja di tempat lain. Kala itu, saya sudah mendaftar di dua perusahaan transportasi online. Saat saudara saya mengetahui hal tersebut, bukannya mendukung malah nyinyir dengan berkata, “ih, apa nggak sayang sarjana jadi tukang ojek?”
Wajar jika saya membalas dengan berkata, “loh, bukannya lebih sayang kalau udah sarjana tapi nggak produktif?” Saya anggap itu adalah salah satu kebiasaan buruk orang di sekitar kita, tidak memberi kontribusi atau dukungan tapi soal mencaci selalu diutamakan.
Saat ini, banyak diantara teman saya yang mendaftar menjadi driver ojol, entah sebagai pekerjaan utama atau kerjaan sampingan di waktu senggang. Tentu dari apa yang mereka lakoni, ada saja rezeki yang di raih. Mau bagaimana pun, usaha tidak mungkin berkhianat kepada hasil.
Beberapa teman saya bercerita mereka tidak gengsi menjadi driver ojol. Ada yang mengeluh, itu pun lebih kepada sedang sepi orderan atau penumpang yang cancel semaunya. Masih dapat ditolerir terkait keluhan yang mereka ceritakan. Selebihnya, saya juga selalu ikut senang saat seorang teman bercerita bahwa dia hampir selalu mendapat tip dari penumpang. Rezeki dari pelayanan baik dan sopan, katanya.
Dibanding membuat malu dan menurunkan derajat seseorang karena gengsi belaka, bagi saya perusahaan transportasi online justru memberikan kesempatan kepada banyak orang untuk produktif—selain ada saja polemik yang selalu diperbincangkan. Lagipula, apa pun pekerjaan yang dilakoni itu menjadi pilihan setiap orang. Mau menjadi produktif sambil terus berusaha atau melamar terus untuk posisi yang diinginkan. Tidak ada yang salah selama diniatkan serius dan dijalani dengan ikhlas.
Daripada nyinyirin orang yang sedang berusaha mandiri secara finansial entah pekerjaan apa yang dilakoni—selama halal—dan apa pun latar belakang pendidikannya, bagaimana kalau baiknya mendukung apa pun yang bisa dilakukan? Paling tidak, berdoa secara diam-diam untuk keberhasilan dan kesuksesan orang lain mungkin bisa menjadi pilihan.