Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Bali

Eunike Dewanggasani W. S. oleh Eunike Dewanggasani W. S.
26 Oktober 2022
A A
Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Bali turis asing sewa motor

Culture Shock Orang Jawa yang Merantau ke Bali (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Ada kelakar tentang Bali yang kerap dilontarkan dalam forum-forum shitposting, kalau Bali lebih terkenal ketimbang Indonesia. Kadang kelakar ini ada benarnya, mengingat betapa banyaknya wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali, seakan tak ada tempat wisata lain di Indonesia. Namanya juga kelakar, jangan dianggap serius.

Bagi yang pernah mengunjungi Bali untuk berlibur, mungkin bisa merasa takjub dan setuju kalau Pulau Dewata ini adalah lokasi yang pas untuk healing sejenak dari rutinitas kehidupan bekerja di tempat asal. Namun bagi orang yang kini menetap di sini untuk bekerja, saya bisa melihat wajah lain Bali dari sudut pandang seorang perantau. Mau tahu beberapa hal yang membuat saya merasakan gegar budaya ketika mulai tinggal di sini?

#1 Bahasa dan kultur yang bercampur aduk

Sama seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, banyak tempat di Bali yang seperti melting pot of cultures. Ada begitu banyak perantau di pulau ini, dan konsentrasinya pun tidak hanya berpusat di Denpasar saja yang notabene berstatus sebagai ibu kota. Di daerah-daerah kabupaten pun ada banyak perantau.Skalanya tidak main-main, perantau dari ujung ke ujung Indonesia ada di sini.

Yang dari luar negeri? Jelas banyak. Pergi ke mal atau coffee shop lalu melihat pria kaukasia tinggi dengan baju lengan butung dan kulit kemerahan akibat sinar matahari pun sudah menjadi fenomena yang rutin terjadi.

Di sini juga ada komunitas-komunitas yang menyatukan para perantau berdasarkan daerah asal. Contohnya, di sini ada komunitas perantau asal Surabaya-Sidoarjo yang memiliki sebuah rumah sebagai markas berkumpul. Anggota yang tergabung di komunitas ini pun berasal dari latar pekerjaan yang beragam. Kemarin banyak orang-orang Jawa beserta komunitas penggemar sepak bola yang mengadakan aksi solidaritas untuk korban yang tewas di Stadion Kanjuruhan.

#2 Pagi yang datang sangat awal dan sore yang datang sangat lambat

Hal ini awalnya adalah sesuatu yang membuat tubuh fisik saya mengalami kesulitan untuk beradaptasi. Di Jawa, kegiatan orang-orang biasanya dimulai pukul 5-6 pagi. Jalanan akan dipenuhi oleh orang-orang yang berangkat bekerja sekitar pukul 7-8 pagi. Dari pukul 5 pun, matahari sudah terlihat mengintip di ufuk langit. Di Bali, berbeda.

Di Denpasar, orang-orang mulai melakukan kegiatan pukul 3-4 pagi. Suara motor sudah terdengar di jalan. Memang sebagian besar adalah orang-orang yang sibuk mengantar sayur dan barang dagangan ke pasar, tapi saya tidak menyangka kalau ada begitu banyak ibu-ibu yang sudah keluar jam segitu untuk berbelanja. Saya yang sudah terbiasa memasak sarapan awalnya keluar pukul setengah 6 untuk membeli sayur ke warung terdekat. Mulut saya menganga ketika setibanya di sana saya hanya mendapat sayur sisa-sisa karena yang lain sudah dibeli lebih pagi oleh pelanggan lain.

Hal yang sama juga berlaku untuk sore/ketika matahari tenggelam. Di Jawa, pukul 5 langit sudah berwarna oranye, dan pukul 6 pas ketika adzan maghrib berkumandang, langit biasanya sudah gelap. Berbeda di Bali, jam 6 langit masih terang dan matahari masih bisa terlihat, suasananya bak pukul 4 sore di Jawa. Di musim kemarau, terkadang matahari justru baru terbenam pukul 7 malam!

Baca Juga:

Fakta Kerja di Bali Tidak Seindah Kata Orang

Sudah Saatnya Banyuwangi Pindah Ibu Kota, agar Pembangunan Kota Ini Merata dan Tidak di Situ-situ Aja

Terus saya lupa, kalau waktu di sini beda dengan Jawa. Aduh.

#3 Keberadaan pecalang

Pecalang adalah polisi adat yang ada di Bali. Mereka bertugas untuk berjaga dan berpatroli di daerah banjar tertentu. Banjar ini adalah daerah kekuasaan yang setara dengan RW. Bapak-bapak pecalang ini biasanya memakai destar (udeng), rompi, bawahan kotak-kotak, dan membawa keris.

Lantas, apa yang membuat saya gegar budaya? Bukan, bukan soal melihat para pecalang di jalanan, namun tentang salah satu tugas yang mereka jalankan. Ketika awal datang ke Bali, para pecalang sering masuk ke asrama/kos setempat dan meminta iuran daerah yang harus dibayar oleh para perantau. Iuran tersebut berkisar antara 15.000 sampai 20.000 rupiah. Pecalang ini terkadang datang 3 minggu atau sebulan sekali. Ternyata oh ternyata, saya baru tahu kalau perantau memang dianjurkan membuat surat domisili resmi supaya bisa terbebas dari iuran tersebut.

#4 Transportasi umum yang sangat minim

Kalau mau hidup mudah di Bali pastikan Anda punya kendaraan pribadi, minimal sepeda motor. Kalau di Jawa ada angkot, di Bali tidak ada (lebih tepatnya di Denpasar tidak ada, tapi dengar-dengar ada angkot di kabupaten lain). Satu-satunya transportasi umum yang bisa diakses di sini adalah bus trans. Busnya nyaman dan armadanya lumayan banyak, tapi rute dan haltenya hanya melewati jalan-jalan besar saja. Selain itu, daerah jangkauan bus ini pun tidak terlalu luas karena memang lebih berpusat di sekitaran kota-kota besar dan bandara Ngurah Rai.

Minimnya transportasi umum inilah yang membuat banyak usaha travel dan penyewaan kendaraan merajalela di Bali. Kalau ingin pergi ke daerah-daerah wisata, memang pilihannya kalau tidak pesan travel, ya sewa mobil. Sangat berbeda dengan pulau Jawa yang kalau ke mana-mana bisa pakai kereta api. Alhasil, saya yang tempat tinggalnya berada di daerah gang yang lumayan “masuk-masuk” dan jauh dari jalan besar lebih sering mengandalkan ojek online kalau sedang tidak ada kendaraan pribadi.

#5 Biaya parkir yang murah

Sampai sekarang ini yang masih tidak bisa saya pahami. Tentu, biaya parkir yang saya sebutkan ini biaya parkir di toko-toko pinggir jalan, bukan di mall. Umumnya, parkir motor di pulau Jawa adalah 2.000 rupiah. Ketika awal-awal datang dan harus mampir sebentar ke mini market, saya kaget karena tukang parkir memberi saya koin 1.000 rupiah setelah saya memberi selembar uang kertas 2.000. Kata teman saya, memang biaya parkir di jalan-jalan berkisar 1.000 rupiah.

Eits, ini harga untuk toko-toko di pinggir jalan dan di Denpasar, ya. Jangan dibandingkan dengan wilayah Bali lain yang lebih dipadati oleh turis-turis yang menetap di sini atau di tempat parkir dengan harga yang sudah ditentukan seperti shopping mall. Alhasil, selama hidup di Bali, dompet saya sering kemasukan uang koin atau uang lembar pecahan 1000 rupiah, sebuah nominal yang kalau di Jawa rasanya sudah sering tidak terpakai.

Kesimpulannya, kalau ditanya lebih enak mana, tinggal di Jawa atau di Bali, saya tim yang melambaikan bendera putih saja. Toh, masing-masing tempat punya poin plus dan minusnya masing-masing. Tapi yang jelas, sebagai seorang perantau, tinggal di tempat mana saja itu tidak penting, yang penting adalah orang-orang yang ada di sekitar kita. Home is not about the place, it’s about the people you are with. Uhuy!

Penulis: Eunike Dewanggasani W. S.
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Desa Penglipuran di Bali Mematahkan Omong Kosong Pauline Hanson, Senator Australia

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 26 Oktober 2022 oleh

Tags: baliculture shockJawapecalang
Eunike Dewanggasani W. S.

Eunike Dewanggasani W. S.

Mahasiswa tingkat akhir yang sedang malas bersosialisasi.

ArtikelTerkait

Begini Rasa Indomie Versi Sumatra Menurut Lidah Orang Jawa Terminal Mojok.co

Begini Rasa Indomie Versi Sumatra Menurut Lidah Orang Jawa

22 Februari 2022
nasi jinggo pindah ke bali arak bali kkn ruu minuman beralkohol mojok

Nasi Jinggo, Kuliner Hemat yang Wajib Dicoba Saat Berkunjung ke Bali

3 September 2021
Sekilas tentang Leak Bali_ Siluman Pencari Tumbal terminal mojok

Leak Bali: Siluman Pencari Tumbal dari Pulau Dewata

13 September 2021
Purwokerto, Tempat Tinggal Terbaik di Jawa Tengah (Shutterstock.com)

Culture Shock Kuliner Purwokerto: Soto kok Pakai Sambel Kacang? Tempe kok Lemes

12 Agustus 2023
Katanya Jogja Kota Wisata, tapi Malah Study Tour ke Bali terminal mojok.co

Katanya Jogja Kota Wisata, tapi Malah Study Tour ke Bali

17 Desember 2021
arti plat nomor kendaraan kode plat kendaraan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor mojok.co

Daftar Kode Plat Nomor yang Digunakan di Pulau Jawa

29 Desember 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Madiun, Kota Kecil yang Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya Mojok.co

Madiun, Kota Kecil yang Sudah Banyak Berbenah kecuali Transportasi Publiknya

2 Desember 2025
Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern Mojok.co

Alasan Saya Bertahan dengan Mesin Cuci 2 Tabung di Tengah Gempuran Mesin Cuci yang Lebih Modern 

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lagu Sendu dari Tanah Minang: Hancurnya Jalan Lembah Anai dan Jembatan Kembar Menjadi Kehilangan Besar bagi Masyarakat Sumatera Barat
  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.